Sejujurnya, aku mulai ketakutan, berusaha menelepon kakakku namun usahaku sia - sia ia tidak mengangkat teleponku. Didalam hati aku membacakan semua doa doa yang aku hapal, dan melanjutkan menonton TV. Saat aku mulai tenang, hujan pun sudah mulai reda ada suara seseorang mengetuk pintu rumahku. Ketukan pintu itu semakin keras terdengar. Aku memasang raut wajah dan sikap berani walaupun kenyataannya tidak, seperti rupa harimau, namun hati tikus. Alangkah senangnya aku, napasku mulai teratur saat melihat tetanggaku yang datang sambil memberi makanan untukku. Tak lupa aku berterima kasih dan meminta maaf karena sudah lama membukakan pintu untuknya.
Hari ini, aku harus tidur larut malam. Karena, kakakku lupa membawa kunci rumah. Sebenarnya, pukul setengah sembilan malam pun aku sudah mengantuk, tidak terbiasa untuk tidur larut malam. Saat menelepon kakak dia bilang sebentar lagi dia akan pulang, namun sampai sekarang aku menunggu diruang tamu dia belum juga datang. Aku menyalakan TV untuk memecah kesunyian diruangan ini, tiba - tiba air menyala padahal aku tidak menyalankannya dan masih menonton TV. Bingung, antara ingin mematikan air atau ingin kabur saja rasanya. Tapi, aku masih sadar ini pukul sebelas malam tidak mungkin aku keluar rumah. Dengan langkah kaki yang gemetar, aku berusaha memberanikan diri mematikan air. Namun, baru saja sampai di kamar mandi. Tiba - tiba suara motor kakakku terdengar, aku langsung berlari dan menangis di pelukkan kakakku.
Akhirnya, setelah dua hari menyimpan sendiri apa yang aku rasakan. Hari itu, aku menceritakan semuanya, tenang rasanya. Sebenarnya, kakakku pulang kerja jam delapan malam atau jam dua siang. Namun, dia bermain dulu setelah pulang. Walaupun, jarak rumah temannya dan rumah kita dekat tetap saja saat itu aku mengeluh dan mengancam mengadu ke orang tuaku.
"Iya besok gak main lagi, udah tidur aja jangan dipikirin." Kata kakakku sambil menenangkanku.
Aku yang teringat sesuatu, berlari ke kamar mandi karena air pasti sudah penuh. Kakak ikut menghampiri, aku menatap kakakku takut dan semakin gelisah. Karena, air yang tadi menyala sendiri sudah mati tanpa aku tahu siapa yang mematikannya.
Kemudian, hari keempat kakak menitipkanku ke adik nenek dari ayah sedangkan nenek dari ayah sudah meninggal. Jarak rumah kita dekat kira - kira hanya 40 meter saja. Awalnya, saat orang tuaku ingin pergi dia berniat menitipkan aku ke rumah adik nenek ini, tapi aku menolak menurutku lebih nyaman dirumah sendiri daripada dirumah orang lain. Tapi, sekarang aku menyesali perkataanku jika tau akan dijahili penunggu rumah lebih baik aku dirumah nenek.
Kegiatanku dirumah nenek menyenangkan aku bermain dengan cucu - cucu nenek, tidak seperti dirumah yang menegangkan dan menakutkan. Ketika hari sudah sore, kakak menjemputku aku berpamitan dan berterima kasih kepada nenek.
Saat masuk ke rumah spontan aku mengatakan "Hantu awas aja ya ganggu - ganggu lagi!" Ucapku dengan lantang dan berani.
"Heh gaboleh sompral nanti tau tau digangguin lagi." Kakak menakutiku sambil memperagakan seolah - olah seperti hantu.
Malam hari dirumahku terasa ramai, karena kakak mengajak teman - temannya ke rumah. Sampai jam sebelas malam sayup - sayup aku masih mendegar tawa dan obrolan mereka. Kemudian, aku tertidur dengan TV yang masih menyala. Aku ketakutan ketika bangun, karena mimpi buruk namun yang aku rasakan seperti nyata dan bukan mimpi. Aku menenangkan diri dan melihat sekeliling rumah sudah tidak ada siapa - siapa. Aku memutuskan untuk belajar, karena kemarin aku sama sekali tidak belajar padahal UN sudah semakin dekat.