Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Penetrasi Media Radio Membangun Budaya Sadar Bencana

27 Juni 2017   12:08 Diperbarui: 28 Juni 2017   12:11 1065
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dok: http://databoks.katadata.co.id

Radio menjadi salah satu bukti peranan penting media dan teknologi informasi terhadap pencegahan terjadinya bencana di tanah air melalui sosialisasi guna membangun budaya sadar bencana dan kesiapsiagaan terhadap ancaman terjadinya bencana. Berdasarkan sejarah, operator radio amatir merupakan pihak pertama yang mendirikan dan mengoperasikan jaringan komunikasi lokal untuk personel pemerintah dan tenaga bantuan darurat selama atau segera sesudah bencana. Hal ini dengan jelas disebutkan dalam salah satu buku kedokteran yang berjudul "Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat".

Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa fasilitas radio amatir pada umumnya dapat dicirikan dengan adanya kemampuan bertahan yang tinggi. Maksudnya yaitu walau operator radio amatir kemungkinan besar menjadi lebih aktif setelah bencana yang menyebabkan terhentinya listrik dan kerusakan jaringan telepon, operator itu kerap mendukung pengiriman dan menyiarkan informasi pra bencana dan peringatan. Operator radio amatir umumnya memiliki motivasi yang baik, bersedia dan siap bekerja di bawah kondisi ekstrem yang dihadapi selama kondisi darurat akut.

Berdasarkan data survey penetrasi media tahun 2016 yang dilansir oleh Nielsen, disebutkan bahwa jangkauan pendengar radio mencapai sekitar 38 persen. Posisi penetrasi media radio menempati urutan ke empat setelah Televisi, luar ruangan, dan internet. Setidaknya radio lebih unggul dibandingkan koran dan majalah/tabloid. Hal ini tentu membuktikan bahwa pesatnya pertumbuhan internet dan televisi tidak serta merta membuat jangkauan pendengar radio lantas kehilangan peminatnya dan menurun. Tentu saja radio masih menjadi salah satu pilihan dan menempati tempat tersendiri di hati masyarakat.

Radio menjadi salah satu bentuk media khususnya penyiaran yang menjadi alternatif strategi media untuk melakukan komunikasi kepada masyarakat guna membangun kultur/budaya sadar bencana. Upaya yang berkelanjutan dan lintas generasi tentu sangat diperlukan. Media radio dipercaya dapat membangun kultur.

Belum lekang dari ingatan peristiwa banjir bandang yang terjadi di tanah kelahiran saya Manado - Provinsi Sulawesi Utara pada 2014 silam. Seketika saya tidak bisa menghubungi orang rumah karena jaringan telekomunikasi terputus, untunglah saya dapat memantau keadaan Manado pra dan pasca banjir bandang salah satunya melalui siaran radio.


Selain peristiwa banjir bandang yang pernah menimpa Kota Manado, terdapat beberapa provinsi lainnya di tanah air yang paling rawan terkena bencana. Fyi, Provinsi Jawa Tengah merupakan daerah paling rawan bencana di Indonesia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat, selama Januari - September 2016 telah terjadi 397 bencana di provinsi tersebut. Wilayah di Pulau Jawa lain yang juga mengalami bencana terbanyak adalah Jawa Barat dan Jawa Timur. Banjir menjadi bencana yang paling banyak menimpa daerah-daerah di Indonesia.

dok: http://databoks.katadata.co.id
dok: http://databoks.katadata.co.id
Bencana banjir memang kerap terjadi di Indonesia. Sebagaimana dituangkan dalam UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana khususnya pada Bab I: Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa banjir merupakan bagian dari bencana alam yang mengandung "Jenis Bahaya" selain bencana non alam dan bencana sosial.

dok: Nugroho, 2017
dok: Nugroho, 2017
BNPB melansir bahwa pada periode bulan Januari - September tahun 2016 telah terjadi sekitar 1.704 kali bencana dan 584 kali diantaranya merupakan bencana banjir. Tapi tidak hanya terhadap bencana banjir, kewaspadaan terhadap ancaman bencana lainnya juga perlu ditingkatkan guna mencegah terjadinya korban jiwa. Misalnya, puting beliung, tanah longsor serta kebakaran hutan dan lahan.

dok: http://databoks.katadata.co.id
dok: http://databoks.katadata.co.id
Kewaspadaan terhadap ancaman bencana perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya korban jiwa. Pada periode Januari fpne- September 2016, bencana di Indonesia telah menelan 411 korban meninggal dunia, 128 jiwa di antaranya disebabkan oleh bencana banjir. Curah hujan yang tinggi serta daerah resapan yang kian berkurang diduga menjadi penyebab tingginya bencana dan korban banjir. Tanah longsor menempati posisi teratas untuk bencana alam yang menyebabkan korban meninggal dunia yaitu sebesar 144 jiwa.

dok: http://databoks.katadata.co.id
dok: http://databoks.katadata.co.id
BNPB sendiri telah memberikan penjelasan tentang pengetahuan bencana banjir yang hampir setiap musim penghujan pasti melanda Indonesia. Berdasarkan nilai kerugian dan frekuensi kejadian bencana banjir terlihat adanya peningkatan yang cukup berarti. Kejadian bencana banjir tersebut sangat dipengaruhi oleh faktor alam berupa curah hujan diatas normal dan adanya pasang naik air laut. Di samping itu faktor ulah manusia yang tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan juga dapat menjadi pemicu terjadinya bencana banjir.

Lebih lanjut BNPB mengajak masyarakat untuk mengenali penyebab banjir diantaranya yaitu: Curah hujan tinggi; Permukaan tanah lebih rendah dibandingkan muka air laut; Terletak pada suatu cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keluar sempit; Banyak permukiman yang dibangun pada dataran sepanjang sungai; Aliran sungai tidak lancar akibat banyaknya sampah serta bangunan di pinggir sungai; Kurangnya tutupan lahan di daerah hulu sungai.

Langkah mengurangi dampak banjir dapat dilakukan diantaranya melalui: Penataan daerah aliran sungai secara terpadu dan sesuai fungsi lahan; Pembangunan sistem pemantauan dan peringatan dini pada bagian sungai yang sering menimbulkan banjir; Tidak membangun rumah dan pemukiman di bantaran sungai serta daerah banjir; Tidak membuang sampah ke dalam sungai; Mengadakan program pengerukan sungai; Pemasangan pompa untuk daerah yang lebih rendah dari permukaan laut; Program penghijauan daerah hulu sungai harus selalu dilaksanakan serta mengurangi aktivitas di bagian rawan banjir.


Adapun hal-hal yang harus diilakukan saat banjir sebagaimana dianjurkan oleh BNPB diantaranya ialah: Matikan aliran listrik di dalam rumah atau hubungi PLN untuk mematikan aliran listrik di wilayah yang terkena bencana; Mengungsi ke daerah aman sedini mungkin saat genangan air masih memungkinkan untuk diseberangi; Hindari berjalan di dekat saluran air untuk menghindari terseret arus banjir; Segera mengamankan barang-barang berharga ke tempat yang lebih tinggi; Jika air terus meninggi hubungi instansi yang terkait dengan penanggulangan bencana seperti Kantor Kepala Desa, Lurah ataupun Camat.

Sedangkan hal yang harus dilakukan setelah banjir ialah: Secepatnya membersihkan rumah dimana lantai pada umumnya tertutup lumpur dan gunakan antiseptik untuk membunuh kuman penyakit; Cari dan siapkan air bersih untuk menghindari terjangkitnya penyakit diare yang sering berjangkit setelah kejadian banjir. Pada dasarnya, BNPB sendiri telah menguraikan cara mencegah banjir yaitu: Menjaga kebersihan lingkungan; Tanam pohon di sepanjang aliran sungai; dan Bersihkan saluran air secara berkala.

Seriringnya berjalannya waktu BNPB terus berupaya melakukan sosialisasi kepada masyarakat guna meminimalisir risiko bencana alam dan meningkatkan budaya siaga bencana. Diantaranya melalui kerjasama dengan beberapa stasiun radio yang tersebar di tanah air serta melalui sandiwara radio "Asmara di Tengah Bencana" sebagai bentuk edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat. Langkah-langkah ini perlu didukung penuh oleh segenap elemen masyarakat karena kesiapsiagaan terhadap bencana menjadi tanggung jawab multi pihak tanpa terkecuali. Kesadaran terhadap ancaman bencana perlu menjadi budaya sebagaimana mendengarkan radio yang telah membudaya di tengah masyarakat semenjak lama.


Referensi:

  • Nugroho, S. 2017. Membangun Budaya Sadar Bencana Melalui Radio. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
  • Pan American Health Organization. 2003. Bencana Alam: Perlindungan Kesehatan Masyarakat. Penerbit Buku Kedokteran
  • Kata Data: 1, 2, 3 dan 4.

Facebook: Yesi Hendriani Supartoyo

Twitter: @yesihendriani

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun