Pemilihan umum (pemilu) tahun 2024 mendatang akan menjadi salah satu momen krusial pesta demokrasi di Indonesia, terutama bagi generasi Z. Pemilihan tahun mendatang ini akan terasa berbeda karena Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, Pemilihan Legislatif, dan Pemilihan Kepala Daerah akan dilakukan secara langsung dan serentak di tahun yang sama.Â
Untuk memastikan kelancaran pelaksanaan, para pihak penyelenggara dan pelaksana pemilu sudah menyetujui adanya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sebagai landasan penyelenggaraan yang berisi Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024. Salah satu diantara tahapan tersebut adalah tahap penyusunan daftar pemilih (Ramadhan, 2022).Â
Data dari KPU menunjukkan terdapat sekitar 206 juta penduduk potensial sebagai pemilih pada pemilu 2024 mendatang (Republika). Data kependudukan per semester 1 tahun 2022 yang telah diverifikasi Kemendagri, penduduk yang termasuk ke dalam DP4 adalah WNI yang akan memenuhi syarat sebagai pemilih pada pemilu 2024 nanti (Kompas Nasional). Pada pemilu 2024 ini mayoritas didominasi oleh pemilih muda berusia sekitar 20-44 tahun, setara 110 juta orang atau sekitar 55% dari jumlah total pemilih (Republika). Jika diklasifikasikan lebih, yang dimaksud pemilih muda ini adalah mereka yang tergolong dalam Generasi Z dan Milenial (Tirto.id).Â
Profil dan Karakteristik Gen Z
Dalam studi demografi terdapat satu metode yang berguna untuk memahami suatu perilaku kelompok manusia atau generasi tertentu. Setiap kelompok atau generasi mengalami siklus hidup yang sama dalam kurun waktu yang relatif sama pula. Namun, tidak dapat disangkal seiring perubahan oleh lingkungan sekitarnya juga secara signifikan akan memengaruhi pandangan dan preferensi berbeda. Hal inilah yang menjadi pembeda antar satu generasi dengan generasi sebelumnya (Kompas.id).Â
Menurut sejumlah informasi sebelumnya, pada umumnya Gen Z adalah anak dari Gen Y atau Milenial. Gen Z adalah generasi yang lahir kisaran tahun 1995-2012. Mereka menjadi generasi pertama yang melek teknologi, karena mereka tumbuh dan berkembang beriringan dengan perkembangan teknologi digital atau IPTEK, sehingga tidak ada satu haripun terlewatkan oleh mereka untuk selalu memakai perangkat elektronik dan menghabiskan waktunya dengan teknologi.Â
Sebagai generasi "digital native", Gen Z menjadi pengguna pertama dan utama dalam platform media sosial (Kompas.id). Studi dari McKinsey (2018) menunjukkan adanya perilaku yang menjadi karakteristik Gen Z dapat dikelompokkan menjadi empat jenis. Pertama, "the undefined ID", Gen Z mampu menerima perbedaan dengan menghargai ekspresi ataupun latar belakang individu atau kelompok tertentu. Hal ini bisa terjadi karena adanya persentase mobilitas masyarakat antar daerah yang semakin meningkat sehingga memungkinkan terjadinya perkawinan antar kelompok dengan latar belakang berbeda.
Kedua, sebagai "the communaholic", generasi yang inklusif yang memiliki ketertarikan tinggi untuk terlibat dalam komunitas yang memanfaatkan kecanggihan teknologi, disini mereka merasa sangat bangga dan senang karena merasa bisa memberikan manfaat dengan kemampuan yang dimiliki. Ketiga ada "the dialoguer", lebih mengutamakan komunikasi dalam penyelesaian masalah dan terbuka pada pemikiran tiap individu sehingga senang dan aktif berinteraksi dengan individu atau kelompok lain yang berbeda. Terakhir yang keempat, "the realistic", Gen Z memiliki sikap yang cenderung lebih realistis dan analitis ketika proses pengambilan keputusan. Â
Menurut penelitian lain, Gen Z juga cenderung lebih pragmatis dengan mengutamakan aspek finansial, yang mana ketika mereka hendak mengambil keputusan untuk melakukan suatu hal atau tindakan, jika itu tidak bermanfaat dan memberikan upah balik finansial maka mereka akan menolaknya. Hal itu bisa terjadi memang disebabkan adanya persaingan global di segala bidang yang saat ini gencar semakin maju. Adanya kemajuan dan persaingan ketat ini juga yang menyebabkan Gen Z dituntut untuk bisa memiliki gaji atau pendapatan tinggi guna memenuhi kebutuhan hidup kesehariannya yang semakin meningkat.Â
Singkatnya, dari berbagai karakteristik yang dimiliki Gen Z ini secara tidak langsung menunjukkan akibat bahwa mereka rentan terhadap psikologis atau kesehatan mentalnya, mereka cenderung mudah patah, stres, putus asa, dan menuntut semua hal yang serba instan, bahkan menjadikan mereka bersikap kurang peka terhadap lingkungan sekitar. Dalam konteks Pemilu 2024 mendatang, hal ini dapat menjadi perhatian utama dalam penyusunan pelaksanaan program.
Tingkat partisipasi politik Gen Z
Data sensus penduduk tahun 2020 mencatat jumlah penduduk Indonesia didominasi oleh Gen Z, generasi yang lahir pada kurun 1996-2012, dengan persentase 75,49 juta jiwa atau 27,49 persen dari 270,2 juta jiwa keseluruhan (Antara News). Hal ini berarti jumlah Gen Z bisa mengisi hampir keseluruhan jumlah penduduk Indonesia karena telah melampaui dari jumlah generasi sebelumnya, yaitu generasi milenial, yang proporsinya hanya 25,87 persen (Kompas.id). Â Namun, dominasi ini juga tidak berarti bahwa total persentasenya akan menjadi pemilih di pemilu mendatang.Â
Data partisipasi Gen Z sebagai pemilih muda pada pemilu 2024 mendatang juga dirilis oleh Lembaga Centre for Strategic and International Studies (CSIS) pada tahun 2020, bahwa yang mendominasi kisaran rentang usia 17-39 tahun atau mendekati angka 60% dari total keseluruhan (Antara News). Atau hanya mereka yang lahir antara tahun 1996-2007, yaitu sekitar 47,5 juta yang berhak memilih (Kompas.id).Â
Peran Gen Z dan tantangannya sebagai pemilih dalam pemilu 2024
Dalam konteks partisipasi politik pada pemilu 2024, Gen Z memiliki peran yang sangat penting karena melihat dari tingkat persentase sebagai pemilih terbanyak, maka generasi ini memiliki pengaruh unik dan besar pada hasil perolehan suara para calon di tahun 2024 mendatang.Â
Seperti yang dipaparkan sebelumnya, dari berbagai karakteristik yang dimiliki Gen Z, banyak tokoh politik besar negara yang berupaya maksimal untuk terus bisa  membangun opini publik guna memengaruhi pandangan Gen Z agar mereka bisa lebih terbuka dan tertarik untuk berpartisipasi pada politik, lebih utamanya sebagai pemilih pada pemilu mendatang. Di sisi lain, bagi calon kandidat, Gen Z bisa menjadi sasaran utama yang mampu memberi kontribusi besar pada perolehan suara dan kemenangan pada pemilu.Â
Partisipasi Gen Z dipandang mampu memberikan intensifikasi terhadap akses informasi terbuka dan luas mengenai berbagai isu dengan memanfaatkan kemajuan teknologi (media sosial) sesuai kemahiran mereka. Namun dalam konteks politik, ketertarikan mereka tidak begitu tinggi, karena rendahnya kesadaran dan adanya sikap apatis mereka terhadap isu-isu politik negara.Â
Dengan kemajuan teknologi digital yang kesehariannya tidak lepas dengan Gen Z atau mayoritas 8,5 jam per hari waktu mereka dihabiskan dengan berselancar di berbagai media sosial menjadikan ini sebagai salah satu strategi yang bisa dimanfaatkan oleh berbagai tokoh politik besar atau calon kandidat untuk melakukan kampanye online sekaligus memengaruhi pemikiran mereka untuk bertindak sebagai pemilih di pemilu 2024 mendatang.Â
Berbagai aplikasi media sosial, seperti Instagram, Tiktok, Facebook digunakan sebagai media sharing berbagai isu. Akses informasi yang disajikan terbuka dan tanpa batas waktu bisa menjadi media untuk para tokoh politik melakukan kampanye online kepada Gen Z.Â
Selain itu, dari sisi Gen Z sebagai pemilih, media sosial tersebut bisa digunakan untuk bisa lebih mengenali dan mengidentifikasi, juga melihat track record prestasi calon untuk memilih figur pemimpin yang mampu membawa perubahan dalam masyarakat nantinya, seperti dengan membuka ruang diskusi digital antar kalangan untuk saling sharing opini. Namun, sebelum Gen Z berpartisipasi sebagai pemilih dengan mengidentifikasi riwayat calon, diperlukan adanya kesadaran kolektif bahwa mereka memiliki tanggung jawab besar dalam menentukan pilihan politik atau pemimpin yang tepat tanpa didasari pengaruh propaganda dari tokoh politik atas kepentingan pribadinya. Â
Dengan begitu, Gen Z sebagai pemilih mayoritas pada pemilu mendatang akan mampu berpartisipasi dan mencerna informasi dengan baik sehingga turut menciptakan penyelenggaraan pemilu yang sehat sesuai prinsip demokrasi yang benar mampu akan membawa perubahan serta berdampak signifikan pada kesejahteraan masyarakat. Dalam pemilu 2024 nanti, sudah pasti suara Gen Z akan menjadi ladang rebutan para calon kandidat, namun dibalik itu, setidaknya dengan jumlah Gen Z yang banyak, mereka memiliki pemahaman lebih perihal dunia politik agar suara mereka tidak akan dimanfaatkan para calon tanpa mengetahui apa alasan mereka harus berpartisipasi pada pemilu 2024. Â
Penulis: Yesi Rahma Mustika dan Ira Suarilah, S.Kp, M.Sc, Ph.D. Universitas Airlangga
Referensi:
Republika.co.id (diakses tanggal 10/05/2023)
Kompas Nasional (diakses tanggal 10/05/2023)
Tirto. id (diakses tanggal 10/05/2023)
Kompas. id (diakses tanggal 10/05/2023)
Antara News (10/05/2023)
Ramadhan, D. (2022). Rasional-Demokratis. Jurnal Bawaslu Provinsi Kepulauan Riau, 144-158 (diakses tanggal 10/05/2023)
Journal of True Gen: Generation Z and Its Implications for Companies. McKinsey & Company. (accessed 10/05/2023)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H