Salomo menulis kitab ini pada masa awal pemerintahannya sebagai raja. Tujuan dari kitab ini sendiri dengan jelas bisa kita lihat dalam pasal 1:2-7 mengenai hikmat dan pengertian, mengenai perilaku yang bijak, kebenaran, keadilan, dan kejujuran, sehingga orang yang tidak berpengalaman dapat menjadi orang bijak, kaum muda dapat memperoleh pengetahuan dan kebijaksanaan, dan orang bijak bisa menjadi lebih bijak lagi.
    Dengan demikian, secara keseluruhan dan secara umum saya melihat tema dari kitab Amsal ini adalah mengenai pedoman, nasihat, dan petunjuk untuk hidup dengan bijaksana. Kata 'bijaksana' sendiri perlu kita ketahui maksud sebenarnya.Â
Saya pernah membaca sebuah buku yang mengatakan: "The word 'wisdom' in the Scriptures means the ability to use knowledge aright". Jadi, Kata 'kebijaksanaan' dalam Alkitab artinya adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dengan benar".Â
Karena banyak orang yang mempunyai pengetahuan (knowledge), namun tidak mengerti menggunakannya di dalam praktek kehidupannya dengan benar. Itu adalah sedikit mengenai tema dari kitab Amsal yang saya simpulkan.
Nah, kembali kepada Pasal 1:8 dan 9 ini. Di ayat ini saya melihat ada suatu perintah yang sedang dilayangkan oleh penulis kepada 'anaknya'. Namun di Alkitab Terjemahan Indonesia dari LAI hanya diterjemahkan sebatas 'dengarkanlah'.Â
Setelah saya mempelajari sedikit mengenai bahasa Ibrani, dan saya coba melihat kata ini ke dalam bahasa aslinya, saya menemukan bahwa kata aslinya adalah  (shama), yang dalam Strong Dictionary artinya adalah: to hear intelligently (often with implication of attention, obedience, atau berimplikasi perhatian dan kepatuhan/ketaatan. Namun yang saya garis-bawahi di sana adalah mengenai perhatian dan kepatuhan/ketaatan.
    Jadi ayat 8a ini sedang memberikan command kepada 'anak' untuk [mendengar] dengan perhatian dan taat/patuh kepada 'didikan' ayahnya. Kata 'didikan' di ayat ini juga saya lihat ke dalam bahasa Ibrani, dan saya menemukan bahwa kata aslinya adalah (musar), yang dalam Strong Dictionary artinya adalah: properly chastisement; figuratively reproof, warning or instruction; also restraint: - bond, chastening ([-eth]), chastisement, check, correction, discipline, doctrine, instruction, rebuke, atau dalam bahasa Indonesia: hukuman yang tepat; teguran, peringatan atau instruksi kiasan; juga menahan: - ikatan, menghukum , hukuman, pemeriksaan, koreksi, disiplin, doktrin, instruksi, teguran. Yang saya garis-bawahi di sana juga adalah mengenai hukuman, disiplin, instruksi, dan teguran. Di mana ayat ini menurut saya tidak hanya sekedar berbicara 'didikan' ayah saja, namun termasuk juga di dalamnya adalah hukuman, pendisiplinan, instruksi, dan teguran-teguran dari seorang ayah.
    Dalam ayat 8a ini juga, yang disebut 'anakku' oleh Salomo bukan sedang berbicara anak kandung Salomo, namun pada tradisi saat itu berbicara lebih kepada hubungan antara guru dengan murid, bukan antara orang tua dengan anak. Â
    Dari ayat 8a ini kita bisa melihat bahwa seperti yang saya bilang sebelumnya, bahwa salah satu tujuan dari kitab Amsal ini adalah agar kaum muda seperti kita bisa memperoleh kebijaksanaan. Dan kebijaksanaan artinya tadi adalah mengenai 'melakukan pengetahuan kita dengan baik dalam kehidupan', atau dengan kata lain 'aplikasi dari knowledge atau pengetahuan kita' -- terutama mengenai pengetahuan akan Firman Tuhan. Firman Tuhan yang ada dalam Amsal 1:8a ini khususnya harusnya kita bisa aplikasikan dengan bijaksana melalui penjabaran saya tadi bahwa kita harus menaruh pendengaran, perhatian, dan ketaatan kita kepada didikan orang tua (ayah) kita. Walaupun mungkin 'didikan' itu berupa teguran, disiplin, koreksi, dan bahkan hukuman.
    Karena yang dilakukan oleh orang tua (ayah) kepada anaknya pada umunya pasti bertujuan untuk kebaikan, baik itu kebaikan anaknya, maupun kebaikan bagi orang yang lain secara tidak langsung melalui perbuatan anaknya itu.
    Di saat saya masih duduk di bangku Sekolah Dasar, saya punya seorang teman yang sering disebut sebagai anak yang 'nakal' oleh guru-guru di sekolah itu. Rumah dia dengan saya cukup dekat, sehingga kita terbiasa bermain bersama sebagaimana anak-anak seumuran SD. Dia sering datang ke rumah saya sekedar bermain, saya juga sebaliknya.  Dengan demikian saya sering melihat aktivitas di dalam rumah mereka, dan dia juga sebaliknya. Suatu hari sepulangnya dari sekolah, kami pergi kami terlebih dahulu ke rumah si teman ini. Sebelumnya, di pagi harinya, dia terkena teguran dari guru akibat ulahnya tidak mengerjakan tugas. Setibanya di rumahnya, guru yang menghukum dia ternyata sudah memberitahukan kepada orang-tuanya mengenai kesalahan anak itu. Akhirnya ketika kami tiba di rumahnya, ayah dari anak ini menegaskan kepada dia supaya tidak pergi keluar dan bermain seperti yang biasa dilakukannya, tapi harus belajar dengan ekstra di rumahnya. Besoknya kami kembali lagi dari sekolah, dan dengan kasus yang sama lagi. Namun kali ini ayahnya mulai menampar dia dengan tangan.