Mohon tunggu...
YEOYE RAMADANI
YEOYE RAMADANI Mohon Tunggu... Mahasiswa - 43220010186 Universitas Mercu Buana. Mata Kuliah : Teori Akuntansi. Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, CIFM, CIABV, CIBGG

Yeoye Ramadani 43220010186 Universitas Mercu Buana. Mata Kuliah : Teori Akuntansi. Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak, CIFM, CIABV, CIBGG

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB2_Teori Akuntansi Pendekatan Semiotika

23 Mei 2022   23:02 Diperbarui: 23 Mei 2022   23:55 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Semiotika adalah metode ilmiah atau analitis untuk mempelajari simbol. Simbol adalah alat yang kita gunakan untuk menemukan jalan kita di dunia, di antara dan dengan umat manusia. Semiotika, atau dalam kata Barth, semiotika, pada dasarnya adalah studi tentang bagaimana manusia menafsirkan sesuatu. 

Dalam hal ini, makna (sinicization) tidak dapat dikacaukan dengan komunikasi (communication). Makna berarti bahwa objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal ini objek berkomunikasi, tetapi juga merupakan sistem simbol yang terstruktur. 

Dengan demikian Barth melihat materialitas sebagai proses holistik dengan pengaturan yang terstruktur. Makna tidak terbatas pada bahasa, tetapi mencakup hal-hal selain bahasa. 

Barthes percaya bahwa kehidupan sosial, apapun bentuknya, adalah sistem tandanya sendiri.Teori semiotika Barth hampir diturunkan dari teori bahasa De Saussure. Roland Barthes mengungkapkan bahwa bahasa adalah sistem simbolik yang mencerminkan asumsi masyarakat tertentu pada waktu tertentu (Sobur, 2003: 53). 

Selanjutnya (Barthes 1957, in de Saussure, in de Saussure oleh Sartini) menggunakan teori Signifiant-signifie, yang berkembang menjadi teori metabahasa dan intensi. Istilah yang bermakna menjadi ekspresi (E), dan penanda menjadi isi (C). Tetapi, kata Barth, harus ada hubungan (R) tertentu antara E dan C agar dapat membentuk suatu tanda (sign, Sn). Konsep hubungan ini merupakan teori tentang beberapa simbol dengan konten yang sama. 

Perkembangan ini dikenal sebagai fenomena metalinguistik dan membentuk apa yang disebut sinonim (Nyi wayan Sartini). Dalam pandangan Saussure, Barthes juga percaya bahwa hubungan antara penanda dan tanda tidak terbentuk secara alami, melainkan arbitrer.  

Barthes mengusulkan lima kode yang biasanya beroperasi dalam teks, yaitu:

1. Kode interpretasi berada di bawah kode interpretasi,

Seseorang akan membuat daftar berbagai istilah (bentuk) dalam bentuk teka-teki yang dapat dibedakan, dispekulasikan, dirumuskan, dipertahankan, dan akhirnya diselesaikan. Kode ini juga dikenal sebagai Suara Kebenaran.

2. Kode Proairetik adalah tindakan naratif dasar yang tindakannya dapat terjadi dalam berbagai urutan yang dapat diindikasikan. Kode ini juga disebut suara empiris.

3. Kode budaya sebagai acuan ilmu atau lembaga ilmiah.

4. Kode simbolik adalah hal yang mudah berubah, dan subjek dapat ditentukan dalam berbagai bentuk tergantung pada metode perspektif yang digunakan.

Pada tahun 1956, Roland Barthes, yang pernah membaca Saussure: General Linguistics, melihat kemungkinan penerapan semiotika pada bidang lain. Dia bertentangan dengan Saussure tentang status linguistik sebagai bagian dari semiotika. Dia berpendapat bahwa, di sisi lain, semiotika adalah bagian dari linguistik, karena tanda-tanda di bidang lain ini dapat dianggap sebagai bahasa, yang mengungkapkan ide (makna), adalah elemen yang dibentuk oleh penanda, dan terkandung dalam struktur. 

Dalam semiotika Barth, denotasi adalah sistem penandaan tingkat pertama, dan konotasi adalah tingkat kedua. Dalam hal ini, ekstensi lebih dikaitkan dengan makna tertutup. Sebagai reaksi literal terhadap konotasi yang menindas ini, Barth berusaha menyingkirkannya dan menolaknya. Baginya, hanya ada konten.

Menurut Barthes, analisis naratif struktural memiliki asal-usul metodologis pada perkembangan awal yang disebut linguistik struktural, karena dalam perkembangannya kemudian disebut semiotika tekstual atau semiotika. Jadi, secara sederhana, analisis naratif struktural bisa disebut juga dengan semiotika tekstual karena berfokus pada teks. Alasannya sama, yaitu mencoba memahami makna karya dengan cara menata ulang makna-makna yang berserakan dengan cara tertentu. 

Untuk memberikan perhatian yang lebih luas pada transmisi makna dan pluralitas teks, ia berusaha untuk mengatur penanda dalam wacana naratif ke dalam serangkaian segmen ringkas dan berkesinambungan yang disebutnya leksia, unit membaca, membaca) dengan panjang pendek yang berbeda.

Sepotong bagian teks yang berdampak atau memiliki fungsi yang khas bila dibandingkan dengan teks lain di sekitarnya adalah sebuah leksia. Sebuah leksia sesungguhnya, tetapi, bisa berupa apa saja, kadang-kadang hanya berupa satu-dua patah kata, kadang-kadang kelompok kata, kadang-kadang beberapa kalimat, bahkan sebuah paragraf, bergantung pad Dimensinya bergantung kepekatan (density) konotasi-konotasinya yang bervariasi sesuai momen-momen teks. 

Leksia-leksia tersebut dapat ditemukan dalam proses pembacaan teks, baik pada tataran kontak pertama di antara pembaca dan teks maupun pada saat satuan-satuan itu dipilah-pilah sedemikian rupa sehingga diperoleh aneka fungsi pad suatu tataeam perorgsnisasian yang jauh lebih tinggi.

Roland Barthes Roland (1985) berpendapat bahwa teks beroperasi lima kode pokok (cing codes) yang di dalamnya terdapat penanda tekstual (baca: leksia) yang dapat dikelompokkan menjadi lima kode . Menurut Barthes, ada lima jenis kode:  

(1) hermeneutik (kode teka-teki),

(2) semik (makna konotatif)

(3) symbolik

(4) proaretik (logika tindakan)

 (5) gnomik kode (kode kultural).

Kode hermeneutik atau teka-teki yang dimaksud diharapan pembaca untuk mendapatkan "kebenaran" bagi pertanyaan yang muncul dalam teks. Kode teka- teki merupakan unsur terstruktur yang utama dalam narasi tradisional.

Semiotik menggunakan teks sebagai kumpulan tanda. Semiotik dapat digunakan untuk memahami kebiasaan dan fungsi kerja. Pendekatan ini akan menghasilkan pembohong, memungkinkan makna terdalam dan tersembunyi dalam satu teks (objek penelitian) untuk tersingkap.

Semiotik teori teks tidak membahas tentang teks, membuat berbicara, bahkan hal di luar dirinya. Karena itu, teks hanya bisa dipahami dengan mempelajarinya melalui makna yang sudah paten, mapan, dan menjadi kesepakatan banyak orang dari hari ke hari (konvensi sosial). Namun, Anda juga harus membaca qarinah (penjelas) yang terletak di luar teks. Qarinah bisa berupa kondisi politik, sosial, budaya, atau agama yang melibatkan satu teks.

Semiotik adalah metode membaca yang sangat mungkin digunakan untuk mengkaji teks, ada kecenderungan dewasa ini.

Ilmu Semiotik Sejarah Lahirnya

Masyarakat modern mengakui Ferdinand De Saussure sebagai pemikir semiotik terkemuka (1857-1913). Pada tahun 1906, ia menjadi ahli bahasa tetap di Universitas Jenewa. Saussure memperkenalkan semiotik sebagai ilmu tanda (sign) atau studi tentang bagaimana sistem pertandaan (signification) bekerja, dan bagaimana cara kerja di Cours de Linguistique General, kumpulan catatan-catatan kuliahnya (1916).

Semiotik menggunakan teks sebagai kumpulan tanda. Semiotik dapat digunakan untuk memahami kebiasaan dan fungsi kerja. Pendekatan ini akan menghasilkan pembohong, memungkinkan makna terdalam dan tersembunyi dalam satu teks (objek penelitian) untuk tersingkap.

Semiotik teori teks tidak membahas tentang teks, membuat berbicara, bahkan hal di luar dirinya. Karena itu, teks hanya bisa dipahami dengan mempelajarinya melalui makna yang sudah paten, mapan, dan menjadi kesepakatan banyak orang dari hari ke hari (konvensi sosial). Namun, Anda juga harus membaca qarinah (penjelas) yang terletak di luar teks. Qarinah bisa berupa kondisi politik, sosial, budaya, atau agama yang melibatkan satu teks.

Semiotik menggunakan teks sebagai kumpulan tanda. Semiotik dapat digunakan untuk memahami kebiasaan dan fungsi kerja. Pendekatan ini akan menghasilkan pembohong, memungkinkan makna terdalam dan tersembunyi dalam satu teks (objek penelitian) untuk tersingkap.

Semiotik teori teks tidak membahas tentang teks, membuat berbicara, bahkan hal di luar dirinya. Karena itu, teks hanya bisa dipahami dengan mempelajarinya melalui makna yang sudah paten, mapan, dan menjadi kesepakatan banyak orang dari hari ke hari (konvensi sosial). Namun, Anda juga harus membaca qarinah (penjelas) yang terletak di luar teks. Qarinah bisa berupa kondisi politik, sosial, budaya, atau agama yang melibatkan satu teks.

Teori Semiotik Roland Barthes

Roland Barthes (Elements of Semiology, 1968) acukan Ferdinan de Saussure dengan penanda penanda dan petanda pada tanda. Saussure menelaah tanda dalam konteks komunikasi manusia, yang terbagi menjadi dua kategori: penanda (penanda) dan petanda (petanda). Penandanya adalah apa pun yang ditulis, ditulisasi, atau dibaca. Petanda adalah suatu pemikiran atau konsep (gambaran mental). Barthes tampil dengan seikat mawar. Seikat mawar dapat digunakan untuk mendeteksi gairah, sehingga seikat kembang menjadi penanda, dan gairah menjadi petanda. hubungan keduanya memberikan istilah ketiga: seikat kembang as a tanda.

mengandung tanda denotatif kedua bagian yang melandasi keberadaan Ini sangat berarti bagi peningkatan semiologi Saussure, yang berhenti padanan dalam denotatif. Dalam hal pengertian secara umum, terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi. Denotasi disebut sebagai makna makna, atau harf chevalier. Sebaliknya, konotasi, identik dengan operasi ideologi, makna yang berada di luar kata sebenarnya atau makna kiasan, yangnya juga sebagai mitos, dan bekerja untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai Objek atau tanda yang akan diamati dalam penelitian ini adalah komunikasi yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kota Semarang melalui media sosial Instagram selama Pandemi Covid-19 yang identik dengan upaya memutus rantai penyebaran virus Peneliti akan melakukan analisis objek menggunakan pendekatan Semiotika  Roland Bathers.

Semiotik Roland Barthes yang dijadikan analisis dalam lirik Karatagan Ciremai akan dibahas dalam artikel ini. Semiotika ini dibahas secara teori dan beberapa hal yang menjadi kerangka penting dalam semiotika. Kemudian pada bab selanjutnya mitos yang merupakan analisis semiotika Roland Barthes menjadi gambaran dalam analisis lirik lagu.

Semiotika.

Yunani pemahaman fungsi tanda-tanda pada masa filsafat yang lalu, dan pada abad pertengahan pengertian serta penggunaan tanda suda disinggung-singung. Islitah semiotika baru dituskan oleh ahli filsafat kelahiran Jerman bernama Lambert pada abad 18. Beberapa tokoh, termasuk Roland Barthes, Julia Kristeva, Umberto Eco, Charles Sanders Pierce, and Ferdinand Saussure, bahas semiotika kemudian banya secara panjang lebar dan sistemati pada abad 19.

Semiotika berasal dari bahasa Inggris semiotic, sedangkan tanda berasal dari bahasa Yunani yang mengacu pada teori tanda-tanda. Mengkaji tanda-tanda untuk menemukan makna-makna lainnya. Semiotika atau semiologi merupakan ilmu yang mengkaji tanda-tanda dalam kehidupan sosial, seperti Saussure.

Semiotika, menurut Umberto Eco, adalah ilmu berdasarkan prinsip yang mengkaji setiap benda yang dapat digunakan untuk berbohong. Sebagai alternatif, teori debu dapat digunakan. 5 Semiotika merupakan makna yang secara implisit menjelaskan makna kebalikan sebagai teori dusta yang dikemukakan oleh Eco. Jika semiotika dapat mendeteksi debu, maka secara otomatis ia akan mengenali kebenaran di latar belakang.

John Fiske mencatat bahwa semiotik memiliki empat kajian utama, yaitu adalah  sebuah. Tanda adalah manusia konstruksi yang harus dijangkau oleh penggunannya. Akan ada banyak perbedaan di antara keduanya, dan penyampaian tanda akan menjadi makna. Inilah yang kemudian dikemas ulang menjadi isilah penanda dan petanda yang akan selalu ada dalam semiotika.

a. Kode merupakan pengorganisasian dari berbagai tanda-tanda yang memiliki makna atas konvensi atau kesepakatan yang dibangun. Kode terdiri dari dua bagian: paradigma dan sintagmatik.

b. Kebudayaan adalah tempat tanda dan kode operasionalnya. Makna tergantung ditanda dan kode yang ditemui bersama. Menurut Saussure, sebuah tanda memiliki rasa memiliki dalam masyarakat.

Saussure menjelaskan dua jenis analisis linguistik: diakronik dan sinkronik. Analisis diakronik adalah analisis tentang perubahan historis bahasa, yaitu perubahan dimensi waktu, perkembangan, dan perubahannya. Analisis sinkronik adalah analisis yang diambil di dalamnya hanya sejarah dan kajian struktur bahasa pada satu saat tertentu, bukan dalam konteks perubahan sejarahnya.

Selain analisis linguistik, C.S Morris memaparkan tiga analisis semiotik: sintaktik, semantik, dan paradigmatik. Sintaktik berkaitan dengan studi mengenai tanda itu secara individual atau kombinasi. Semantik, penelitian tentang hubungan antara tanda dan signifikansi, atau maknanya. Pragmatik adalah perusahaan tentang relasi di tanda penggunanya (interperter).

Semiotika sering dikaitkan dengan teori komunikasi. Ilmu komunikasi transmisi, resepsi, dan

pemprosean informasi dengan studi teknis mengenai cara pesan transmisi, serta hukum matematis dan psikologis. Semiotika memiliki makna pesan dan cara pesan yang disampaikan tanda-tanda.

Saussure mendefinisikan dua jenis model linguistik: sintagma dan paradigma. Roland Barthes mengembangkan konsep realisme antara apa yang disebut sebagai sistem dan apa yang disebut tanda (kata, gambar, dan bentuk) dan sintagma. Artinya, bagaimana menyusun suatu tanda dengan aturan-aturan yang sesuai.

Denotasi dan Konotasi adalah dua jenis notasi.

denotasi2-628bbb8fbb448644845758d3.png
denotasi2-628bbb8fbb448644845758d3.png
Persahabatan Penanda dan Petanda menghasilkan makna yang diturunkan dari kesepakatan sosial. Roland Barthes menciptakan dua tingkat pertandaan (stretched system)23 yang memungkinkan terbentuknya makna yang juga bertingkat-tingkat, yaitu tingkat denotasi (denotasi) dan tingkat konotasi (konotasi) (konotasi).

Denotasi adalah pertanda yang menjalankan hubungan penanda-petanda atau tanda-rujukanya pada realitas yang menghasilkan makna eksplesit.

Denotasi adalah tanda dengan tingkat konvensional atau tinggi kesepakatan.

Konotasi (makna konotatif) adalah tanda-tanda yang menjelaskan penanda dan petanda yang beroperasi makna tersirat di dalamnya, tidak pasti dan tidak langsung. MenciPTakan tingkat kedua pemaknaan yang asyik dengan psikolgis, perasaan, dan keyakinan.

Ciri kode konotatif adalah fakta bahwa signifikasi kedua dan seterusnya bersandar pada signifikasi pertama secara konvensional. Perbedaan antara denotasi dan konotasi hanya terlihat pada kodenya, meskipun konotasi-konotasi seringkali tidak stabil jika dibandingkan dengan denotasi. stabilitas ini berkaitan dengan kekuatan dan durasi konvesi kode. Namun, jika konvensi berulang kali dilanggar, maka conotasi adalah versi stabil dari fungsi-tanda yang versi dasarnya adalah fungsi-tanda yang berbeda.

Tidak mudah untuk membedakan apakah suatu teks komunikatif nilai disebabkan oleh keanekaragaman jalur kebudayaan ketika diproduksi dan dikonsumsi. Mungkin dapat menyikap pemaknaan yang sama dengan pengarang pada tingkat denotasi. Karena latar kebudayaannya berbeda, kemungkinan besar tingkat konotasinya juga akan berbeda.

Konotasi akan mendukung kita untuk mengembangkan tanda penerapan yang kreatif. Konotasi adalah penandaan operasional dalam konstruksi dan interpretasi seluruh teks kreatif.

Lebih dari makna konsep yang dipengaruhi oleh tafsiran pribadi dan perasaan subyektif, berbeda bedanya dengan masalah keacakan, melainkan juga membentuk pola berbasis sosial. Makna konotasi lahir dalam tanda budaya belakan Konotasi akan mendukung kita untuk mengembangkan tanda penerapan yang kreatif. Konotasi adalah penandaan operasional dalam

konstruksi dan interpretasi seluruh teks kreatif.

Bukti menunjukkan bahwa, Selain tafsiran pribadi dan perasaan subyektif menggunakan sebagian besar konsep, variasi mengajukan tantangan keacakan, melainkan juga pola berbasis sosial. Makna konotasi lahir dalam tanda budaya belakang. Sebaliknya, makna denotasi muncul dari latar budaya..

screenshot-2022-05-23-at-22-55-49-628bbc92bb44860744094cc2.png
screenshot-2022-05-23-at-22-55-49-628bbc92bb44860744094cc2.png
Kerangka berpikir adalah model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana seksualitas dalam tayangan animasi anak mempengaruhi hubungan anak-anak. Peneliti menggunakan analisis Semiotika Roland Barthes untuk memahami tayangan seksualitas tersebut, sehingga pembaca dapat memahami tayangan seksualitas tersebut dengan menganalisis simbol, pemaknaan, serta denota.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun