Aku bukan perempuan yang terlalu keras dalam prinsip. Saat orang-orang pada melulu mengagungkan soal-soal yang bagiku hanya sesuatu yang tipis saja. Gak ngertinya, karena khususnya laki-laki justru mengagungkan itu. Untuk itu aku mencoba berbagi cerita dengan Anda. Tidak ada harapan muluk, bahwa aku akan dipandang sebagai perempuan yang terlalu berani berterus terang. Bagiku itu juga tidak penting, seperti tidak pentingnya sesuatu yang tipis saja. Kejadiannya persis 3 tahun lalu, seorang temen kecilku yang sekarang sudah semakin terlihat gagah malah menggagahiku. Semua terjadi begitu cepat hanya berawal dari candaan dan gelitikan saja, sampai hal itu terjadi. Iya sih, beberapa saat setelah pergumulan yang membuat keringetan itu, ada terbetik juga rasa sesal. Tapi harus bagaimana lagi? Meratapi diri? Kukira itu pilihan tolol. Lagi juga aku terselamatkan, karena hal itu terjadi tepat beberapa jam jatah bulanan khas perempuan datang. Ada banyak pilihan dari yang terjadi itu. Menangis dan meratapinya seumur hidup atau memilih untuk tetap tenang dan lalu tidak memilih menjadi jalang yang berpindah-pindah pelukan dari satu lelaki ke lelaki lain. Iya, itu terjadi hanya sekali, saat itu saja dan setelahnya tidak pernah kuulangi lagi. Alasanku simpel saja, saat itu khilaf. Tapi jika kemudian aku memilih untuk lakukan lagi, itu adalah pilihan yang hanya dilakukan pelacur!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H