Relasi adalah itu yang menjadi kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk sosial. Hal ini memasukkan manusia ke dalam ruang keseharian dalam eksistensinya bersama dia yang lain. Relasi bahkan tidak bisa hanya menjadi sekadar kebutuhan dasar, melainkan natura dari manusia. Dengan kata lain, manusia tidak pernah bisa lepas dari relasinya dengan sesamanya. Apabila ada manusia yang demikian, maka ia mengingkari kodratnya sendiri.[1] Manusia adalah makhluk sosial yang selalu membutuhkan kehadiran sesama. Eksistensi sesama lahir dari sebuah relasi.Â
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang perlu relasi dan cinta dalam menjalani hidupnya. Hidup tanpa relasi dan cinta sama dengan rasa dahaga. Tidak ada yang memberikan suatu makna bagi hidup manusia kecuali cinta dan relasi. Relasi dan cinta memiliki makna yang luas dalam hidup manusia. Rasa saling mencintai merupakan hal yang esensial dalam kehidupan keluarga. Hidup manusia hanya sementara, akan lebih indah bila di dalamnya ada relasi dan cinta. Kehidupan manusia yang hidup dilandasi dengan relasi dan cinta, akan tercipta sebuah kehidupan keluarga yang harmonis. Mengapa? Karena relasi yang baik sulit didapatkan. Hal ini dikarenakan manusia kurang memahami substansi relasi cinta dalam kehidupan keluarga.Â
Dalam Relasionalitas, Armada Riyanto menekankan salah satu kodrat manusia, yaitu sebagai makhluk relasional. Menurutnya, manusia selalu merindukan relasi, baik dengan sesamanya, maupun dengan dirinya sendiri, sebagai 'Aku', manusia memiliki segala komponen untuk berelasi dengan sesamanya.[2]
Eksistensi manusia di dunia pertama-tema untuk membangun sebuah keluarga lewat relasi dan cinta. Relasi dan cinta merupakan hal yang esensial dalam membentuk sebuah keluarga. Penulis ingin mengulas tema ini karena penulis melihat bahwa dewasa ini banyak kehidupan keluarga mengalami krisis relasi dalam kehidupan berkeluarga.Â
Pada hal kita tahu bahwa tujuan manusia membentuk kehidupan keluarga adalah untuk saling berelasi dan saling mencintai. Namun dalam realitanya tidak demikian. Indikasi ini menunjukkan bahwa kehidupan keluarga dewasa ini kurang melandaskan relasi cinta dalam kehidupan keluarga yang baik. Menurut Pierre Teilhard de Chardin; seorang rohaniwan, geolog dan paeontolog, filsuf; manusia itu tidak bisa hidup sendirian tetapi memerlukan peran serta orang lain dalam proses hidupnya. Untuk menjadi 'manusia' maka setiap individu harus membangun kerjasama dengan orang lain. Keberadaan orang lain merupakan sesuatu yang imperatif bagi seorang individu.[3] Pierre Teilhard de Chardin mengatakan dengan spesifik bahwa kehidupan manusia itu selalu membutuhkan orang lain. Kehadiran sesama itu hanya hadir dan dalam relasi. Relasi merupakan fondasi dalam membangun sebuah keluarga.
Â
Apa itu relasi?
Pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berelasi. Manusia membangun relasi pertama-tama dengan Allah. Karena ketika Allah menciptakan Adam belum ada manusia yang lain. Maka sudah pasti bahwa manusia pertama hanya berelasi dengan Tuhan. Â Namun yang berinisiatif untuk membangun relasi adalah Allah sendiri. Allah berinisiatif menciptakan relasi dengan manusia karena Allah ingin manusia tetap berada dalam lindungan-Nya. Dalam kehidupan keluarga relasi itu sangat penting. Relasi itu penting karena merupakan jembatan untuk menyatukan manusia dalam satu keluarga. Dewasa ini banyak kehidupan keluarga mengalami krisis kebahagiaan. Krisis ini terjadi karena mereka kurang menciptakan relasi yang baik dalam kehidupan keluarga. Pada hal Allah memberikan potensi yang sungguh luar biasa kepada manusia. Tetapi manusia kurang menggunakan pontesi itu dengan bijaksana. Dalam hal mereka tidak menciptakan relasi dengan Allah yang begitu mendalam. Hal ini mengindikasikan bahwa manusia hanya mengandalkan egonya sendiri. Maka tidak mengherankan kalau kehidupan keluarga di zaman sekarang banyak mengalami krisis kebahagiaan. Penyebab utamanya adalah manusia tidak menciptakan relasi yang bijaksana dalam kehidupan keluarga. Â Â Â
"Aku" berelasi, berkomunikasi. Jika kita kembali ke Adam, kita memiliki imajinasi demikian. Ketika untuk pertamanya kali Adam hadir, ia sendirian. Kesendirian mengatakan bahwa Adam beraktivitas namun belum berelasi. Ia harus kita katakana "belum berelasi" karena ciptaan lain tidak memiliki kesadaran mengenai "ke-Aku-annya". Ketika itu, ketika hanya Adam yang memiliki "Aku", ia adalah ciptaan yang dapat berelasi dengan pribadi lain yang lebih besar darinya, yang adalah sang "Aku". Pribadi yang lebih besar dari Adam dan yang mengatasi segala kehadiran ciptaan lain itulah Allah.[4] Â Â
Armada Riyanto mengatakan dengan jelas bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk yang berelasi dan berkomunikasi. Ia menjelaskan bahwa kehidupan manusia pertama belum berelasi atau berkomunikasi dengan sesama karena waktu itu Allah baru menciptakan Adam sendiri. Maka sudah pasti bahwa Adam belum bisa berelasi dengan sesama, kecuali dengan pribadi lain dalam hal ini berelasi dengan Allah. Tetapi relasi dan komunikasi ini bukan inisiatif dari Adam melainkan inisiatif dari Allah sendiri. Allah ingin menciptakan hubungan yang mesra dengan manusia. Komunikasi antara Adam merupakan satu contoh dalam kehidupan keluarga. Allah telah memperlihatkan kepada manusia bahwa keutuhan dalam kehidupan keluarga terletak pada relasi atau komunikasi.
Tanpa relasi, kehidupan keluarga tidak akan bermakna apa-apa. Akhir-akhir ini kita melihat dan mendengar bahwa peceraian terjadi di mana-mana. Bila kita menelusuri fenomena ini secara mendalam, kita akan menemukan bahwa perceraian ini terjadi karena kurang adanya relasi yang mendalam dalam keluarga. Ini adalah realitas yang tengah terjadi di zaman sekarang. Armada Riyanto ingin mengafirmasikan bahwa dalam kehidupan keluarga relasi itu menjadi unsur penting. Menjadi unsur penting karena relasi itu menjadi fondasi utama dalam membangun sebuah keluarga.