Mohon tunggu...
Yesi Moci
Yesi Moci Mohon Tunggu... -

penulis novel cinta pada pendengaran pertama

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Paraphase Novel Cinta pada Pendengaran Pertama

18 Juni 2011   04:04 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:24 270
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Uni pun pada saat itu terbakar amarah yang membara ketika dia dan Lin Yin menyaksikan dari kejauhan kalau ayah kandung Uni berpelukan dengan seorang perempuan seksi dan bahenol-geulis pisan yang pernah dipergokinya berboncengan dengan ayahnya sebagaimana diceritakan pada awal cerita di novel ini. Uni sudah bersiap-siap melabrak dan memuntahkan caci maki terhadap perempuan dan laki-laki ayah kandungnya tersebut, namun sebelum niat Uni terealisasikan handphone milik Lin Yin berbunyi dan setelah Lin Yin mengangkat panggilan dari handphone-nya tersebut Lin Yin pun langsung menyeret Uni untuk kembali pulang sambil mengatakan bahwa Lin Yin harus segera pulang dan urusan dengan ayah kandung Uni yang sedang bermesraan tersebut mohon di pending terlebih dahulu dan juga Lin Yin menandaskan hendaklah Uni berpikiran positif terlebih dahulu sebelum mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Uni pun dengan terpaksa mengurungkan niatnya untuk melabrak dan mencaci-maki kedua insan yang dianggapnya sedang bermesraan tersebut.

Sesampainya dirumah dengan pelan-pelan Lin Yin berkata pada Uni bahwa Lin Yin tidak bisa menemani Uni untuk mengungkapkan kebenaran atas prasangka buruk Uni kepada ayah kandungnya tersebut, karena melalui panggilan dari handphone tersebut Lin Yin mendapatkan informasi bahwa suaminya yang berada di negeri China sedang sakit keras dan oleh karena itulah Lin Yin harus pulang ke negeri asalnya, Ghuangzou.

Uni pun harus menghadapi permasalahan tersebut seorang diri. Permasalahan Uni pun tidak hanya itu, dikemudian hari, permasalahan Uni bertambah yakni Uni mendapati kenyataan bahwa adiknya Ulfah ternyata telah berbohong kepada teman-temannya. Ulfah mengatakan pada teman-temannya bahwa dia adalah anak dari orang kaya dimana orang tuanya sedang traveling ke luar negeri, dan seorang perempuan yang tidak lain adalah kakak kandungnya, Uni, adalah seorang anak pembantunya. Rumah kecil yang ditempati oleh Ulfah diakuinya hanyalah rumah pembantunya, karena orang tuanya sedang traveling ke luar negeri Ulfah dititipkan di rumah pembantunya. Sedangkan rumahnya yang asli adalah rumah yang berukuran besar dan elite.

Dua permasalahan tersebutlah (ayah dan adik kandungnya) yang membuat Uni rasanya tidak kuat menanggungnya sendiri secara psikologis. Dan untuk itulah kemudian dia curhat kepada sahabat-sahabatnya “yang tidak terlihat” tentang permasalahan yang dihadapinya *udah kayak hantu aja!* yang tergabung dalam Suara Hikmah FM. Tidak hanya permasalahan keluargannya saja yang dihamburkan oleh Uni dalam curhatannya tersebut melalui siara radio yang diselenggarakan oleh Suara Hikmah FM, namun juga permasalahan pribadinya, yakni masalah ketidak percayaan dirinya yang mengidap penyakit ayan dan kondisi cacat fisik yang dialaminya, Uni bermata juling semenjak dia dilahirkan.

Diantara para sahabat on air-nya di radio Suara Hikmah FM ada salah satu pria yang selalu memberikan masukan dan dukungan moral kepada Uni terhadap pelbagai permasalahan yang dihadapinya tersebut. Intensitas perhatian melalui siaran radio tersebut pada gilirannya menggumpal di dalam hati Uni dan melahirkan sebentuk cinta di dalam hati Uni. Suara dari pria itu seakan-akan membelai hati Uni dengan kelembuatan yang luar biasa menenangkan kesemerawutan Uni. Yah, Uni jatuh cinta kepada pria itu karena perhatian khususnya yang diberikan oleh pria itu kepada Uni. Pria itu bernama Herdiansyah, yang akrab dipanggil Dian.

Sebelum aku membawa pembaca untuk mengintip tentang hubungan asmara antara Uni dan Dian, terlebih dahulu mari kita soroti kelakuan ayah kandung dan adik kandung Uni, Ulfah, dalam novel yang ditulis oleh seorang [Jihader melalui tulisan] Yessi Moci ini:

Ayah kandung Uni setiap kali pulang ke rumah selalu uring-uringan. Pernah suatu hari Uni menanyakan seorang perempuan bahenol dan semok yang pernah diboncengi dan dipeluk oleh ayahnya tersebut, tapi bukannya dijawab oleh ayahnya, ayahnya malah marah-marah ga karuan kayak orang kesetanan. Hal ini semakin membuat Uni stress dan frustrasi. Uni pun merenung, kenapa ayahnya ditanya bukannya menjawab tapi malah marah-marah? *Uni berusaha untuk mengoreksi diri* Uni berpikiran apakah karena Uni bertanya kepada ayahnya itu sambil marah-marah dibarengi dengan kata-kata yang menyerang?

Berangkat dari perenungannya tersebut, Uni pun dikemudian hari menyapa ayahnya yang baru pulang dari bepergian dengan suara lembut, selembut sutra dan semerdu lantunan Nasyid, musik bernuansa religi kesukaan Uni dan Dian. Apa yang terjadi? Sang ayah pun membalas sapaan dari anak kandungnya tersebut dengan kelembutan pula. Nah, berangkat dari sinilah kemudian Uni menarik sebuah kesimpulan bahwa, “Jika dihati muncul rasa benci dan kesal terhadap seseorang hilangkanlah dengan menumbuhkan rasa cinta (Yessi Moci, 2011:30).” Dan berangkat dari sinilah merembet pula ungkapan: “Tanamkanlah cinta, hingga hati yang terdalam. Sebab cinta dapat mengobati hati gundah dan rasa yang gersang.”

Sementara itu, kelakuan Adiknya Ulfah yang berbohong tersebut semakin membuat kesal hati Uni, berbohong tentang orang tua-nya sedang traveling ke luar negeri lah, rumahnya besar-elite lah, dan lebih kurang ajarnya lagi menyebut-nyebut kakaknya sendiri, Uni, sebagai anak pembantunya. Huh! Kesal sekali rasanya Uni.

Rasa dongkol dan marah Uni pun semakin menjadi-jadi ketika dia pulang ke rumahnya dia mendapati ayahnya berani sekali membawa seorang perempuan seksi-bahenol-bodi uhuy ke rumah yang dibeli oleh Ibundanya yang tengah bekerja di luar negeri sebagai pembantu rumah tangga tersebut. Dan ketika itu ayahnya pun berusaha menyapa Uni dengan baik-baik, namun Uni tidak memperdulikannya, tanpa berbicara sepatah katapun Uni langsung ngeloyor masuk ke kamarnya, membanting pintu kamar, menguncinya, menjatuhkan diri di atas ranjang, kemudian menangis sesenggukkan atau tersedu-sedu. Hancur berkeping-keping rasanya hati Uni pada saat itu, remuk dan ga karu-karuan rasanya.

Mendapati sikap jutek dan judes dari anaknya Uni tersebut, ayah Uni pun menyusul Uni ke kamar dan menjelaskan duduk permasalahannya. Dari penjelasan ayah kandungnya tersebutlah Uni kemudian pada akhirnya baru mengetahui bahwa perempuan yang pernah berboncengan, berpelukan dengan ayah kandungnya dan kini berada di dalam rumahnya adalah adik tiri dari ayahnya, yang baru saja sembuh dari perawatan penyakit ketidak normalannya (gila) di sebuah rumah sakit jiwa yang pernah didatangi oleh Uni dan Lin Yin. Tetapi yang menjadi pertanyaan Uni mengapa ayahnya tidak bercerita jauh-jauh hari? Jawabannya sederhana, ayahnya pun baru mengetahui belum lama ini bahwa dia memiliki seorang adik tiri yang sedang di rawat di rumah sakit jiwa setelah bapak dari ayah-nya Uni meninggalkan dengan tidak bertanggung jawab ibu tiri ayah-nya Uni. Ketika dia mengetahui adik tirinya sedang dirawat di rumah sakit jiwa, permasalahan keuangan untuk perawatan dan pengobatan adik tirinya tersebut pun menjadi permasalahannya pula. Bingung rasanya ayah-nya Uni untuk membayar biaya perawatan dan pengobatan adik tirinya tersebut, maka wajarlah ketika dia pulang kerumah selalu uring-uringan, dan ketika menerima pertanyaan yang memojokkan dari Uni, anaknya, justru dia malah marah-marah bukannya menjawab sesuai dengan pertanyaan yang disodorkan oleh Uni.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun