Mohon tunggu...
Yehezkiel Benaya Nanlohy
Yehezkiel Benaya Nanlohy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Opini Kasus Korupsi oleh Gubernur Papua

22 November 2023   10:54 Diperbarui: 22 November 2023   10:54 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fakta Kasus Korupsi Gubernur Papua Lukas Enembe

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka atas dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.

Kasus korupsi Gubernur Papua, Lukas Enembe, mendapat tentangan protes dari sebagian masyarakat Papua kepada kepolisian. Mereka yang tergabung dalam Koalisi Rakyat Papua melakukan aksi unjuk rasa di Jayapura untuk membela Lukas Enembe.

Akibat kasus korupsi ini, sebanyak 2.000 personel gabungan TNI dan Polri disiagakan untuk mengantisipasi unjuk rasa 'Save Gubernur' yang dilakukan masyarakat Papua pada bulan September 2022 lalu.

Korupsi yang dilakukan Lukas Enembe meliputi alokasi janggal anggaran untuk pimpinan Pemerintah Provinsi Papua serta adanya penyelewengan dana Pekan Olahraga Nasional. Lukas Enembe juga disinyalir memiliki manajer untuk melakukan pencucian uang.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka atas dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar. Namun, dana tersebut telah digunakan Lukas Enembe untuk berobat ke Singapura yang dinyatakan dengan izin pengobatan yang diajukan Lukas ke Kemendagri pada 31 Agustus hingga 26 September 2022 lalu.

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga mendapati 12 aliran janggal yang dilakukan Lukas Enembe yang bernilai hingga ratusan miliar rupiah. Beberapa aliran mencurigakan tersebut dilakukan setor tunai ke rumah judi dan juga transaksi yang dilakukan oleh anaknya.

PPATK kemudian membekukan semua transaksi yang mengarah atau dilakukan atas nama Lukas Enembe. PPATK turut menggandeng 11 lembaga penyedia jasa keuangan, mulai dari asuransi hingga bank untuk mengusut kasus ini.

KPK telah menetapkan Lukas Enembe sebagai tersangka atas dugaan kasus suap dan gratifikasi senilai Rp1 miliar.

Berikut fakta-fakta tentang kasus Lukas Enembe, di antaranya:

1. Aliran Dana ke Rumah Judi

KPK menelusuri dugaan aliran uang Lukas Enembe ke rumah judi atau kasino di luar negeri. Uang tersebut diduga berasal dari tindak pidana yang saat ini sedang diusut KPK. Lukas Enembe diduga pernah menyetorkan secara langsung uang sejumlah 5 juta dolar ke rumah judi. PPATK juga menemukan dugaan Lucas menyetorkan uang tunai sejumlah Rp560 miliar ke rumah judi atau kasino.

2. Dideportasi Papua Nugini

Pada tahun 2021, Lukas Enembe bersama dua orang pendampingnya dideportasi dari Papua Nugini akibat masuk melalui jalur ilegal. Ia mengakui masuk ke Papua Nugini menggunakan ojek melalui jalan setapak yang bertujuan untuk berobat dan terapi.

3. Rekening Gendut

Jumlah uang dalam rekening Lukas Enembe diduga mencapai Rp71 miliar. Rekening-rekening tersebut disimpan dalam sejumlah bank dan asuransi.

4. Memiliki Tambang Emas

Dalam pengembangan yang dilakukan KPK terhadap kasus suap Lukas Enembe ditemukan bahwa Lukas memiliki tambang di berbagai wilayah Papua. Kemudian, penasihat hukum Lukas Enembe menyatakan uang Rp1 miliar di rekening Lukas Enembe adalah hasil dari tambang emas miliknya dan bukan gratifikasi.

5. Mengutak-Atik Dana PON

Lukas Enembe juga diduga mengutak-atik dana Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua untuk kepentingan pribadi.

Penangkapan Lukas Enembe bukanlah rekayasa politik, melainkan fakta hukum. Temuan miliaran rupiah di rekening Lukas Enembe diduga hasil gratifikasi, Rp1 miliar dari temuan PPATK. (Sumber : Hukumonline.com

Opini saya yaitu :

Korupsi oleh seorang gubernur, termasuk di Papua, adalah perbuatan yang merugikan masyarakat dan merusak tatanan pemerintahan. 

Korupsi dapat menghambat pembangunan dan menyebabkan ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya. Penting untuk menegakkan hukum dan menjalankan proses hukum dengan adil untuk memberikan sanksi yang setimpal bagi pelaku korupsi. 

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan publik perlu ditingkatkan untuk mencegah terjadinya korupsi di masa depan. 

Upaya kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan lembaga anti-korupsi, sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang bersih dari praktik korupsi di semua tingkatan pemerintahan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun