Mohon tunggu...
Yuliana Rahmatwati
Yuliana Rahmatwati Mohon Tunggu... -

Seorang musafir yang sedang melakukan perjalanan jauh, mencari sesuatu untuk dibawa pulang kembali.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Kontroversi Brent Spar

12 Maret 2017   20:26 Diperbarui: 12 Maret 2017   20:39 525
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perusahaan dalam mengambil keputusan perlu melakukan komunikasi risiko terlebih dahulu. Komunikasi resiko merupakan pertukaran informasi dan pandangan mengenai risiko serta faktor-faktor yang berkaitan dengan risiko di antara para pengkaji risiko, manajer risiko, konsumen dan berbagai pihak lain yang berkepentingan. Tujuan pokok komunikasi risiko adalah memberikan informasi yang bermakna, relevan dan akurat dalam istilah yang jelas dan mudah dipahami kepada audiens tertentu.

Risiko yang terjadi di suatu perusahaan pada umumnya bersumber dari adanya unsur ketidakpastian (uncertainties) yang menyebabkan tertekannya profitability atau bahkan dapat menimbulkan kerugian. Kompleksitas risiko menyebabkan banyak cara dalam mengatasi risiko pada suatu perusahaan, apalagi perusahaan tidak punya pengalaman untuk mengenal suatu risiko, risiko ada yang bisa diperkirakan (expected risk), ada yang tidak bisa diperkirakan (unexpected risk), atau memang yang benar-benar mempunyai ketidakpastian. Krisis Brent Spar adalah contoh klasik dari komunikasi risiko yang salah.

Kontroversi berawal pada tahun 1994, ketika dua perusahaan raksasa dalam bidang perminyakan, Shell dan Exxon mengalami masalah tentang pembuangan pelampung yang digunakan sebagai tempat penyimpan minyak (buoy) bernama Brent Spar. Dua perusahaan besar tersebut berusaha untuk mempertimbangkan dampak pembuangan Brent Spar yang sudah tidak digunakan selama lima tahun. Shell kemudian mengadakan tiga puluh riset terpisah untuk mempertimbangkan segala resiko pembuangan, baik dari segi teknis, keamanan dan lingkungan (Löfstedt & Renn, 1997). Dari tiga puluh riset tersebut, dihasilkan empat pilihan yang dapat ditempuh untuk membuang Brent Spar, yakni:

  • Pembungan didarat
  • Menenggelamkan pelampung dilokasi Brent Sper berada
  • Dekomposisi dari pelampung di tempat
  • Penenggelaman di laut dalam (tapi dalam perairan U.K/ United Kingdom)

Setelah pemerikasaan menyeluruh dari hasil riset, Shell memutuskan untuk menerapkan opsi keempat, dengan pertimbangan terkait biaya yang cukup murah dan dampak lingkungan yang kecil dan keputusan ini pun disetujui oleh pemerintah Inggris sebagai Best Practicable Environmental Option (BPEO) atau keputusan lingkungan yang paling mungkin dilakukan. Pemerintah Inggris menerima keputusan ini dan memberi tahu negara-negara lain yang berada di kawasan Eropa mengenai hak ini sesuai dengan ketetapan yang dikeluarkan oleh Konvensi Oslo-Paris yang berbicara tentang lingkungan kelautan. Setiap negara diberikan tenggang waktu 60 hari dari pemberitahuan, dan dari waktu yang diberikan tersebut, tidak ada satu negara pun yang menyatakan keberatan, sehingga izin pun diluncurkan. Namun, sebelum izin ini terbit, aksi keberatan terhadap pembuangan Brent Spar ini dilontarkan oleh Greenpeace sebagai salah satu organisasi yang memperjuangkan kelestarian lingkungan (Löfstedt & Renn, 1997).

Kontroversi dan permasalahan ini menjadi agenda utama media. Media ‘menembak’ masyarakat dengan gambar aktivis Greenpeace yang disembur oleh water cannons kapal penarik milik Shell. Kementrian Lingkungan dan Agrikultur Jerman pun kemudian menolak keputusan ini dan menyatakan bahwa langkah pembuangan Brent Spar tersebut bukan menjadi opsi yang tepat dan perlu dipertimbangkan lagi. 

Protes yang dilayangkan oleh pemerintah Jerman ditolak mentah-mentah oleh Inggris dengan alasan bahwa tenggang waktu penolakan terhadap pembuangan Brent Spar telah melewati batas (Löfstedt & Renn, 1997). Pada tanggal 23 Mei, setelah beberapa kali mencoba, Shell akhirnya bisa menghapus aktivis Greenpcace dari platfonn tersebut. Pada saat ini, Greenpeace membuat klaim bahwa ada sejumlah besar logam berat dan material organik yang sangat beracun lainnya dalam tangki yang belum dinyatakan oleh Shell.

Dalam menghadapi tingkat oposisi, Shell mengumumkan bahwa mereka telah membatalkan rencana untuk menenggelamkan Brent Spar. Greenpeace sebagai organisasi yang dari awal gencar melakukan aksi penolakan, mengapresiasi keputusan Shell dan mengumumkan bahwa mereka akan membantu Shell untuk menemukan solusi lingkungan yang dapat diterima. Dengan membatalkan penenggelaman tersebut pemerintah Inggris merasa dikhianati dan diperlakukan tidak adil oleh negara-negara Eropa.

Pada tanggal 27 Juni, Shell mempercepat langkahnya untuk memperbaiki keadaan dan mengambil satu halaman iklan di 100 surat kabar nasional dan lokal dengan judul “ kami akan membuat perubahan”. Dalam hal ini, Shell mengaku terjadi kesalahan dalam kebijakan Brent Spar, meskipun keputusan untuk membuang Brent Spar di laut dalam adalah benar. Shell juga meminta perusahaan Norwegia Det Norske Veritas untuk menyelidiki tuduhan yang dibuat oleh Greenspace tentang penyimpanan 5000 ton minyak mentah. 

Greenpeace kemudian mengakui kekeliruan terkait kuantitas minyak dalam tangki, namun tetap menyatakan bahwa keputusan penenggelaman tersebut salah. Penelitian lanjutan yang dilakukan juga kemudian tetap menunjukkan hasil bahwa penenggelaman Brent Spar di laut tidak memiliki resiko dan dampak signifikan terhadap lingkungan, dibanding membuangnya di darat. Pembuangan di laut menjadi salah satu langkah yang tepat karena pencemaran yang dihasilkan pun relatif kecil meski terdapat beberapa ketakutan akan munculnya kontaminasi lingkungan lokal di laut dalam (Löfstedt & Renn, 1997).

Kontoversi pembungan Brent Spar oleh perusahaan raksasa Shell menjadi bahan menarik bagi Lofstedt dan Renn untuk dianalisi:

  • Shell di pandang sebagai sebuah bisnis besar dan menjadi sebuah perusahaan transasional dan kekalahannya di tangan masyarakat dan Greenspace yang digambarkan oleh media sebagai kemenangan bagi demokrasi
  • Shell dipandang serakah. Shell memiliki modal yang diperlukan untuk memilih pembungan yang lebih ramah lingkungan (pembungan tanah). Dalam hal ini Shell kehilangan kredibilitas.
  • Shell di pandang sebagai sasaran empuk untuk boikot
  • Para politisi dari negara-negara Eropa( kecuali Inggris dan Norwegia) merasa dukungan terhadap Greenspace akan membuat mereka kembali dipilih.
  • Terdapat masalah moral terhadap kesucian laut dalam. Bahwa laut dalam harus tetap murni dan tidak tersentuh.

Ada faktor lain yang membuat isu Brent Spar dapat bertahan pada agenda media:

  • Terdapat banyak foto yang diunggah masyarakat. Salah satunya adalah gambar aktivis pada platform yang di semprotkan oleh kapal tunda Shell.
  • Ada serangkain faktor negatif yang melekat pada pendukung Brent Spar.
  • Kontroversi Brent Spar mendominasi pertemuan intenasional.

Ada beberapa kelemahan antara Shell dan pemerintah Inggris dalam mengatasi krisis yang terjadi:

  • Pemerintah Inggris dan Shell mengadopsi pendekatan top-down dari pada pendekatan dialog.
  • Shell dipandang tidak dapat dipercaya oleh masyarakat, sedangkan Grenspace di percaya.
  • Shell tidak bisa melawan makna simbolik mengenai pembungan laut dalam.
  • Laporan Shepherd menyatakan para ilmuwan yang benar-benar tahu sesuatu tentang laut dalam dan konsekuensi pembungan Brent Spar tidak dikonsultasikan. Dengan kata lain Shell tidak menggunakan keahlian ilmiah yang tersedia untuk melawan klaim yang dibuat oleh Greenspace
  • Liputan media sebagian besar didominasi oleh rekaman yang disediakan oleh Greenspace dan dikirim ke jaringan televisi utama. Greenspace telah mengambil inisiatif dan menghasilkan tindakan yang sangat terlihat, sedangkan Shell dipaksa untuk bereaksi dan membela diri.

Ada beberapa pelajaran yang dapat dipelajari dari kontroversi Brent Spar yang mungkin bisa membantu untuk memastikan bahwa krisis di masa depan bisa diminimalkan. Yang paling penting perusahaan seperti Shell harus mengadopsi pendekatan diaolog sebelum ekskalasi penyebabnya, artinya penting untuk memiliki strategi timbal balik dimana upaya yang dilakukan untuk mempromosikan dialog antara masyarakat, kelompok kepentingan dan para ahli dalam rangka untuk memperoleh solusi yang dapat diterima untuk semua orang. Pendekatan top-down yang digunakan Shell bukanlah pilihan yang tepat.

Industri perlu mengembangkan strategi komunikasi yang lebih baik dan lebih fleksibel untuk mengatasi kritik dari kelompok-kelompok yang bermasalah. Industri, terutama perusahaan multinasional, harus memiliki strategi komunikasi yang seragam dan tidak ambigu baik secara internal maupun antar negara yang berbeda. Hal ini jelas terlihat dalam kasus Brent Spar, di mana Shell  mengeluarkan pernyataan yang berbeda dan sering bertentangan dengan. Industri dan LSM harus bekerja sama  untuk mendukung keputusan yang akan dibuat. Dengan Brent Spar, Shell hanya didukung oleh pemerintah Inggris sedangkan Greenpeace menerima dukungan dari beberapa pemerintah Eropa, Uni Eropa, dan sejumlah besar masyarakat Eropa.

Daftar pustaka

Lofstedt, Ragnar E & Renn, Ortwin. 1997. Perspectives The Brent Spar Controversy: An Example Of Risk Communication Gone Wrong. Journal Risk Analysis Vol 17, No 2, 1997.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun