Mohon tunggu...
Yesi PuspitaSari
Yesi PuspitaSari Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

🙏

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kukira Mereka Keluargaku

12 November 2020   18:18 Diperbarui: 12 November 2020   18:20 282
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://pin.it/1DE7dPv

Saat itu tahun 2014, tepatnya 6 tahun yang lalu saat usiaku 11 tahun dan aku masih duduk dibangku Sekolah Dasar. Kegiatanku sehari hari seperti anak kecil lainnya hanya bermain dan belajar. Aku anak bungsu, hampir setiap hari aku bermanja manja kepada kedua orangtua ku. 

"Ya wajar anak bungsu." Kata ayahku, dia yang membelaku ketika ibu mulai kesal dengan tingkahku.

Bulan April 2014 Ayah dan Ibu pergi ke Rumah Nenek di Subang karena ada suatu urusan yang tidak bisa ditinggalkan, rumahku di Bandung jadi jaraknya lumayan jauh. Awalnya aku menolak dengan keras tidak pernah terbayangkan sendirian di rumah selama satu minggu, karena kakakku bekerja ia berangkat pukul tujuh pagi atau pukul tiga siang dan seringkali pulang larut malam.

Namun, segala bujuk rayu diberikan oleh ibuku akhirnya aku luluh walaupun apa yang dikatakan tak selaras dengan apa yang diinginkan.

"Akur - akur sama kakak, nanti telepon ibu aja kalau ada apa apa." Ibu berusaha menenangkanku dan dibalas raut wajah muram olehku.

Sebelum pergi mereka berjanji akan pulang lebih cepat jika memungkinkan. Aku menatap kepergian mereka dengan sedih dan kesal.

Aku masuk kerumah dengan mengucap salam, walaupun tak akan ada yang menjawab salamku. Orang bilang rumahku ini menyeramkan, banyak orang mengadu karena dijahili oleh penunggu rumahku. Tapi, selama 11 tahun disana aku belum pernah merasa dijahili. Ibu pernah bilang kepadaku jika penunggu itu ada biarkan saja tidak usah diusir, karena kita hidup didunia yang berbeda, biarkan saja asal tidak saling mengganggu. Jadi, aku tidak takut ditinggalkan oleh orang tuaku pergi ke Rumah Nenek. Namun, yang aku permasalahkan karena kebiasaanku yang sering bermanja - manja jelas tidak bisa dilakukan jika orang tuaku tidak ada dirumah. 

Hari pertama kegiatanku dirumah aku isi dengan membaca pelajaran untuk persiapan Ujian Nasional karena aku sudah menginjak kelas 6 SD, sampai aku tertidur dengan buku - buku yang berserakan. Aku bangun dengan napas yang tersengal - sengal keringat dingin menjulur ditubuhku, mendadak aku merasakan hawa kamarku panas dan gersang. Aku baru saja mimpi buruk seperti kambing dikupas hidup-hidup. Kemudian, aku menenangkan diriku dan berdoa agar diberi ketenangan. 

Lalu hari kedua, aku mengawalinya dengan menelepon orang tuaku untuk menanyakan kabar mereka dan melepas rindu. Padahal, baru satu hari tapi rasanya seperti berminggu minggu. Ibu mengatakan kepadaku untuk tidak lupa makan, belajar, dan sholat.

Selama menelepon, aku merasa ada angin yang berhembus ke arahku awalnya pelan sampai lama - lama terasa kencang. Bulu kudukku merinding, aku mencoba berpikir positif mungkin karena sedang hujan deras. Seperti biasa, aku melanjutkan kembali kegiatan belajarku, aku tidak bisa bermain dengan teman - temanku karena saat itu sedang musim hujan. 

Kemudian hari ketiga, aku hanya menonton tv sambil memakan cemilan yang sudah disiapkan ibuku sebelum ia pergi. Diluar sedang hujan deras, jadi aku membesarkan volume TV. Samar samar aku mendengar seperti suara orang melompat mendekat ke kamarku. Aku mengecilkan volume TV untuk mendengar lebih jelas suara apa yang aku dengar. Namun, suara itu sudah tidak ada lagi saat aku melihat diluar kamarku juga tidak ada siapa siapa.

Sejujurnya, aku mulai ketakutan, berusaha menelepon kakakku namun usahaku sia - sia ia tidak mengangkat teleponku. Didalam hati aku membacakan semua doa doa yang aku hapal, dan melanjutkan menonton TV. Saat aku mulai tenang, hujan pun sudah mulai reda ada suara seseorang mengetuk pintu rumahku. Ketukan pintu itu semakin keras terdengar. Aku memasang raut wajah dan sikap berani walaupun kenyataannya tidak, seperti rupa harimau, namun hati tikus. Alangkah senangnya aku, napasku mulai teratur saat melihat tetanggaku yang datang sambil memberi makanan untukku. Tak lupa aku berterima kasih dan meminta maaf karena sudah lama membukakan pintu untuknya.

Hari ini, aku harus tidur larut malam. Karena, kakakku lupa membawa kunci rumah. Sebenarnya, pukul setengah sembilan malam pun aku sudah mengantuk, tidak terbiasa untuk tidur larut malam. Saat menelepon kakak dia bilang sebentar lagi dia akan pulang, namun sampai sekarang aku menunggu diruang tamu dia belum juga datang. Aku menyalakan TV untuk memecah kesunyian diruangan ini, tiba - tiba air menyala padahal aku tidak menyalankannya dan masih menonton TV. Bingung, antara ingin mematikan air atau ingin kabur saja rasanya. Tapi, aku masih sadar ini pukul sebelas malam tidak mungkin aku keluar rumah. Dengan langkah kaki yang gemetar, aku berusaha memberanikan diri mematikan air. Namun, baru saja sampai di kamar mandi. Tiba - tiba suara motor kakakku terdengar, aku langsung berlari dan menangis di pelukkan kakakku. 

Akhirnya, setelah dua hari menyimpan sendiri apa yang aku rasakan. Hari itu, aku menceritakan semuanya, tenang rasanya. Sebenarnya, kakakku pulang kerja jam delapan malam atau jam dua siang. Namun, dia bermain dulu setelah pulang. Walaupun, jarak rumah temannya dan rumah kita dekat tetap saja saat itu aku mengeluh dan mengancam mengadu ke orang tuaku. 

"Iya besok gak main lagi, udah tidur aja jangan dipikirin." Kata kakakku sambil menenangkanku. 

Aku yang teringat sesuatu, berlari ke kamar mandi karena air pasti sudah penuh. Kakak ikut menghampiri, aku menatap kakakku takut dan semakin gelisah. Karena, air yang tadi menyala sendiri sudah mati tanpa aku tahu siapa yang mematikannya. 

Kemudian, hari keempat kakak menitipkanku ke adik nenek dari ayah sedangkan nenek dari ayah sudah meninggal. Jarak rumah kita dekat kira - kira hanya 40 meter saja. Awalnya, saat orang tuaku ingin pergi dia berniat menitipkan aku ke rumah adik nenek ini, tapi aku menolak menurutku lebih nyaman dirumah sendiri daripada dirumah orang lain. Tapi, sekarang aku menyesali perkataanku jika tau akan dijahili penunggu rumah lebih baik aku dirumah nenek.

Kegiatanku dirumah nenek menyenangkan aku bermain dengan cucu - cucu nenek, tidak seperti dirumah yang menegangkan dan menakutkan. Ketika hari sudah sore, kakak menjemputku aku berpamitan dan berterima kasih kepada nenek.

Saat masuk ke rumah spontan aku mengatakan "Hantu awas aja ya ganggu - ganggu lagi!" Ucapku dengan lantang dan berani.

"Heh gaboleh sompral nanti tau tau digangguin lagi." Kakak menakutiku sambil memperagakan seolah - olah seperti hantu.

Malam hari dirumahku terasa ramai, karena kakak mengajak teman - temannya ke rumah. Sampai jam sebelas malam sayup - sayup aku masih mendegar tawa dan obrolan mereka. Kemudian, aku tertidur dengan TV yang masih menyala. Aku ketakutan ketika bangun, karena mimpi buruk namun yang aku rasakan seperti nyata dan bukan mimpi. Aku menenangkan diri dan melihat sekeliling rumah sudah tidak ada siapa - siapa. Aku memutuskan untuk belajar, karena kemarin aku sama sekali tidak belajar padahal UN sudah semakin dekat.

img-20201112-165121-5fad13ee8ede4854e50365d2.jpg
img-20201112-165121-5fad13ee8ede4854e50365d2.jpg
https://pin.it/6UWfMKK

Hari mulai sore, dan hujan semakin deras. Aku mengabari kakak ku untuk segera pulang dan dia menjawab akan pulang jam 6 sore.Sudah jam setengah tujuh malam tapi kakak ku belum pulang. Aku melihat keluar dari jendela kamar, hujan belum reda justru semakin deras ditambah petir yang terdengar menakutkan.

Tak lama, aku melihat motor kakak ternyata dia sudah pulang. Segera aku berlari untuk membuka pintu, namun ketika sampai disana aku tidak melihat keberadaan kakak. Tiba - tiba terlintas di pikiranku tentang mimpiku semalam, ini yang aku mimpikan dan ini terjadi. Seingatku, setelah ini aku akan melihat ibu. Dan benar saja saat menengok ke belakang ada ibuku sedang tersenyum manis melihatku. Aku ketakutan, bagaimana bisa ibuku ada disitu sedangkan dia sedang ada di Subang. Lidahku kelu, badanku gemetar doa - doa yang aku hapal seketika buyar aku hanya bisa memandangi sosok orang yang mirip ibuku. 

img-20201112-165059-5fad140b633122437e0f6642.jpg
img-20201112-165059-5fad140b633122437e0f6642.jpg
https://pin.it/bzkrxqj

Hingga terasa ada yang memegang tanganku dengan keras, padahal tidak ada siapa siapa didekatku. Aku masih dengan posisi yang sama, melihat sosok itu. Karena, tiba - tiba aku tidak bisa bergerak.

Perlahan genggaman ditanganku lepas. Saat itu pula aku bisa mengucapkan doa - doa. Doa apapun yang aku hapal aku bacakan dan segera pergi dari rumah itu untuk ke rumah nenek. Jarak rumah kita dekat, namun tidak tau kenapa rasanya sangat jauh dan aku kelelahan. Padahal, aku sudah berlari harusnya bisa cepat sampai rumah nenek. Ketika sampai dengan keadaan yang basah kuyup, ternyata di rumah nenek sedang tidak ada siapa - siapa. Aku menangis ketakutan, ditemani petir, dingin, dan sunyinya hari saat itu. Saat itu aku menyadari tanganku yang terasa digenggam terluka. 

Beruntung tidak lama nenek dan cucunya pulang. Nenek terkejut melihatku, nenek segera mengobati luka ditangan dan menenangkanku. Aku bercerita tentang semua kejadian yang aku alami, sejak saat itu aku menjadi penakut ketika hujan apalagi bila ada petir padahal awalnya aku suka bermain saat hujan.

Nenek selalu mengingatkan untuk berdoa dan sholat, aku menuruti dan sambil menunggu orang tuaku pulang aku menginap di rumah nenek. 

Ketika orang tuaku pulang mereka terkejut dan bingung. Karena, kakak memintaku untuk tidak diceritakan ke ayah dan ibu agar mereka tidak khawatir. Setelah ayah dan ibu mengetahuinya mereka menenangkanku dan memintaku untuk pulang ke rumah. 

Akhirnya aku pulang ke rumah, saat masuk tiba - tiba kepalaku terasa pusing dan kepalaku rasanya berat. Padahal ketika di rumah nenek aku baik - baik saja. Beberapa hari kemudian aku memaksakan untuk belajar karena UN sudah didepan mata. UN berjalan dengan lancar dan hasilnya pun memuaskan.

Tidak lama dari hari kelulusanku, ayah berkata bahwa kami sekeluarga akan pindah tempat tinggal karena tempat kerja ayah dan kakak pindah agar lebih dekat maka kita pindah rumah. Kebetulan sekolah SMP ku dekat dengan rumah baruku. Saat itu, aku senang karena akan ada suasana baru. Namun, aku juga sedih karena apapun kenangan buruk yang ada dirumah ini tetap ada kisah bahagia disana. Sebenarnya, setelah kejadian itu aku tidak merasakan hal-hal klenik lagi. Karena, aku selalu ditemani oleh ibu atau kakakku.

Aku membantu ibuku menyiapkan barang - barang karena besok kami akan pindah tempat tinggal. Sudah jam sepuluh malam, kami masih sibuk membereskan barang, sampai aku dan kakakku saling tatap merasakan ada hal yang sama terjadi. Saat itu, tiba - tiba semerbak wangi melati aku memberhentikan aktivitasku dan mengadu kepada orang tuaku. Kami sama - sama membaca do'a, namun wangi melati itu semakin kuat, tanganku mulai gemetar rasa takut yang perlahan hilang kini muncul kembali. Setelah kami terus berdo'a perlahan wangi melati itu hilang. Orang tuaku menyuruh aku untuk tidur, aku menurut karena saat itu sudah larut malam.

Saat pagi hari, rasanya aku ingin cepat - cepat pergi dari sana. Hawa dan suasananya tidak nyaman padahal ini masih pagi hari.

"Bu, ayo sekarang aja pindahnya aku takut." Aku mengadu pada ibuku. 

"Barangnya belum siap, nanti siang kita berangkatnya." Jawab ibu. 

Waktu terasa lama bagiku, gelisah ingin cepat - cepat pergi dari rumah ini. Namun, ketika semua barang sudah siap aku tiba - tiba merengek. 

"Aku gamau pergi mau disini aja, aku gamau pindah mau tinggal disini aja." Kalimat itu terus diucapkan olehku.

Tidak tahu dorongan dari mana aku mengatakan seperti itu. Padahal, sejak semalam sampai tadi pagi aku orang yang paling tidak sabar untuk pindah rumah. Seperti bukan aku yang mengatakan itu, namun itu keluar dari mulutku. Ayah datang dan menuntunku untuk istighfar, aku menuruti, dan suasana pun kembali tenang.

Kami sekeluarga pindah rumah dengan selamat pada hari itu. Ketika sampai aku merasakan hawa dan suasana rumah yang nyaman sangat berbeda dengan rumah duluku aku bersyukur dan sangat senang. Tetangga disini ramah dan kami sekeluarga bisa bersosialisasi dengan mudah. Sekolah pun lancar, walaupun pada awalnya aku merasa asing, tidak lama dari situ aku sudah mempunyai banyak teman.

Ibu mengatakan kepadaku untuk mencoba berani mengenai hal klenik. Aku berusaha walaupun tidak akan berhasil dengan waktu yang cepat. Perlahan waktu menyembuhkan dan membuatku tidak takut hujan lagi. Selama tinggal dirumah baru aku juga merasa nyaman dan aman karena tidak terjadi hal - hal mistis lagi. 

Karya : Yesi Puspita Sari 

Kelas : XII MIPA 4 

SMAN 1 Padalarang 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun