Mohon tunggu...
Yesicca Sinaga
Yesicca Sinaga Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pekerja media. Pecinta seni. Penikmat hidup.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Wae Rebo: Permata Tersembunyi di Lembah Manggarai

5 Maret 2015   02:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:09 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kebersamaan adalah hal penting bagi masyarakat Wae Rebo. Karenanya di dalam satu rumah adat bisa tinggal 6 sampai 8 keluarga. Hal ini dilakukan pada masa lalu agar warga dapat dengan mudah mengatur strategi saat perang. Meski zaman dulu perang tak terelakkan, tapi warga Wae Rebo memilih untuk menghindarinya. Karenanya mereka memilih hidup di lembah yang jauh dari desa lainnya. Sebab pada dasarnya orang Wae Rebo adalah orang-orang yang cinta kedamaian. Kita tidak akan menemukan senjata tradisional di dalam rumah adat mereka. Di Mbaru Niang utama dan terbesar yang bernama Rumah Gendang kita malah akan menemukan banyak alat musik. Ya! Warga Wae Rebo sangat suka bernyanyi. Mereka juga tak akan segan mengajarkan kita melakukan Mbata, suatu seni bernyanyi dan memainkan alat musik perkusi berupa gong. Pada beberapa acara adat, selain bermain Mbata mereka pun kadang akan melakukan tarian Caci. Biasanya mereka mengundang warga dari desa lain untuk menjadi lawan mereka. Tari Cari adalah tari perang khas Manggarai. Dalam tarian itu ada dua kelompok yang akan bergantian mencambuk lawannya. Bukan dengan maksud untuk menyakiti melainkan menyimbolkan uji ketangkasan dan persaudaraan. Meskipun seringkali para penari Caci mendapat luka cambuk, tapi pertarungan mereka juga diiringi tarian dan nyanyian yang bermakna ucapan syukur.

[caption id="attachment_371459" align="aligncenter" width="448" caption="Tari Caci - Wujud Persaudaraan yang Ditandai dengan Cambukan"]

14254715441760214426
14254715441760214426
[/caption]

Desa ini belum dilalui jalur listrik. Karenanya listrik dijalankan dengan generator hanya di malam hari. Tapi jangan sia-siakan waktu di malam hari dengan hanya berdiam di dalam rumah. Anda harus keluar rumah dan menatap langit malam Wae Rebo. Langit hitam tampak seperti ditumpahi susu karena banyaknya bintang yang bersinar terang. Nafas terasa sesak. Karena menikmati langit malam Wae Rebo membuat saya merasa sangat kecil di alam semesta ini. Beberapa teman saya berhasil melihat bintang jatuh. Dan saya yakin saat melihat bintang itu mereka berharap untuk dapat kembali lagi ke Wae Rebo.

Menyebut Mbaru Niang sebagai salah satu mahakarya Indonesia rasanya tidak berlebihan. Karena di balik keindahan yang nyaris tak terjamah pemberitaan media itu, Mbaru Niang dapat berdiri kokoh karena gotong royong tanpa pamrih masyarakatnya. Tak pernah terlintas di benak warganya untuk mendapat penghargaan dari kerja keras tersebut. Semua dilakukan dengan kerendahan hati dan penuh kesabaran semata-mata karena rasa hormat mereka pada nilai-nilai yang diwariskan para leluhur.

NB: Artikel ini sudah pernah dimuat di Majalah CHIC, November 2011, dengan beberapa penyesuaian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun