Miras dan kandungan zat adiktif. Itu salah satu paparan salah satu narasumber dalam sebuah debat di salah satu televisi swasta di Indonesia semalam, 21 September 2015. Apakah zat yang membuat kecanduan itu berbahaya bagi moral bangsa ?
Saya mencoba bercerita. Saya awali di tempat gym. Tempat saya mengolah tubuh. Mencoba hidup “Cover both side”.
Susu protein macam whey atau jenis mass grainer biasanya menjadi bekal bagi siapa saja yang serius dalam pembentukan otot. Selain produk itu, banyak diatara olahragawan membawa bekal bubuk kopi untuk menambah stamina dan menaikkan mood saat berlatih.
Dalam kadar tertentu, kafein dalam kopi dapat meningkatkan daya tahan dan mengurangi keletihan pada saat latihan. Konon beberapa atlet American Football mengaku mengonsumsi kopi 2-3 cangkir perhari agar kondisi tubuh saat latihan dan pertandingan benar-benar bersemangat.
Bukankah kopi juga termasuk zat adiktif ?
The Australian Institute of Sport menemukan bahwa kafein dapat merangsang otot menggunakan lemak sebagai bahan bakar daripada menggunakan karbohidrat. Kafein juga banyak digunakan para atlet olahraga daya tahan seperti marathon, untuk mendapatkan energi ekstra saat pertandingan.
Studi lain yang dilakukan di University of Pittsburg juga menemukan hasil serupa, bahwa kafein memiliki kemampuan untuk melepaskan lemak dari jaringan adiposa sehingga lemak bisa lebih mudah dibakar.
Saat kafein masuk ke dalam tubuh, ia akan mengikat reseptor yang terdapat pada sel-sel lemak. Nucleotide adenosine adalah reseptor yang terdapat pada sel-sel lemak yang pada saat tertentu menghalangi pelepasan lemak pada jaringan adiposa.
Dengan keberadaan kafein maka kemampuan nucleotide adenosine menghalangi pelepasan lemak dari jaringan adiposa akan menurun, sehingga proses pelepasan lemak dari jaringan adiposa dapat berjalan maksimal. Inilah sebabnya mengonsumsi kafein sebelum latihan sangat efektif untuk membantu proses pembakaran lemak.
Sebuah tinjauan yang baru-baru ini diterbitkan oleh International Coffee Organization menyatakan bahwa kafein pada secangkir kopi (150 gram kafein) mungkin dapat mengurangi kelelahan serta meningkatkan kinerja latihan, termasuk latihan ketahanan dan intensitas tinggi.
Masih soal zat adiktif. Bagaimana dengan minuman beralkohol ?
Dalam ukuran tertentu, banyak olahragawan juga mengkonsumsi bir secara moderat. Bir dipercaya mempercepat proses recovery setelah lari (cardio). Bir memiliki kandungan karbohidrat yang sama dengan susu coklat yang juga bisa mempercepat proses recovery.
Bir ternyata memiliki sejumlah antioksidan alami dan vitamin yang dapat membantu mencegah penyakit jantung dan bahkan membangun kembali otot. Dalam penelitian terbaru yang dikutip dari Fox News, para ilmuwan telah menemukan bahwa bir memiliki beberapa manfaat kesehatan mengejutkan yang dapat membantu menurunkan kolesterol, melawan kanker, dan bahkan membunuh virus.
Bir mengandung 93 persen air, dan menurut sebuah penelitian di Spanyol, itu benar-benar mampu memberikan hidrasi yang lebih baik daripada hanya H2O, ketika seseorang berkeringat di bawah sinar matahari.
Apa yang saya ceritakan diatas memang tidak bisa dijadikan generalisasi dari permasalahan akibat minuman beralkohol di Indonesia. Sudah banyak dari generasi muda yang meninggal karena oplosan karena tidak mampu membeli bir yang harganya lebih mahal dibandingkan oplosan.
Namun juga tidak bisa juga melakukan generalisasi bahwa bir merupakan zat adiktif yang menjadi penyebab dari kriminalitas, urusan moral bangsa hingga menarik kesimpulan bahwa bir dibatasi penjualannya karena mengandung zat adiktif yang berdampak buruk bagi bangsa Indonesia yang beranekaragam suku, bangsa dan bahasa.
Data dari Genam yang merujuk bahwa 18 ribu generasi muda meninggal akibat miras,--sehingga dibuatlah regulasi pembatasan hingga penjualan bir,-- justru berpotensi merusak moral bangsa jika data yang disampaikan hanya untuk mengejar popularitas belaka dan belum bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah di depan publik.
Pembatasan dan pelarangan penjualan bir justru berpotensi perdagangan gelap illegal alcohol juga oplosan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H