Dan beberapa hari kemudian Angga bertanya lagi, "Koq belum sembuh juga Bu?",Â
"Yah, artinya masih harus berdoa lagi, Nak.." (dan kami pun terus berdoa, hingga datang lah hari ini, ujarnya dengan suara bergetar menahan tangis haru). Ibu juga bilang, Angga suka sekali mendengar teman-temannya mengaji, dia sukaaaa sekali dan bilang ke saya, berharap sewaktu-waktu bisa mengaji lagi.
Sesak rasanya dadaku ini mendengar semua cerita Ibu Angga. Bagaimana Ibu dan Bapak ini bisa begitu tabah menjalani hari-hari mereka, pikirku. Angga bukan hanya tidak bisa melihat karena katarak, namun Thalassaemia juga telah membuat limpanya harus segera dibuang.
Dan, akhirnya... Angga keluar juga dari ruang operasi. Tapi, Angga menangissss..! Angga yang begitu pendiam dan tegar, dia menangis sangat kencang. Dalam hati kubertanya, apakah sakit sekali rasanya pasca operasi?? Hiks.. kasihan adik kecilku. Kulihat Ayah Angga yang juga tegar, akhirnya menitikkan air mata, entah air mata lega karena anaknya barus saja melewati satu tahap menuju mimpinya atau air mata kepedihan melihat Angga kesakitan.
Sekitar 10 menit berlalu, Angga baru lebih tenang dan akhirnya tertidur di kamar rawat inap. Dan kami pun menunggu sampai dokter datang dan membuka perban matanya. Sekitar 3 jam berlalu, akhirnya sang dokter datang. Perban mata Angga dibuka perlahan, dan Angga diminta untuk mencoba membuka matanya perlahan. Inilah detik-detik moment yang sangat aku tunggu. Aku ingin sekali Angga dapat melihat lagi wajah Ayah dan Ibunya, dan aku juga ingin Angga melihat akuuuu...!
Perlahan Angga membuka matanya. Kulihat lagi wajah Ayah Angga yang sangat tegang dengan mata berkaca-kaca, seperti telah menantikan saat ini sekian lama. Lalu kulihat Angga tiba-tiba meraih tangan Ayahnya dan berbisik. Penasaran aku ingin tahu apa yang dikatakan Angga ke ayahnya, aku pun menanyakan ke Ayah Angga, "Angga bilang apa Pak?".
"Oh, katanya, koq lihatnya begini, Pak?".
Ternyata Angga kuatir kalau mungkin saja operasinya tidak berhasil karena penglihatannya dirasa belum normal seperti sedia kala. Lalu kami menenangkan Angga, "Sabar Dik, memang butuh proses, tapi kalau Angga sabar dan rajin pakai dan minum obat, pasti bisa cepat melihat jelas.". Dan ia pun mengangguk tanda mengerti.
Ahh..akhirnya semua urusan hari ini selesai sudah. Kami melihat Angga, Ayah dan Ibunya juga sudah lebih tenang, maka tiba waktunya kami untuk pamit dan kembali ke Jakarta. Sebelum pulang, kami pun kembali bersama memanjatkan doa kepada Tuhan YME atas penyertaanNya untuk Angga, dan tidak lupa mendoakan para donatur agar diberikan berkat melimpah. Dengan berat hati, kami pun harus meninggalkan Angga. Semoga kedua matamu segera kembali normal ya, dan selamat tidur nyenyak malam ini ya Angga, ujarku dalam hati seiring langkahku meninggalkan rumah sakit.
Setelah beberapa bulan berlalu, team CSR Bank OCBC NISP Â kembali mengunjungi Angga, kali ini di rumahnya. Dan, terlihat Angga sudah bermain lagi bersama teman-temannya, juga rajin mengaji. Senangnya!!
Angga.., kau memang hanya segelintir cerita di sepanjang perjalanan hidupku, tapi kehadiranmu dan kedua orang tuamu telah mengajarkan banyak hal tentang kehidupan. Tentang rasa syukur, ketegaran, kesabaran dan kasih sayang keluarga serta orang-orang di sekiling kita, yang akhirnya mampu mewujudkan mimpi dan menjadikan hidup kita lebih bermakna.