Mohon tunggu...
Yesi Hendriani Supartoyo
Yesi Hendriani Supartoyo Mohon Tunggu... Penulis - Peneliti

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kisah di Tanah Rantau, Virus Apatis Menyelinap dalam Pesta Rakyat

11 Juli 2014   13:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:40 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_347199" align="aligncenter" width="560" caption="Petugas sedang mengklarifikasi tentang info broadcast yang disebar kepada para calon pemilih (dok: pribadi)"]

14050341531060698558
14050341531060698558
[/caption]

Tak lama datanglah rombongan PPK untuk mencairkan suasana dan diharapkan memberikan pencerahan serta arahan berupa solusi untuk permasalahan saat itu. Tapi tampaknya para PPK pun tidak kalah bingungnya, sampai ada Bapak yang bersuara "Saya sudah capek. Hal ini baru kali pertama terjadi".

14050344341451236295
14050344341451236295

Sepertinya masalah yang timbul tidak dengan mudah terselesaikan, padahal waktu kian "mepet" mendekati penutupan untuk kemudian dilakukan penghitungan suara. Tak lama mahasiswa kemudian berduyun-duyun mengantri dan mengumpulkan fotocopy-an KTP yang mereka miliki ke petugas, tapi setelah itu suasana di dalam ruangan lengang belum ada yang boleh memilih dan semuanya diarahkan keluar ruangan.

[caption id="attachment_347203" align="aligncenter" width="560" caption="Semua berduyun-duyun mengumpulkan fotocopyan KTP (dok: pribadi)"]

1405034609236649615
1405034609236649615
[/caption]

[caption id="attachment_347204" align="aligncenter" width="630" caption="Suasana lengang, belum ada lagi yang mencoblos (dok: pribadi)"]

1405034688742078928
1405034688742078928
[/caption]

Waktu berlalu, hingga lewat pukul 14 WIB, belum ada solusi ataupun tanda-tanda bagi para simpatisan untuk bisa menyuarakan haknya. Saya rasa juga hal ini mustahil, karena sebelumnya pihak PPK sudah menjelaskan bahwa hal ini bisa menjadi pelanggaran ketika dituruti, hukumannya pidana.

Tapi, pada akhirnya keputusan finalnya ialah...

14050370421243020287
14050370421243020287

Yah beginilah, kita masih sedang dan harus terus belajar untuk berdemokrasi. Tapi, minimal menggerus sikap apatis itu wajib hukumnya. Suatu cerminan sikap yang acuh tak acuh, sikap masa bodoh, tidak peduli, tidak memperhatikan. Tapi, mungkin bisa jadi apatis itu suatu cara melawan secara halus melalui gerakan kekuatan pasif seseorang yang kurang terdorong untuk melawan secara terbuka. Tapi, lagi-lagi bukan pembenaran untuk kemudian merepotkan orang banyak. Satu cara, setiap orang yang memang ingin maju harus BERTEKAD untuk tidak membiarkan sikap apatis masuk ke dalam dirinya. Salam Demokrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun