Mohon tunggu...
YeBambang Triyono
YeBambang Triyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

WI Puslitbangdiklat RRI

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Tarik Menarik Dunia Broadcast Indonesia, Single Mux, Multi Mux atau Hybrid?

20 Februari 2018   15:00 Diperbarui: 20 Februari 2018   15:17 2248
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Orang awam barangkali tidak peduli dengan istilah single mux dan multi mux maupun hybrid yang hingga tulisan ini di susun masih menjadi perdebatan di Komisi I DPR RI yang tengah membahas Rancangan Undang Undang  Penyiaran sebagai revisi Undang Undang Penyiaran Nomor 32/2002. RUU Penyiaran ini apabila disetujui akan menjadi landasan utama pelaksanaan migrasi sistem penyiaran televisi terrestrial  analog ke digital. RUU Penyiaran pertama kali dibahas oleh Komisi I DPR RI pada tahun 2010. Pada saat itu DPR telah mengadopsi 80 prosen draft yang disodorkan publik. Hingga akhir tahun 2014 pembahasan revisi Undang Undang tidak kunjung selesai, dilanjutkan tahun berikutnya, namun tidak ada hasil. Tahun ini, RUU Penyiaran tersebut kembali dibahas.

Sebelumnya penulis mencoba mencermati melalui berbagai sumber berkaitan dengan tiga konsep alternatif sistem penyiaran di Indonesia, yakni single mux, multi mux, dan hybrid. Pertama,  Single mux operator berarti hanya ada satu regulator bagi seluruh stasiun televisi. Kedua, multi mux memberi peluang setiap stasiun televisi mengelola infrastrukturnya masing-masing. Ketiga, hybrid, memberi kesempatan beberapa stasiun televisi yang ditunjuk sebagai operator.

Nampaknya sangat simpel menentukan salah satu dari tiga alternative tersebut, namun dalam kenyataannya diskursus perubahan Undang Udang Penyiaran sudah sejak 2008 di bicarakan namun hingga saat ini belum jelas juga, karena adanya campuraduk kepentingan pihak-pihak terkait. Pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyiaran dinilai sarat kepentingan politik. Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo, mengatakan saat ini tarik menarik kepentingan politik dalam pembahasan RUU Penyiaran sangat dominan. Pasalnya pembahasan RUU Penyiaran itu dilakukan dua tahun menjelang Pemiliham Umum 2019. (Koran Tempo, 23 Okt.2017).

Masing-masing pihak memiliki argumen sendiri berkaitan dengan pemberlakuan sistem penyiaran tersebut. Pihak yang memilih single mux mengemukan alasannya bahwa salah satu aturan penting dalam rangka migrasi digital adalah diperkenalkannya konsep single mux operator dan penetapan Lembaga Penyiaran Publik Radio Televisi Republik Indonesia (LPP RTRI) sebagai satu-satunya penyelenggara penyiaran multiplexing digital. (sumber). Konsep ini diharapkan dapat menghasilkan penerimaan PNBP yang jauh lebih besar dari hasil penyewaan kanal dan infrastruktur yang dikelola oleh LPP RTRI. 

Ada yang berpendapat bahwa pemberlakukan multi mux kurang pas karena frekuensi adalah aset  milik publik sehingga semestinya dikuasai negara. Yang terpenting adalah diciptakannya  iklim penyiaran yang lebih baik dan ada aspek perlindungan bagi pelaku usaha. Multi mux dianggap merugikan negara. Asosiasi Televisi Siaran Digital (ATSDI) menganalisa bahwa pendapatan swasta dari industri penyiaran mencapai  Rp 133 triliun per tahun, sementara potensi pendapatan negara dari penggunaan frekuensi oleh swasta hanya Rp 83 miliar per tahun. Oleh sebab itu, ATSDI  mendesak Badan Legislatif (Baleg) DPR menyetujui Komisi I yang mendukung konsep single mux operator dalam frekuensi penyiaran. (Koran Tempo, 23 Okt.2017).

Sementara itu, muncul pula pendapat bahwa diantara single mux dan multi mux, ada hybrid, yakni beberapa stasiun televisi menjadi  operator. Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto mengemukakan, dengan konsep hybrid mux pelaku usaha masih diberi ruang untuk menggunakan frekuensi siaran, dengan demikian konsep hybrid mux adalah solusi terbaik. "Karena ada tarik-menarik dengan single mux dengan multi mux. Hybrid tidak dikenal. Bisa saja sih hybrid dijadikan sebuah norma atau definisi yang itu jadi solusi misalnya antara single mux dengan multi mux," ujar Wakil Ketua Baleg Totok Daryanto di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/10/2017). 

Argumen muncul dari pihak yang cenderung pada multi mux dengan alasan bahwa apabila diberlakukan single mux  lembaga penyiaran swasta menjadi tidak memiliki kemerdekaan dalam publikasi konten karena berada di bawah bayang-bayang kekuasaan muxoperator serta tidak adanya jaminan terlaksananya service level agreement baik terhadap penggunaan slot/kanal pada infrastruktur multiplexing yang dikelola oleh operator tunggal. Penguasaan muxoperator atas faktor inilah yang mengarah pada perbuatan monopoli dan jelas mengabaikan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya, yakni Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang secara jelas mengatur bahwa segala tindakan, kebijakan, dan perbuatan yang mengarah pada praktik monopoli adalah dilarang. (Kamilov Sagala -- detikNews). Ketua Asosiasi Televisi Swasta Indonesia (ATVSI) Ishadi, SK menilai penguasaan frekuensi siaran dan infrastruktur oleh single mux operator oleh LPP RTRI menunjukkan adanya posisi dominan atau otoritas tunggal oleh pemerintah yang dikawatirkan  berpotensi disalahgunakan untuk membatasi pasar industri penyiaran.

Komparasi dengan Negara Lain

Hingga saat ini konsep single mux operator diterapkan oleh dua negara anggota International Telecommunication Union (ITU), yaitu Jerman dan Malaysia. Di kedua negara tersebut, market share TV FTA (Free to Air ) /Televisi tidak berbayar  hanya 10% dan 30% sedangkan sisanya didominasi oleh TV kabel dan TV berbasis satelit DTH (Direct to Home). Pemain TV FTA di Jerman ada dua dan tujuh di Malaysia, hampir semuanya dimiliki pemerintah atau partai penguasa.

Berdasarkan data dari European Broadcasting Union (EBU), Asia Pasific Broadcasting Union (ABU) maupun International Telecomunication Union (ITU), dipastikan bahwa sebagian besar negara yang sudah melakukan analog switch off, lebih memilih sistem hybrid dari pada single mux operator.

Konsep single mux operator yang ditetapkan di Malaysia mengalami berbagai masalah sejak diluncurkan, yakni tingkat layanannya rendah dan harga sewa kanal yang tidak kompetitif sehingga para stasiun televisi termasuk stasiun televisi yang dimiliki oleh pemerintah tidak mau membayar harga sewa kanal. Hal seperti ini harus dijadikan bahan pertimbangan dalam menentukan kebijakan industri penyiaran di Indonesia karena kondisi seperti ini akan berpengaruh terhadap iklim industri penyiaran. (Kamilov Sagala -- detikNews).

Plus Minus Televisi Digital

Beberapa keuntungan televisi  digital diantaranya tersedianya layanan siaran tambahan yang bersifat interaktif seperti halnya internet dan kualitas audiovisualyang lebih baik sehingga penonton dapat menikmati layar kaca seperti laiknya layar lebar. Penggabungan televisi dan internet juga akan membuka kemungkinan untuk pelayanan-pelayanan baru, seperti: penyediaan link antara program dokumenter dengan ensiklopedia online; akses kepada arsip digital untuk memperoleh informasi-informasi tambahan bagi program-program berita dan current affairs; membuat link antara program drama atau komedi dengan situs-situs internet yang dibuat oleh para penggemar (fans) program-program tersebut. 

Dimungkinkan pula streaming video yang lazim di dunia internet, termasuk film on demand dan siaran langsung melalui internet (Hastjarjo, 2007).(sumber). Di samping itu, sistem digital memungkinkan diversifikasi saluran sehingga menjadi saluran multikanal. Konon, satu kanal analog dapat dipecah dan diisi oleh 4-6 saluran televisi digital.

Sekalipun televisi digital membuka kemungkinan-kemungkinan menarik, namun realisasinya tidak secepat media yang lain. Penghambat yang terbesar adalah: dibutuhkannya pesawat televisi model baru yang memiliki fasilitas untuk men-decodesinyal digital. Hal ini membuat perusahaan-perusahaan televisi siaran ragu untuk mulai melakukan siaran televisi digital, dengan pertimbangan: (1) dibutuhkan pembangunan infrastruktur baru untuk memproduksi dan menyiarkan program televisi digital; (2) harga pesawat televisi digital masih belum terjangkau oleh sebagian terbesar khalayak penonton televisi, sementara itu untuk menyiarkan program ganda (analog dan digital) akan terlalu mahal.

Harapan Publik

Penulis mencoba menempatkan diri sebagai salah satu masyarakat awam yang menuntut hak warga negara untuk mendapatkan informasi  yang benar, pendidikan yang baik, dan hiburan yang sehat. Ditengah perdebatan yang tidak pernah diketahui kapan selesainya dan diketuknya palu RUU Penyiaran menjadi Undang Undang dan diberlakukannya single mux, multi mux, atau hybrid, publik tentu berharap bahwa lembaga penyiaran harus memilik empati yang tinggi terhadap masyarakat dengan  membuat program yang tidak hanya menyenangkan untuk ditonton tetapi juga harus memberikan pencerahan dan menuntun penonton untuk berbuat positif. Rasa empati para programmer dapat menciptakan  ide atau kreasi sehingga tayangan yang dibuat memiliki nilai dan informasi yang benar-benar dibutuhkan masyarakat.

Televisi sebagai salah satu mainstream media(media arus utama) menjadi sarana utama komunikasi untuk menangkal berita-berita yang diragukan kebenarannya. Mainstream media harus jelas dan tegas menjunjung profesionalisme pers. Pers harus independen, memihak kebenaran dan kepentingan rakyat, serta tidak takluk pada kepentingan pemodal. Media arus utama harus mampu menyajikan berita yang akurat, berimbang, dan memihak kebenaran guna membendung berita bohong yang masif diproduksi dan beredar luas di media sosial (medsos) dengan mengedukasi publik melalui berita yang akurat, berimbang dan memihak kebenaran.

 ------------------------------------------------------------

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun