Mohon tunggu...
Inovasi

Bioteknologi bagi Pemuliaan Tanaman

5 April 2018   13:29 Diperbarui: 5 April 2018   13:38 895
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam beberapa tahun terakhir, telah banyak buku dan jurnal yang diterbitkan terkait perkembangan yang sangat cepat dalam bidang kultur jaringan tanaman dan kultur organ. 

Hal tersebut didorong oleh meningkatnya kebutuhan akan konservasi sumberdaya pasma nutfah, kebutuhan produk obat-obatan yang lebih baik, meningkatnya kerawanan pangan, kebutuhan akan sumber energi yang terbarukan, serta kekhawatiran terhadap pemanasan global dan berkurangnya sumber air bersih di bumi. Seluruh aspek tersebut tercakup secara komprehensif dalam bidang yang saat ini disebut dengan bioteknologi.

Pada umumnya, tahapan proses pemuliaan tanaman membutuhkan waktu 10-15 tahun hingga dapat diaplikasikan. Beberapa proses yang harus dilalui diantaranya adalah manipulasi plasma nutfah, seleksi genotip dan stabilisasi, pengujian varietas, peningkatan varietas, pengurusan hak paten hingga pada akhirnya sampai pada tahapan proses produksi. Kultur jaringan tanaman dan prosedur modifikasi genetik yang membentuk basis dari bioteknologi tanaman mampu memberikan kontribusi pada sebagian besar tahapan proses pemuliaan tanaman tersebut.

Bioteknologi tanaman dapat didefinisikan sebagai aplikasi kultur jaringan dan genetika molekuler untuk mengembangkan komoditas yang berasal dari tanaman. Kultur jaringan merupakan proses perawatan dan propagasi bagian tanaman dalam lingkungan aksenik yang terkontrol (Evans et al.,1983; Vasil, 1984), sedangkan genetika molekuler merupakan bidang yang mencakup teknik-teknik untuk melakukan isolasi, karakterisasi, rekombinasi, serta proses perbanyakan dan transfer fragmen DNA yang mengandung gen yang mengkode sifat tertentu (Maniatis et al.,1982; Gelvin et al.,1988; Watson et al.,1987).

Fakta bahwa seluruh sel tanaman dapat di regenerasi dari satu sel tunggal menyebabkan kultur jaringan menjadi sebuah prosedur yang sangat penting untuk proliferasi material dengan bahan genetik yang identik dan melakukan seleksi varietas yang unggul. 

Totipotensi juga memungkinkan dilakukannya perubahan bahan genetik pada level sel untuk membentuk sifat dari seluruh tanaman. Sifat tersebut dapat diwariskan kepada generasi spesies selanjutnya melalui metode persilangan konvensional.

Kultur jaringan tanaman

Teknik regenerasi tanaman melalui kultur jaringan berdasar pada konsep totipotensi yang diajukan oleh Haberlandt pada tahun 1902 (Vasil, 2008). Percobaan awal adalah untuk menumbuhkan potongan bagian tanaman, termasuk kultur akar (White, 1934) dan kultur ujung batang (shoot tip) atau kuncup ketiak (axillary bud) untuk mikropropagasi (Morel 1960). 

Percobaan setelahnya adalah regenerasi seluruh bagian tanaman melalui embriogenesis somatik dari kultur jaringan kallus wortel (Steward et al., 1958; Reinert, .1959), serta regenerasi seluruh bagian tanaman dari sel tunggal tembakau (vasil and Hildelbrant, 1965). Pada waktu yang sama Miller et al. (1955) melaporkan bahwa penambahan rasio auksin dan sitokinin yang tepat dalam nutrisi medium dapat menginduksi regenerasi tanaman dalam kultur. 

Musharagie dan Skoog (1962) mengembangkan formulasi nutrisi mineral yang telah disempurnakan berdasar pada analisis komposisi daun tembakau, yang dapat mendukung pertumbuhan dan pembelahan sel dan jaringan tembakau. Saat ini Medium tersebut dikenal dengan nama MS, dan telah memberikan kontribusi yang sangat besar pada teknik kultur jaringan tanaman.

Dalam perkembangan selanjutnya, ditemukan teknik transfer gen dan regenerasi tanaman transgenik yang dimediasi oleh Agrobacterium (Herrara-Estrella et al., 1983), yang terbukti sangat berguna dalam proses introduksi sifat agronomis yang diinginkan pada tanaman transgenik (Shah et al., 1986). 

Penemuan tersebut mempertegas pentingnya pemanfaatan teknik kultur jaringan tanaman dalam berbagai penelitian, sejalan dengan usaha pemuliaan tanaman menggunakan bioteknologi.

Sesuai dengan namanya, teknik kultur jaringan menggunakan potongan jaringan tanaman dan menumbuhkannya dalam medium bernutrisi. Istilah kultur jaringan (tissue culture) digunakan secara lebih luas untuk mencakup beberapa variasi, seperti kultur meristem untuk propagasi tanaman bebas virus (contoh: anggrek, stroberry, anggur, dan kentang), kultur protoplas, suspensi sel, kultur jaringan dan organ (Gamborg, 2002), serta kultur pollen untuk menghasilkan tanaman haploid (Guha dan Meheshwari, 1966). Secara umum, tujuan dari pemuliaan tanaman menggunakan teknik kultur jaringan dapat diperoleh dengan cara:

1.Inisiasi dan penumbuhan kultur.

2.Melakukan modifikasi tertentu yang mencakup propagasi klon, eliminasi virus, seleksi varietas dan transformasi genetik.

3.Regenerasi tanaman dengan modifikasi yang diinginkan.

---------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Referensi:

Evans, D.A., Sharp, W.R., Ammirato, P.V. and Yamada, Y. (1983), Eds. Handbook of Plant Cell Culture,Macmillan Pub. Co., New York, Volume 1.

Gamborg, O. L. (2002). Plant tissue culture. Biotechnology. Milestones. In Vitro Cellular and Developmental Biology-Plant, 38, 84--98.

Gelvin, S.B., Schilperoot, R.A. and Verma, D.P. (1988), Plant Molecular Manual, Kluwer Pub. Co.

Guha, S., & Maheshwari, S. C. (1966). Cell division and differentiation of embryos in the pollen grains of Datura in vitro. Nature, 212, 97--98.

Herrera-Estrella, L., Depicker, A., Van Montagu, M., & Schell, J. (1983). Expression of chimaeric genes transferred in to plant cells using a Ti plasmid-derived vector. Nature, 303, 209--213.

Maniatis, T., Fritsch, E.F. and Sambrook, J., (1982), Molecular Cloning: A Laboratory Manual, Cold Spring Harbour Laboratory.

Maheswaran, G., & Williams, E. G. (1984). Direct somatic embryoid formation in immature embryos of Trifolium repens, T. pretense and Medicago sativa, and rapid clonal propagation of T. repens. Annals of Botany, 54, 201--211.

Miller, C. O., Skoog, F., Von Saltza, M. H., & Strong, F. M. (1955). Kinetin, a cell division factor from deoxyribonucleic acid. Journal of the American Chemical Society, 77, 1392.

Morel, G. M. (1960). Producing virus-free cymbidium orchids. American Orchid Society Bulletin, 29, 495--497.

Murashige, T., & Skoog, F. (1962). A revised medium for rapid growth and bioassays with tobacco tissue cultur

Reinert, J. (1959). Uber die controlle der morphogenese und die induction von adventive-embryonem am gevebeculturen aus carotten. Planta, 53, 318--333.

Shah, D. M., Horsch, R. B., Klee, H. J., Kishore, G. M., Winter, J. A., & Tumer, N. E., et al. (1986). Engineering herbicide tolerance in transgenic plants. Science, 233, 478--481.

Steward, F. C., Mapes, M. O., & Mears, K. (1958). Growth and organized development of cultured cells. II. Organization in

Vasil, I.K. (1984), Ed., Cell Culture and Somatic Cell Genetics of Plants,Academic Press, Volume I.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun