Mohon tunggu...
Bagus Pribandono
Bagus Pribandono Mohon Tunggu... Petani - petani gurem

Pekerja harian lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teror Terhadap Pejuang Anti Korupsi

18 April 2017   22:05 Diperbarui: 18 April 2017   22:16 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

  • LATAR BELAKANG

Teror yang dialami Novel Baswedan awal April 2017 telah membuka mata rakyat Indonesia, betapa beratnya resiko dan beban psikologis aparat negara dalam memerangi korupsi. Resiko dan beban psikologis itu tidak hanya dialami oleh para aparat negara yang menjalankan tugas memerangi korupsi, tetapi juga oleh para keluarganya, terutama keluarga inti yakni isteri dan anak. Pejuang anti korupsi selalu berada dalam situasi keamanan yang kritis karena setiap orang yang dijumpai, baik yang berinteraksi maupun yang tidak berinteraksi dengannya berpeluang untuk menjadi orang yang akan atau sedang dalam proses menyerang diri dan keluarganya. 

Setiap orang lain berpeluang menjadi musuh bagi keamanan diri dan keluarganya, termasuk rekan kerja, bawahan dan atasannya. Rekan kerja, atasan atau bawahan bisa berubah menjadi lawan apabila ada pengaruh yang menekan dirinya atau keluarganya yang membuatnya harus berkompromi terhadap tugas penegakan hukum dan antikorupsi.

Di pihak lain, para koruptor senantiasa mengembangkan kemampuan dan jaringannya untuk semakin kuat melakukan penetrasi terhadap para politisi, aparat keamanan, hukum, birokrasi dan masyarakat luas untuk mengembangkan citra bahwa peristiwa korupsi yang didugakan atau didakwakan itu tidak terjadi. Temuan tentang tindakan memperkaya diri seperti yang ditemukan para auditor dan atau para penyidik adalah tidak ada.

 Guna mengembangkan pencitraan bersih seperti itu maka para koruptor membayar banyak orang di dalam dan di luar jaringannya  untuk menghilangkan barang bukti, melenyapkan saksi, bahkan melumpuhkan para auditor dan penyidik. Pilihan terhadap siapa yang ditunjuk untuk menjadi orang-orang bayaran koruptor yang bertugas melenyapkan barang bukti, saksi, atau penyidik dan penyidikan, seringkali jatuh pada orang terdekat atau orang yang punya akses terhadap orang yang ditargetkan. Apabila hal ini sulit diperoleh maka barulah dijatuhkan pilihan terhadap orang dari lingkaran luar dari orang yang ditargetkan. 

Sebagai contoh misalnya si N adalah penyidik korupsi maka untuk mengetahui dan melenyapkan aktivitas N akan digunakan anak-anak (dan orang tuanya) yang menjadi kawan dari anak N. Modifikasi lain dari bentuk ini adalah menggunakan pembantu, sopir, pengantar koran, dan lain-lain yang memiliki akses terhadap N dan keluarganya.

Sifat dari korupsi adalah tidak pernah berdiri sendiri, dia selalu menjadi bagian dari suatu sistem. Apabila berdiri sendiri maka kegiatan sejenis itu sering dikategorikan sebagai pencurian atau perampokan. Koruptor berani melakukan aksinya karena dia memiliki kekuasaan, atau yang sering disebut sebagai kesempatan dan keinginan. Seringkali pula kekuasaan yang dimiliki para koruptor bersumber dari korupsinya. Dana yang diperoleh dari hasil korupsi dipergunakan untuk memperbesar kekuasaan atau kekuatannya. 

Tetapi para penyidik sulit melacak lalu lintas transaksi keuangan para koruptor karena kekayaan atau kekuasaan yang dimiliki para koruptor dititipkan atas nama pihak lain, baik berupa rekanan, keluarga, perusahaan afiliasi, anak perusahaan, atau bahkan perusahaan luar yang tidak sejenis dan tidak berafiliasi. Mereka punya cara tipu muslihat canggih dengan memanfaatkan para ahli dan orang pintar atau paranormal. Iblis pun mereka jadikan sahabat demi memperbesar kekayaan dan kekuasaannya. 

Yang paling parah, bukan iblis yang menjadi sahabat, bahkan iblis telah merasuki dan mengganti roh dan jiwa para koruptor sehingga mereka mampu tampil menjadi orang yang dihormati, disegani dan seolah tidak bersalah. Mereka lolos dari berbagai jerat hukum dan karirnya semakin melejit tinggi menjadi raja-raja tikus yang berdasi. Sudah berbulan-bulan dalam tahanan pun bisa kembali bebas karena jaksa penuntut mati atau berganti, saksi lenyap dan muncul bukti baru yang meringankan.

Penyidik KPK semacam Novel Baswedan tahu betul hal-hal seperti itu. Oleh karenanya dia mempertebal dan menjaga keimanannya dengan selalu mendekatkan diri pada Tuhan, antara lain dengan membiasakan diri melakukan sholat subuh berjamaah agar pergaulannya selalu berada pada lingkungan yang baik dan hatinya selalu lebih dekat kepada Tuhan. Tetapi meskipun demikian setiap orang lain berpeluang untuk menjadi musuhnya kapan saja dan di mana saja.

 Tindakan preventif diperlukan bukan hanya terhadap serangan fisik, melainkan juga terhadap serangan non fisik, baik mental, kejiwaan, dan spiritual, termasuk bagi keluarganya. Kasus penyerangan fisik terhadap Novel Baswedan dengan menyiramkan larutan asam sulfat ke wajahnya adalah serangan fisik yang berdampak terhadap mental kejiwaan dirinya dan keluarganya, bahkan institusi KPK tempatnya bekerja.

  • TEROR SETAN

`           Kalau serangan terhadap Novel Baswedan dikategorikan teror, maka teror semacam itu adalah teror pekerjaan yang biasa terjadi di tempat kerja. Dalam sebuah instansi pemerintah, lembaga negara, perusahaan negara atau swasta, teror seperti itu sering terjadi. Bawahan, rekan sekerja, atau orang luar melakukan teror terhadap seseorang yang menjadi atasan, rekan sekerja, atau bahkan tidak ada hubungan kerja langsung. Biasanya sasaran teror adalah orang yang posisi, peran dan fungsinya penting atau kuat tetapi secara sosial politik dan ekonomi tergolong orang yang lemah atau minoritas.

 Orang yang “lemah” ini dicari-cari kesalahannya sebagai alasan atau pembenaran dalam aksi terornya, yang seringkali bertujuan untuk menjatuhkan nama baik, merebut jabatan atau menghapus jejak kejahatan sekelompok orang. Peneror bisa leluasa menjalankan aksinya karena dia atau mereka mendapatkan dukungan atasan atau kelompok mayoritas yang taringnya telah dibeli atau dilucuti oleh teroris dan kelompoknya. Teror itu menjadi semakin parah bila para pejabat telah bersekongkol secara diam-diam atau secara ideologis dengan kelompok teroris. 

Apabila hal ini yang terjadi maka korban secepatnya perlu keluar dari lingkungan kerja seperti itu karena apapun yang dilakukannya di tempat kerja akan selalu dianggap salah dan keselamatan jiwanya akan selalu terancam. 

Oleh karena sifat dan gaya terornya yang selalu diam-diam dan mengesankan seolah-olah tidak ada apa-apa alias aman, maka gaya teror seperti ini saya istilahkan dengan teror setan. Kondisi yang terjadi pada kasus Ahok yang dianggap menistakan agama serupa dengan kondisi ini tetapi atasan tidak terlibat. Orang dalam dan orang luar yang membuat kasus itu membesar dan mengundang aksi berbagai pihak untuk menjatuhkan nama baiknya.

            Teror di tempat kerja bisa beralih atau diperluas ke tempat tinggal dengan menyerang rumah tinggal, kepala keluarga, anak dan isteri. Seseorang yang hanya bertujuan menakut-nakuti atau menjatuhkan mental korban, bisa hanya dengan menggebrak pagar atau pintu garasi, merusak tanaman, hewan peliharaan atau kendaraan yang dimiliki korban. Ada yang dilakukan secara langsung berhadapan muka, ada yang hanya lewat telepon misterius atau pesan teks. Teror melalui ponsel meskipun tidak ditanggapi, telah bisa mentransfer roh atau spirit ketakutan, penyakit, atau gangguan kejiwaan. 

Mematikan telepon misterius dan tidak membuka pesan teks adalah cara aman menghindari teror lewat ponsel. Ada teror yang dilakukan dengan cara halus berpura-pura baik, tetapi ada yang dilakukan dengan cara kasar sambil marah-marah. Apabila cara ini tidak berhasil, maka kelompok teroris akan bekerja sama dengan tetangga yang bisa dibayar dengan diam-diam, memanfaatkan tetangga sebagai mata-mata atau anggota kelompok teroris, dan membayar para pemuka masyarakat setempat untuk tinggal diam seolah tidak tahu dan menganggap situasi  tetap aman. Apabila tempat tinggal dibakar, anak ditabrak lari, isteri diperkosa atau disiksa, maka dasar-dasar keluarga telah dihancur leburkan oleh teroris. 

Kinerja korban dalam pekerjaan akan terpengaruh dan atasannya bisa atau punya alasan untuk membebas tugaskan dia sementara atau selamanya. Apabila hal itu berkaitan dengan perebutan jabatan atau promosi, maka kejadian teror bisa berdampak negatif pada korban. Padahal itu semua hanya rekayasa sekelompok orang yang mereka kategorikan sebagai persaingan. Dalam benak teroris, persaingan saja memakai cara teror, apalagi dalam mencapai tujuan yang lebih tinggi, maka teror lebih keras adalah satu-satunya jalan yang harus dilakukan untuk menundukkan pihak lain.

            Teroris juga punya intelijen dan sistem intelijen sendiri yang halus dan rapi, yang menyasar asal-usul korban, mendekam di tempat-tempat gelap untuk mengintip korban, memberi topeng pada orang-orang yang mau diajak bermuka dua, dan melenyapkan mereka begitu situasi dan kondisi tidak memerlukan mereka lagi. Kasus Antasari Ashar yang akan diangkat kembali oleh karena dirasakan janggal atau tidak wajar, bisa saja tidak jadi terangkat kembali karena bukti dan saksi telah dilenyapkan. 

Nah pada tahap itu orang baru sadar kalau ternyata kawan bisa menjadi lawan. Ketidak wajaran atau kejanggalan, atau diistilahkan orang Jawa dengan “njanur gunung”  adalah kata kunci untuk mengetahui seseorang itu terlibat dalam kelompok si jahat atau tidak. Orang yang tidak pernah ada hubungan atau orang yang putus komunikasi setelah puluhan tahun, tiba-tiba mendekat dan mengesankan akrab adalah sesuatu yang janggal atau tidak wajar. Atasan atau pejabat yang tidak pernah peduli pada kita, tiba-tiba menyuruh bawahannya memberi hadiah atau cindera mata adalah sesuatu yang tidak wajar. 

Kawan lama bertamu dengan mengajak orang lain yang tidak dikenal penerima tamu, dan baru dikenal oleh tamu yang mengajak, adalah sesuatu yang tidak wajar. Kawan di tempat kerja yang selalu bermuka cemberut dan benci pada kita, tiba-tiba minta datang ke rumah untuk bersilaturahmi adalah sesuatu yang tidak wajar. Dan masih banyak contoh ketidak wajaran yang lain lagi, yang berpotensi dan berpeluang menjadi agen teroris. Untuk kasus seperti ini sebaiknya hindarkan untuk bertemu langsung dengan mereka apabila tidak bisa menghindarinya. Berkumpul dengan para pemberontak dan pencemooh saja sudah sesuatu kekejian, apalagi menerima mereka menjadi tamu di rumah, pasti beresiko tidak baik.

            Sepanjang yang saya ketahui, semua koruptor melakukan aksi kejahatannya karena dia yakin bahwa kejahatan korupsinya tidak akan terbongkar. Ada program tipuan yang digunakan sebagai face cover; ada strategi jangka pendek dan jangka panjang untuk memindahkan kekayaan negara menjadi kekayaan pribadi langsung dan tidak langsung, serta ada setan-setan yang dilibatkan untuk menyakiti dan membunuh siapapun yang mengetahui eksistensi, misi, dan rahasia mereka. Segala jin dan setan dari berbagai jenis sudah dijadikan bala tentara untuk mengamankan tugas anti kemanusiaan dan melawan hukum ini. Jumlahnya tidak hanya ribuan, puluhan ribu, atau ratusan ribu. Bila terkumpul, jumlahnya bisa mencapai jutaan. 

Dan semua setan itu bertugas melakukan tipu muslihat atau tipu daya agar perbuatan bejat terorganisir itu tidak terendeus. Oleh karena sifat satu kejahatan selalu mengundang kejahatan lain yang lebih besar, maka para koruptor selalu melakukan berbagai kejahatan di lingkungan kerja, tempat tinggal, bahkan tega berbuat jahat sampai membunuh keluarganya sendiri. Yang paling mengherankan adalah kemampuannya untuk menghilangkan memori orang lain bahwa kejadian kejahatan itu pernah terjadi. 

Sebuah kejahatan korupsi dan efek dominonya bisa dihapus dari ingatan publik oleh kelompok setan-setan dalam waktu singkat. Tetapi para koruptor bukan semakin takut melakukan korupsi. Mereka takut ketahuan dan takut malu tetapi tidak pernah takut berbuat jahat. Pikiran dan hati mereka selalu melahirkan dusta dan kejahatan.

  • MELAWAN KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang terpidana korupsi tidak akan menghilangkan korupsi dan nafsu korupsi, apalagi hanya dengan hukuman fisik penjara puluhan tahun. Yang bisa membuat mereka jera korupsi adalah menyita dan mengambil alih semua kekayaan yang dimiliki, dikuasai, dan disembunyikan untuk kembali dikuasai negara. Sanksi sosial, ekonomi dan politik juga diperlukan agar hak-hak sipil para koruptor dibatasi dalam keterlibatan sosial, ekonomi dan politik. 

Hal itu harus diberlakukan pada koruptor yang telah dijatuhi vonis penjara dan tetap berlaku setelahnya sampai terbukti pantas untuk direhabilitasi hak-hak sipilnya. Orang yang dipenjara tidak seharusnya bebas melakukan komunikasi lewat surat, telepon, internet dan menonton televisi. 

Mereka harus dibedakan menikmati fasilitas sosial itu menurut tingkat dan jenis kejahatan yang dilakukannya. Pertobatan dengan bimbingan kaum alim ulama atau rohaniwan seharusnya menjadi menu utama para narapidana, khususnya koruptor. Mungkin koruptor itu tidak pernah terbukti melakukan pembunuhan, tetapi bila ditelusur secara tidak langsung dia telah melakukan banyak kejahatan yang mengakibatkan orang lain mati. Bahkan tak tertutup kemungkinan koruptor itu telah membunuh banyak orang dengan bantuan setan atau yang dikenal dengan istilah santet dan sejenisnya.

Kita sudah tidak asing dengan pepatah “lawanlah kejahatan dengan kebaikan”. Pada kasus Novel Baswedan, penjahat yang sebenarnya bukan orang yang menyiramkan larutan asam sulfat di wajahnya, melainkan orang yang menyuruhnya. Orang itu harus didoakan agar Tuhan memberikan ampunan atas dosa yang diperbuat padanya. Kalau korban tidak tahu nama orang itu, Tuhan pasti tahu siapa orangnya. Novel harus ikhlas menerima derita itu sebagai resiko perjuangannya. Dia tidak perlu dendam karena dendam hanya akan mengotori hati dan membuat doanya tidak diterima Tuhan. 

Dengan kondisi mental dan kerohanian seperti itu maka Tuhan akan menunjukkan belas kasihNya sehingga terbukalah jalan keluar bagi persoalannya, diringankan derita si korban dan dibukalah kedok siapa pelaku kekerasan serta berbagai penjahat lain di belakangnya. Orang berbuat jahat antara lain karena memang memiliki naluri kejahatan yang diperoleh secara genetis dan naluri itu bisa menurun ke generasi berikutnya. Struktur kejahatan seperti ini telah menjadi lingkaran setan. 

Untuk membongkar dan mencabut naluri kejahatan yang telah berakar lama, mendarah daging dan turun temurun itu hanya kuasa Tuhan yang mampu merobahnya. Itupun biasanya didahului oleh niat pertobatan yang kuat dan menyeluruh. Untuk itu doa dari masyarakat  diperlukan agar kejahatan tidak semakin berakar, mendarah daging dan turun temurun di bumi nusantara.

Kebaikan lain yang bisa dilakukan adalah mengampuni orang yang berbuat jahat padanya, baik pelaku teror, mata-mata, maupun orang yang membayar mereka. Dengan mengampuni atau hati yang penuh rasa ampun, setan yang ada pada teroris dan backingnya tidak berdaya lagi melakukan kejahatan berikutnya. Situasi pun menjadi dingin sehingga proses kerja yang normal dapat dilanjutkan. Lain halnya dengan urusan hukum yang melibatkan kepolisian dalam tindak kriminal itu, mereka perlu tetap melaksanakan tugas penegakan hukum dan keadilan.

Nah apabila mendoakan dan mengampuni orang yang berbuat jahat pada kita telah kita lakukan, bila teroris telah diampuni dan didoakan, lantas apa lagi? Apakah cukup begitu saja maka urusan selesai? Apakah dengan cara itu akan terjadi kesembuhan dan pemulihan pada korban yang telah menderita sakit? Dan yang penting apakah pelaku teror tertangkap? Tentu saja urusan masih panjang, karena perang antara kejahatan dan kebaikan masih berlangsung. 

Dalam proses spiritual itu korban bisa saja didatangi setan yang berwujud serangga atau reptil. Oleh karena keyakinan bahwa yang dilihat adalah serangga atau reptil jelmaan setan, maka ia harus dipukul sampai mati dan dibakar agar setan itu tidak mengganggu lagi. Menurut pengalaman, bila tidak dibakar, serangga atau reptil itu bisa hilang lenyap meninggalkan jejak berupa minyak. Artinya dia kembali berwujud setan yang mengganggu. Bila dibakar sampai hangus, dia tidak muncul lagi. 

Jika dibakar dengan tambahan garam, baunya lebih enak dan tidak mengganggu. Pada beberapa kejadian, pemusnahan mahluk-mahluk jelmaan setan yang mendatangi kita itu membantu percepatan pemulihan dari sakit. Tetapi itu semua terjadi karena pertolongan Tuhan. Dan tahap berikutnya akan lebih mudah menangkap pelaku karena sahabat-sahabat gaib jahatnya yang selama ini melindunginya telah musnah. Akhirnya kita hanya perlu senantiasa bersyukur atas kebaikan-Nya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun