Mohon tunggu...
Yeny Indrawati
Yeny Indrawati Mohon Tunggu... Bankir - Hanya ingin berbagi...

Tentang Sebuah Pemikiran, Perasaan dan Harapan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

1 Hari, 1 Moment, Seumur Hidup Lebih Baik #TAYTB

10 Mei 2019   19:15 Diperbarui: 10 Mei 2019   20:23 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hari itu, Jumat 27 Januari 2012, menjadi satu moment yang tidak akan aku lupakan seumur hidup. Hanya 1 hari, ya 1 hari, dan 1 moment, tapi itu cukup mengubah hari-hari dalam hidupku selanjutnya hingga hari ini.

Pagi ini tidak seperti pagi hari biasanya, aku bangun lebih pagi, lebih bersemangat, aku sudah tak sabar ingin menemui Angga, adik kecilku di Bandung. Angga, bocah berusia 9 tahun, seorang penderita Thalassaemia. Bagi yang belum tahu apa Thalassaemia, itu adalah sebuah penyakit kelainan darah yang bisa menyebabkan penderitanya menggantungkan hidupnya dengan melakukan transfusi darah seumur hidup. 

Yah, Angga adalah salah satunya. Dan sejak 5 tahun yang lalu, tidak hanya Thalassaemia yang menjadi teman hidupnya, namun katarak pada kedua matanya membuat dirinya tidak dapat melihat lagi. Angga menjadi pemurung, enggan bermain bersama teman-temannya, bukan karena tidak mau tapi tidak bisa menikmati bermain seperti pada hari-hari sebelumnya.

Waktu menunjukkan pukul 06.00 pagi, aku dan bersama seorang rekan kantor, menuju Rumah Sakit Mata di Bandung. Hari ini, kami akan menemani Angga menjalani operasi katarak matanya. Angga, salah satu dari ratusan anak Thalassaemia yang mendapatkan bantuan dari Bank OCBC NISP melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) bertajuk My Dreams Come True. Jadi, fokus program ini adalah membantu mewujudkan mimpi dari anak-anak Thalassaemia, salah satu mimpi yang ingin diwujudkan adalah mimpi Angga. Mimpi terbesarnya, dia ingin bisa melihat lagi, bermain bersama teman-teman dan mengaji.

Setelah beberapa jam perjalanan, tibalah kami di rumah sakit dan langsung menuju kamar operasi. Kami melihat Angga serta Ayah dan Ibunya sedang duduk di pojokan ruang, di sekitarnya banyak pasien yang juga sedang menunggu dipanggil untuk tindakan operasi. Angga terlihat tegang sekali saat itu. Kusapa dia, namun dia tetap diam. Yah, Angga memang anak pendiam, tapi justru di balik sikapnya yang diam, Angga seorang anak yang tabah, tegar, dan tidak manja. Setidaknya itulah yang sering diceritakan Ibu Angga kepada kami.

Sambil menunggu giliran Angga dipanggil, seorang Ibu yang sedari tadi memerhatikan aku, lalu mengajak aku mengobrol, "Dari mana, Nak..?", mungkin ia melihat aku bukan keluarga dari Angga. Lalu aku menjawab, "oh, kami dari Bank OCBC NISP, sedang menemani anak itu mau operasi". Dari obrolan singkat kami, akhirnya kami tahu bahwa ia sedang menunggu cucunya yang sedang dioperasi karena tumor mata ganas, hiks..sedih aku mendengar ceritanya. 

Lalu, entah keberanian darimana yang mendorong kami mengajak Ibu itu, Angga dan Ayahnya untuk berdoa bersama. Lalu kami berdoa, tidak hanya untuk Angga tapi juga untuk cucu si Ibu. Baik Angga dan Ayahnya serta si Ibu berbeda keyakinan dengan kami, tapi kami berdoa dengan satu keyakinan bahwa Tuhan YME akan membantu kelancaran operasi anak-anak kami. Disinilah aku merasakan indahnya perbedaan yang saling menguatkan.

Waktu terus berjalan, akhirnya tiba giliran Angga untuk dioperasi. Kami pun menunggu Angga diluar sampai proses operasi selesai. Sepuluh, dua puluh, tiga puluh menit berlalu, Angga belum juga keluar, padahal pasien-pasien sebelumnya hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit. Sambil terus menunggu, kami pun ngobrol dengan Ibu Angga sekaligus untuk menghilangkan rasa dag-dig-dug kami menanti Angga. Tak henti Ibu Angga mengucap syukur dan terima kasih kepada Bank OCBC NISP karena telah mewujudkan mimpi Angga.

Ia terus bercerita tentang keseharian Angga.

"Angga sering nanya ke Ibu, Angga kapan sembuh, Bu..?" ujar Ibu mengulang perkataan Angga.

Yah Ibu sih hanya bisa bilang, "Berdoa yuk nak.." (lalu kami berdoa, ujarnya).

Dan beberapa hari kemudian Angga bertanya lagi, "Koq belum sembuh juga Bu?", 

"Yah, artinya masih harus berdoa lagi, Nak.." (dan kami pun terus berdoa, hingga datang lah hari ini, ujarnya dengan suara bergetar menahan tangis haru). Ibu juga bilang, Angga suka sekali mendengar teman-temannya mengaji, dia sukaaaa sekali dan bilang ke saya, berharap sewaktu-waktu bisa mengaji lagi.

Sesak rasanya dadaku ini mendengar semua cerita Ibu Angga. Bagaimana Ibu dan Bapak ini bisa begitu tabah menjalani hari-hari mereka, pikirku. Angga bukan hanya tidak bisa melihat karena katarak, namun Thalassaemia juga telah membuat limpanya harus segera dibuang.

Dan, akhirnya... Angga keluar juga dari ruang operasi. Tapi, Angga menangissss..! Angga yang begitu pendiam dan tegar, dia menangis sangat kencang. Dalam hati kubertanya, apakah sakit sekali rasanya pasca operasi?? Hiks.. kasihan adik kecilku. Kulihat Ayah Angga yang juga tegar, akhirnya menitikkan air mata, entah air mata lega karena anaknya barus saja melewati satu tahap menuju mimpinya atau air mata kepedihan melihat Angga kesakitan.

Sekitar 10 menit berlalu, Angga baru lebih tenang dan akhirnya tertidur di kamar rawat inap. Dan kami pun menunggu sampai dokter datang dan membuka perban matanya. Sekitar 3 jam berlalu, akhirnya sang dokter datang. Perban mata Angga dibuka perlahan, dan Angga diminta untuk mencoba membuka matanya perlahan. Inilah detik-detik moment yang sangat aku tunggu. Aku ingin sekali Angga dapat melihat lagi wajah Ayah dan Ibunya, dan aku juga ingin Angga melihat akuuuu...!

Perlahan Angga membuka matanya. Kulihat lagi wajah Ayah Angga yang sangat tegang dengan mata berkaca-kaca, seperti telah menantikan saat ini sekian lama. Lalu kulihat Angga tiba-tiba meraih tangan Ayahnya dan berbisik. Penasaran aku ingin tahu apa yang dikatakan Angga ke ayahnya, aku pun menanyakan ke Ayah Angga, "Angga bilang apa Pak?".

"Oh, katanya, koq lihatnya begini, Pak?".

Ternyata Angga kuatir kalau mungkin saja operasinya tidak berhasil karena penglihatannya dirasa belum normal seperti sedia kala. Lalu kami menenangkan Angga, "Sabar Dik, memang butuh proses, tapi kalau Angga sabar dan rajin pakai dan minum obat, pasti bisa cepat melihat jelas.". Dan ia pun mengangguk tanda mengerti.

Ahh..akhirnya semua urusan hari ini selesai sudah. Kami melihat Angga, Ayah dan Ibunya juga sudah lebih tenang, maka tiba waktunya kami untuk pamit dan kembali ke Jakarta. Sebelum pulang, kami pun kembali bersama memanjatkan doa kepada Tuhan YME atas penyertaanNya untuk Angga, dan tidak lupa mendoakan para donatur agar diberikan berkat melimpah. Dengan berat hati, kami pun harus meninggalkan Angga. Semoga kedua matamu segera kembali normal ya, dan selamat tidur nyenyak malam ini ya Angga, ujarku dalam hati seiring langkahku meninggalkan rumah sakit.

Setelah beberapa bulan berlalu, team CSR Bank OCBC NISP  kembali mengunjungi Angga, kali ini di rumahnya. Dan, terlihat Angga sudah bermain lagi bersama teman-temannya, juga rajin mengaji. Senangnya!!

Angga.., kau memang hanya segelintir cerita di sepanjang perjalanan hidupku, tapi kehadiranmu dan kedua orang tuamu telah mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Tentang rasa syukur, ketegaran, kesabaran dan kasih sayang keluarga serta orang-orang di sekiling kita, yang akhirnya mampu mewujudkan mimpi dan menjadikan hidup kita lebih bermakna.

Kisah ini merupakan kisah nyata yang aku alami pada saat aku diberi kesempatan dan tanggung jawab di Unit CSR Bank OCBC NISP. Dan kisah ini hanya salah satu dari sekian banyak kisah kebaikan yang dilakukan Bank OCBC NISP melalui program-program CSR-nya. Bagiku, terkadang cukup 1 hari, 1 moment, mampu mengubah hari-hari kita selanjutnya lebih baik.

Aku pun semakin yakin bahwa Tidak Ada Yang Tidak Bisa dilakukan, apabila kita terus berusaha dan berdoa. Dan bagi Angga sekeluarga, para donatur yaitu karyawan Bank OCBC NISP telah memberikan bukti nyata bahwa Tidak Ada Yang Tidak Bisa dilakukan selama kita bergandengan tangan, bersama mewujudkan mimpi seorang anak Thalassaemia, yang akan menjadi cerita indah sepanjang hidupnya.

Yeny Indrawati - 35447

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun