Lagi-lagi, dia tidak menjawab pertanyaanku, dan hanya memandangku. Apakah dia bisu?
Lantas dia melambaikan tangannya menyuruhku pergi. Tidak, tidak. Lambaian tangan yang ia isyaratkan tidaklah kasar, namun sangat lembut dan tampak rapuh. Aku kemudian segera pergi meninggalkan wanita itu dan menaruh amplop tadi ke dalam tasku yang aku bungkus dengan plastic hitam besar agar tidak terkena air hujan. Entah apa isi amplop itu, yang jelas aku sudah sangat kedinginan karena terlalu lama bersama hujan; hujan badai lebih tepatnya.
Beberapa detik setelah ku meninggalkan wanita misterius tadi, ku coba tengok ke belakangan dan… wanita itu sudah lenyap!
Aneh.. sungguh sangat aneh.. kemanakah dia pergi secepat kilat? Ku lihat sana-sini mencari wanita itu dan tetap saja hanya aku seorang diri yang berdiri di tengah hujan malam yang mencekam.
Mencekam..
Kata itu mulai terngiang-ngiang dalam benakku..
Aku segera lari meninggalkan tempat itu dan dengan sekuat tenaga berusaha secepat mungkin pulang ke rumah kontrakan untuk menyedu teh hangat. Pikiran akan teh hangat dan gorengan menggantung jelas dalam bayanganku hingga entah sudah berapa lama ku berlari tiba-tiba ku sudah memasuki gang menuju rumah kontrakan.
Aku segera bergegas dengan penuh semangat menuju rumah kontrakan dan ingin segera bertemu teman-teman. Namun, sebelum ku menginjak teras rumah kontrakan, ku tak sengaja mengarahkan pandangan mataku ke kerumunan orang-orang yang tinggal di sebuah rumah yang tak jauh dari rumah kontrakanku.
Aku tak begitu mengenal penghuni rumah itu, namun tetap saja aku penasaran dengan apa yang sedang terjadi di sana. Mengapa ada banyak kerumunan orang-orang. Ku berjalan menyusuri gang itu dan ikut ke dalam kerumunan. Aku berdesak-desakan dengan orang-orang hingga akhirnya aku bisa di baris terdepan.
“Ada apa sih Pak?” tanyaku pada salah seorang bapak-bapak yang berjenggot.
“Ada suatu tragedi. Dek.” Kata bapak itu.