Bak Bola Kaca Dunia. Di masa sekarang, penggunaan teknologi digunakan sebagai kebutuhan yang mendasar di masyarakat seperti untuk bekerja, belajar, berbisnis, berkomunikasi, dan bahkan sebagai pengaturan jalannya pemerintahan (e-government). Hidup diantara perkembangan teknologi disebut era Globalisasi. Memanglah globalisasi seperti halnya koin yang memiliki dua sisi, yaitu baik sisi positif dan sisi negatif, tergantung bijaknya pengguna teknologi. Salah satu dari segi positifnya yaitu mengakses berita secepat mungkin hanya lewat internet. Namun di sisi negatifnya ialah banyaknya berita yang beredar tetapi sumbernya tidak jelas, sehingga menyebabkan pembaca miss informasi. Lebih parahnya lagi, ini menyebabkan kesalahpahaman bagi siapa saja entah berita tersebut benar atau tidak sesuai fakta.
Dari sinilah semakin banyak berita yang beredar baik media cetak maupun lewat media sosial. Muatan isi pada berita seringkali dapat disalahgunakan oleh pihak tertentu untuk menyerang pihak yang ingin disudutkan. Ini berdampak pada pembaca akan ketidaksesuaian pemahaman berita, dan parahnya timbul ujaran kebencian terhadap pihak yang dibenci. Oleh karena itu, tindakan penyelewengan tersebut dikatakan sebagai penyebaran berita Hoax. Hoax merupakan ekses negatif kebebasan dan berpendapat di internet, khususnya media sosial dan blog (Herlinda, 2017). Hoax memiliki tujuan membuat opini publik yang menggiring masyarakat untuk berpersepsi baik hanya main-main saja ataupun mengarah kepada hal yang negatif. Pembuat berita hoax merupakan seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan, baik hanya untuk candaan, tujuan ekonomi (penipuan), dan politik (opini publik terkait politik terkait pejabat atau pemerintah) ataupun agitasi (hasutan). Berita hoax bermunculan ketika isu yang beredar menjadi populer atau bahan perbincangan masyarakat, walaupun sumber berita belum bisa dikatakan benar sesuai fakta. Perlu diketahui bahwa ciri-ciri berita hoax ialah:
Pertama, penyebaran berita hoax biasanya lewat media sosial karena dapat menimbulkan efek yang besar seperti membuat kecemasan bahkan menibulkan emosi bagi pembacanya. Kedua, pada bagian akhir berita terdapat ajakan kepada pembaca untuk menyebarluaskan ke forum yang lebih luas, sehingga arus peredaran data atau sumber di internet semakin padat terkait berita yang belum tentu benar. Ketiga, umumnya pengirim utama/pertama berita hoax ialah anonim (tidak diketahui identitasnya).
Dari sinilah berita hoax menyebar di masyarakat yang dapat menyebabkan persepsi publik, baik hanya sekadar isu biasa tetapi banyak juga menjadi kontroversi serta menimbulkan ujaran kebencian di muka umum. Oleh karena itu, di Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan UUD NRI 1945 dan hukum sendiri memiliki sanksi terhadap siapapun yang menyebarkan berita hoax. Maka hukum yang mengatur tentang Penyebaran Berita Hoax, diatur dalam:
- UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) berdasarkan konteks yang berbeda.
Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa "(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik." "(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA)."
Pasal 29 menyatakan bahwa "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi."
2. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana)
Pasal 390 KUHP membahas sedikit terkait penyebaran berita hoax dengan frasa “menyiarkan kabar bohong”, yaitu menyatakan bahwa “Barang siapa dengan maksud kehendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak menurunkan atau menaikkan harga barang dagangan, fonds atau surat berharga, uang dengan menyiarkan kabar bohong, dihukum penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan.”
3. UU Nomor 1 Tahun 1946 Peraturan Hukum Pidana
Pasal 14 ayat (1) dan ayat (2) menyatakan bahwa "(1) Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya sepuluh tahun." "(2) Barang siapa menyiarkan suatu berita atau mengeluarkan pemberitahuan, yang dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, sedangkan ia patut dapat menyangka bahwa berita atau pemberitahuan itu adalah bohong, dihukum dengan penjara setinggi-tingginya tiga tahun."
Pasal 15 menyatakan bahwa "Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggitingginya dua tahun."
Maka dari itu hoax atau penyebaran berita bohong merupakan tindak pidana sebagaimana diatur dalam UU ITE, KUHP, serta Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946. Jadilah orang bijak dalam menggunakan media sosial. Cermatlah untuk menelaah sebuah informasi karena apa yang kita dapat belum tentu menjadi sebuah kebenaran tanpa adanya bukti yang valid. Maka perlunya untuk lebih berhati-hati dan waspadalah terhadap sumber beritanya supaya tidak menjadi korban akibat penyebaran berita hoax.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H