Mohon tunggu...
Bagus Pribandono
Bagus Pribandono Mohon Tunggu... Petani - petani gurem

Pekerja harian lepas

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Teror Terhadap Pejuang Anti Korupsi

18 April 2017   22:05 Diperbarui: 18 April 2017   22:16 272
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dan semua setan itu bertugas melakukan tipu muslihat atau tipu daya agar perbuatan bejat terorganisir itu tidak terendeus. Oleh karena sifat satu kejahatan selalu mengundang kejahatan lain yang lebih besar, maka para koruptor selalu melakukan berbagai kejahatan di lingkungan kerja, tempat tinggal, bahkan tega berbuat jahat sampai membunuh keluarganya sendiri. Yang paling mengherankan adalah kemampuannya untuk menghilangkan memori orang lain bahwa kejadian kejahatan itu pernah terjadi. 

Sebuah kejahatan korupsi dan efek dominonya bisa dihapus dari ingatan publik oleh kelompok setan-setan dalam waktu singkat. Tetapi para koruptor bukan semakin takut melakukan korupsi. Mereka takut ketahuan dan takut malu tetapi tidak pernah takut berbuat jahat. Pikiran dan hati mereka selalu melahirkan dusta dan kejahatan.

  • MELAWAN KEJAHATAN DENGAN KEBAIKAN

Menjatuhkan hukuman mati terhadap seorang terpidana korupsi tidak akan menghilangkan korupsi dan nafsu korupsi, apalagi hanya dengan hukuman fisik penjara puluhan tahun. Yang bisa membuat mereka jera korupsi adalah menyita dan mengambil alih semua kekayaan yang dimiliki, dikuasai, dan disembunyikan untuk kembali dikuasai negara. Sanksi sosial, ekonomi dan politik juga diperlukan agar hak-hak sipil para koruptor dibatasi dalam keterlibatan sosial, ekonomi dan politik. 

Hal itu harus diberlakukan pada koruptor yang telah dijatuhi vonis penjara dan tetap berlaku setelahnya sampai terbukti pantas untuk direhabilitasi hak-hak sipilnya. Orang yang dipenjara tidak seharusnya bebas melakukan komunikasi lewat surat, telepon, internet dan menonton televisi. 

Mereka harus dibedakan menikmati fasilitas sosial itu menurut tingkat dan jenis kejahatan yang dilakukannya. Pertobatan dengan bimbingan kaum alim ulama atau rohaniwan seharusnya menjadi menu utama para narapidana, khususnya koruptor. Mungkin koruptor itu tidak pernah terbukti melakukan pembunuhan, tetapi bila ditelusur secara tidak langsung dia telah melakukan banyak kejahatan yang mengakibatkan orang lain mati. Bahkan tak tertutup kemungkinan koruptor itu telah membunuh banyak orang dengan bantuan setan atau yang dikenal dengan istilah santet dan sejenisnya.

Kita sudah tidak asing dengan pepatah “lawanlah kejahatan dengan kebaikan”. Pada kasus Novel Baswedan, penjahat yang sebenarnya bukan orang yang menyiramkan larutan asam sulfat di wajahnya, melainkan orang yang menyuruhnya. Orang itu harus didoakan agar Tuhan memberikan ampunan atas dosa yang diperbuat padanya. Kalau korban tidak tahu nama orang itu, Tuhan pasti tahu siapa orangnya. Novel harus ikhlas menerima derita itu sebagai resiko perjuangannya. Dia tidak perlu dendam karena dendam hanya akan mengotori hati dan membuat doanya tidak diterima Tuhan. 

Dengan kondisi mental dan kerohanian seperti itu maka Tuhan akan menunjukkan belas kasihNya sehingga terbukalah jalan keluar bagi persoalannya, diringankan derita si korban dan dibukalah kedok siapa pelaku kekerasan serta berbagai penjahat lain di belakangnya. Orang berbuat jahat antara lain karena memang memiliki naluri kejahatan yang diperoleh secara genetis dan naluri itu bisa menurun ke generasi berikutnya. Struktur kejahatan seperti ini telah menjadi lingkaran setan. 

Untuk membongkar dan mencabut naluri kejahatan yang telah berakar lama, mendarah daging dan turun temurun itu hanya kuasa Tuhan yang mampu merobahnya. Itupun biasanya didahului oleh niat pertobatan yang kuat dan menyeluruh. Untuk itu doa dari masyarakat  diperlukan agar kejahatan tidak semakin berakar, mendarah daging dan turun temurun di bumi nusantara.

Kebaikan lain yang bisa dilakukan adalah mengampuni orang yang berbuat jahat padanya, baik pelaku teror, mata-mata, maupun orang yang membayar mereka. Dengan mengampuni atau hati yang penuh rasa ampun, setan yang ada pada teroris dan backingnya tidak berdaya lagi melakukan kejahatan berikutnya. Situasi pun menjadi dingin sehingga proses kerja yang normal dapat dilanjutkan. Lain halnya dengan urusan hukum yang melibatkan kepolisian dalam tindak kriminal itu, mereka perlu tetap melaksanakan tugas penegakan hukum dan keadilan.

Nah apabila mendoakan dan mengampuni orang yang berbuat jahat pada kita telah kita lakukan, bila teroris telah diampuni dan didoakan, lantas apa lagi? Apakah cukup begitu saja maka urusan selesai? Apakah dengan cara itu akan terjadi kesembuhan dan pemulihan pada korban yang telah menderita sakit? Dan yang penting apakah pelaku teror tertangkap? Tentu saja urusan masih panjang, karena perang antara kejahatan dan kebaikan masih berlangsung. 

Dalam proses spiritual itu korban bisa saja didatangi setan yang berwujud serangga atau reptil. Oleh karena keyakinan bahwa yang dilihat adalah serangga atau reptil jelmaan setan, maka ia harus dipukul sampai mati dan dibakar agar setan itu tidak mengganggu lagi. Menurut pengalaman, bila tidak dibakar, serangga atau reptil itu bisa hilang lenyap meninggalkan jejak berupa minyak. Artinya dia kembali berwujud setan yang mengganggu. Bila dibakar sampai hangus, dia tidak muncul lagi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun