Seperti mendengar sebuah berita kematian, tubuhku tiba-tiba tak bertenaga dan terkulai lunglai pada sandaran kursi yang tengah aku duduki.
“Hera…Maafkan aku… Aku tidak mencintainya…Aku sungguh ingin menikah denganmu…” Entah kata-kata apa lagi yang keluar dari mulutmu. Aku sama sekali tak mampu mencerna.
Yang aku rasakan saat itu seperti tikus kecil yang terjebak dalam sebuah perangkap dalam sebuah ruang yang sangat gelap. Aku tidak tau bagaimana harus menghadapi kenyataan ini. Kamu membuatku merasa terhina. Begitu sempurna caramu memerangkapku.
Menikah dengan laki-laki yang telah beristri bukanlah cita-citaku. Aku bahkan membencinya. Laki-laki yang menikahi wanita lain dengan alasan tak mencintai istrinya, dalam pandanganku adalah seorang pengecut. Seorang laki-laki yang gagal membuktikan perannya sebagai pemimpin keluarga.
Pernikahan ini harus aku gagalkan! Pikiran ini yang pertama muncul dalam benakku sesaat berikutnya. Tapi, mampukah aku melakukan hal ini? Bagaimana aku harus menjelaskannya kepada kedua orang tuaku? Apa yang akan terjadi kepada mereka setelah mendengar semua ini?...Aku bimbang.
Kecintaanku kepada kedua orang tuaku membuat aku berpikir lain. Aku tak ingin mempermalukan mereka. Aku tidak boleh melakukan itu. Dengan rahasia besar yang aku simpan sendiri, kita akhirnya menikah. Pernikahan yang akan membawaku pada kebahagiaan, tak lagi ada.
“Maukah kau menikah denganku?” Ketika kepalaku terangguk saat itulah aku merasakan duniaku berakhir.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H