Mohon tunggu...
Allbert F Syaid
Allbert F Syaid Mohon Tunggu... Freelancer - on process

Seseorang yang hobi menekuni hobinya.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Relasi Kekuasaan antara Korporasi dan Pemerintah dalam Konflik Agraria di Riau

19 Agustus 2022   14:44 Diperbarui: 19 Agustus 2022   14:44 390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mayoritas pembukaan lahan perkebunan sawit diatas Kawasan hutan tentunya dapat diduga untuk memenuhi kebutuhan produksi perusahaan minyak kelapa sawit, dengan melibatkan masyarakat dalam pembukaan lahan perkebunan di Kawasan hutan tentunya akan menjadikan korporasi terlepas dari persangkaan pelanggaran. 

Hal ini dapat terlihat bahwa melalui pola tersebut menjadi strategi korporasi menciptakan ketekaitan secara ekonomis diantara keduanya. Bahkan perambahan Kawasan hutan tersebut telah berlangsung selama puluhan tahun. Dan menjadi bukti bahwa pengawasan dari pemerintah antara ada dan tiada.

 Hal yang menarik adalah pemerintah serius membahas mengenai persoalan agraria, tetapi tidak serius menangani secara komprehensif setiap perkembangan permasalahan agraria yang ada. Lebih konyol lagi, kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional melalui website nya menjelaskan, bahwa Riau rawan konflik agraria akibat tidak ada rencana tata ruang. 

Ini tentunya sebuah tulisan yang seharusnya menjadi masukan untuk pelaksanaan lebih baik, namun dalam satu kondisi lembaga pemerintah ini memperlihatkan ketidak berdayaan nya dalam melakukan reformas agraria yang di canangkan oleh pemerintah iu sendiri.

Melihat kompleksitasnya persoalan agraria di Riau ini, memperjelas posisi penguasa yang tidak bisa telepas dari bayang-bayang oligarki. Keterkaitan hubungan diantara keduanya menimbulkan relasi yang harmonis diatas kepentingan keduanya. 

Sehingga dalam proses pembuatan kebijakan pun penguasa cenderung mengikuti kepentingan developer berdasarkan hasil negosiasi dan kompromi dengan korporasi. Hal ini diperjelas dengan upaya penyelesaian konflik yang ada belum menemukan penyelesaian yang kongkrit bahkan telah berlangsung lama.

Dengan demikian, terjadinya transaksi politik sangat dimungkinkan terjadi dalam keadaan tersebut sehingga memperlihatkan kondisi kecenderungan pragmatism penguasa dalam menjalankan kekuasaannya. Seperti ungkapan Lord Acton bahwa kekuasaan cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun