Aku
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau.
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulan yang terbuang
Biar peluru menembus kulitkuÂ
Aku tetap Meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan Aku lebih tak perduliÂ
Aku mau hidup seribu tahun lagi
            Chairil Anwar, 1943
Puisi ini dibuat oleh Chairil Anwar pada tahun 1943, pada masa penjajahan Jepang, dan dianggap sebagai pembangkangan terhadap Jepang.Â
Pada masa penjajahan Jepang, rakyat Indonesia hidup sangat miskin, menderita, dan hidup sebagai budak karena sistem kerja paksa atau romusha.
Chairil Anwar adalah penyair besar kebangsaan Indonesia dan sebagai pelopor angkatan 45 di periode Kesusastraan Indonesia.
Puisi ini bermakna kalau sampai pada waktunya, sampai kematian datang menjemput, sang pemuda tidak perduli, tidak  juga ada tangisan dari siapapun bahkan tangisan dari istri dan anak.
Sang Pemuda ini adalah binatang liar yang tidak tunduk pada aturan yang mengatur dan mengikat kehidupannya. Sang pemuda akan terus berjuang sampai titik darah penghabisan, pantang menyerah sampai titik darah penghabisan.Â
Semangat perjuangannya tidak akan pernah berhenti walaupun kematian datang menjemputnya. Semangat itu akan terus hidup, hidup, dan terus hidup seribu tahun lagi.
 Pada masa ini, puisi Aku karya Chairil Anwar memberi motivasi pada generasi muda, generasi yang tidak mengalami masa penjajahan,  bahwa semangat  pantang menyerah diperlukan untuk menghadapi setiap rintangan kehidupan, berusaha keras mengalahkan segala tantangan untuk mencapai apa yang dicita-citakan di masa depan.Â
Tekun dan selalu berusaha tanpa mengenal putus asa. Jika semangat pantang menyerah ada dalam diri generasi muda maka rintangan dan halangan yang ada akan bisa dapat diatasi dan dihadapi.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H