"Sudah diajukan Surat Keterangannya sejak beberapa tahun yang lalu. Tapi tak ada jawaban. Jadi, saya berikan apa yang saya berikan saja untuk menjaga. Ada warga juga yang ikut membantu dana dan mengurus situs," ujar pak Trimurti seputar pengajuan surat usulan keterangan cagar budaya.Â
Sedari 2017Â menanti, hingga kini, sumbangan dan respon yang didapat hanyalah lampu-lampu sorot dan lampu pekarangan untuk menerangi beberapa titik di situs.Â
Setelah bercakap singkat, Pak Trimurti dengan rendah hati menawarkan, mengantarkan dan memandu saya dalam penelitian dan pengamatan saya di situs monumen Segoroyoso.
Sesampainya di sana, Pak Trimurti menunjukkan struktur atap gapura yang masih menggunakan kayu dari tahun pertama dibangun; tahun 1983. Beliau mengutarakan niatnya untuk memperbaiki struktur tersebut juga setelah mengecat hijau pagar bambu pekarangan.Â
Saya mulai mengukur situs tersebut menggunakan meteran saya; ternyata situs ini cukup luas. Tentu merupakan kegiatan yang cukup melelahkan bagi bapak Trimurti untuk mengolah dan memelihara situs ini seorang diri.Â
Dari 23 meter bentang lebar Selatan dan Utara situs, pagar bambu buatan tangan tersebut menutupi bagian Selatan yang tak lagi berpagar.
Dahulunya, pagar di bagian Selatan ini memiliki struktur yang sama dengan sisa tembok pagar bercat putih yang berada di Barat situs yang berbatasan langsung dengan rumah warga.Â
Tanaman perdu pucuk merah yang menghias pekarangan situs juga merupakan hasil sumbangan dan pekerjaan tangan bapak Trimurti. Tanaman lain seperti seperti euphorbia, kamboja, pohon alpukat dan lainnya juga merupakan sumbangan beliau.
Seluruh struktur yang tersisa pada situs ini masih sama persis dengan keadaan pertama kali dibangun. Mulai dari bangunan utamanya, gapuranya, sisa pagar yang ada, hingga kedua monumen dan tiang bendera situs. Ada pula tiga tanaman Dracaena fragrans (L.) atau sri gading yang merupakan peninggalan pembangunan awal situs ini.