Mohon tunggu...
Yohannes Krishna Fajar Nugroho
Yohannes Krishna Fajar Nugroho Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Video Editor dan Junior Public Relations

It's ok to be different.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

ERP Vs Mobil Listrik Kontradiksi Kebijakan di Awal Tahun 2023

12 Januari 2023   08:30 Diperbarui: 12 Januari 2023   13:58 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
KRL Commuter Line sebelum Pandemi Covid 19. Dokpri

Saat masih usia anak anak, saya dan adik saya berlibur ke tempat kakek di Kabupaten Magetan. Saat pagi hari kami berjalan bersama menyusuri persawahan yang masih cukup segar saat itu. Saat itu kami melihat sebuah mobil berjalan melewati kami. Kakek kami berkata “Nanti kalian kalau sudah besar semoga bisa beli mobil seperti itu ya”. Saya tidak ingat dengan jelas mobil apa yang kami lihat saat itu. 

Saya tidak begitu memahami tentang jenis mobil. Yang saya tahu mobil itu memiliki roda 4 dan dikemudikan oleh supir. Saya rasa cerita yang saya alami ini tidak jauh berbeda dengan yang dialami oleh banyak dari warga Negara Kesatuan Republik Indonesia. Mobil masih menjadi ukuran kesuksesan dan status sosial. 

Saat saya melihat realitas yang ada di Jakarta, kendaraan bermotor baik itu roda empat maupun roda dua memang banyak menguasai ‘mindset’ banyak orang di sekitar saya. Kamu menjadi orang yang sukses kalau kamu sudah menikah, punya anak, punya mobil, punya anak lagi, punya rumah, tambah motor. Saya bertanya ke lima belas teman saya terkait hal ini, sekali lagi saya jelaskan ini saya hanya bertanya ke teman-teman saya ya. 

Dari lima belas orang itu, lima orang mengatakan bahwa mereka membeli kendaraan bermotor karena kebutuhan, tujuh orang lainnya karena untuk meningkatkan status sosial, supaya ‘dilihat’ oleh tetangga dan teman teman alumni. Tiga orang lainnya mengatakan bahwa mereka membeli kendaraan bermotor hanya untuk gaya. Jujur, saya juga memiliki motor sport hanya untuk terlihat gaya saat mengendarainya. Sejak tahun 2022 Pandemi Covid sudah hampir berakhir. Aktivitas di jalan raya semakin padat. Jadi motor saya hanya sampai Stasiun Citayam. Untuk ke Jakarta, saya lebih memilih naik Commuter Line sebagai The Best Choice For Urban Transport.

Oke, kembali ke masalah pokok kemacetan di DKI belakangan ini. Syafrin Liputo, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta mencatat bahwa Penerapan Ganjil Genap memberikan sedikit efek pada kecepatan rata-rata kendaraan roda 4 di DKI Jakarta dengan menambah kecepatan rata rata menjadi 30 km/jam atau meningkat sebanyak 3,48% saat pemberlakuan ganjil genap di DKI Jakarta pada Juni 2022 silam. 

Biarpun sedikit, penerapan ganjil genap cukup bisa mengurangi kemacetan di DKI Jakarta. Tapi, kita harus ingat kembali bahwa manusia tidak akan pernah merasa berkecukupan. Saya tidak bilang semua pengendara mobil, ada beberapa pengendara mobil yang memiliki dua unit mobil, atau lebih. Kembali ke paragraf di atas, saya menjelaskan bahwa kendaraan roda empat yang dahulu menjadi kebutuhan tersier saat ini mendadak berubah menjadi kebutuhan primer sebagian manusia yang ada di jabodetabek. Boleh jadi, mobil merupakan status sosial sejak jaman dahulu kala. 

Direktorat lalu lintas Polda Metro Jaya (DITLANTAS) me-rilis data bahwa ada peningkatan jumlah kendaraan roda empat dari tahun 2020 sebanyak 3.365.467 dan ada peningkatan di tahun 2021 sebanyak 4.111.231 kendaraan roda 4.

Melihat kondisi tersebut merupakan satu keniscayaan adanya peningkatan volume kendaraan di jalan-jalan Ibu Kota, jadi penerapan ganjil genap hanya memberikan sedikit peran dalam mengurangi kemacetan di DKI Jakarta. 

Transportasi umum adalah salah satu alternatif untuk mengurangi kemacetan di DKI Jakarta. KRL, Trans Jakarta, MRT, LRT. Hal ini yang harus menjadi perhatian dari pemerintah bersama dengan pihak terkait untuk melengkapi setiap fasilitas yang ada di masing masing moda transportasi itu. 

Yang pertama adalah Commuter Line yang saat ini memiliki campaign untuk menjadi pilihan terbaik untuk transportasi urban. Ada tiga jenis kereta dengan kapasitas nya masing-masing, mulai dari yang paling sedikit menampung penumpang 8SF, 10 SF, hingga 12SF yang bisa mengangkut banyak penumpang sekali jalan. Armada 12 SF ini sangat bisa mengurangi jumlah penumpang di setiap stasiun, apalagi di jam-jam padat seperti pagi dan sore hari, namun pada kenyataannya masih banyak armada 8SF di jam jam padat pagi dan sore. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun