Mohon tunggu...
YeBambang Triyono
YeBambang Triyono Mohon Tunggu... pegawai negeri -

WI Puslitbangdiklat RRI

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Jurnalis Warga, Masihkah Cerahkan Peradaban Manusia?

26 April 2017   11:36 Diperbarui: 26 April 2017   22:00 642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Pendengar dan pemirsa dengan kekuatan media besar, yakni sosial media yang sudah menjadi rumah setiap warga tanpa mengenal batas umur dan usia akan mengubah dunia entah menjadi lebih baik atau semakin kacau. Siapanpun tanpa kecuali, termasuk para kriminal, koruptor, gembong narkoba, petualang cinta, germo,  dll pasti memanfaatkan media sosial untuk tercapainya maksud mereka.

Media resmi koran, radio, televisi dan media online berkuajiban mengkonter (encounter) keberadaan media sosial dengan pemberitaan negatif tanpa etika,  dengan lebih memberi prioritas pada etika jurnalisme untuk pemberitaan mereka. Prophetic journalism bisa  menjadi pilihan utama yang di manfaatkan baik oleh media resmi maupun media non resmi (sosial media), terutama para jurnalis warga yang berkehendak baik membangun keberadaban umat manusia yang hidup dalam keberagaman (diversity) di dunia yang damai.

Prophetic Journalism

Dalam dunia media baik elektronik maupun cetak, ada istilah yang disebut ‘Prophetic Journalisme’ atau Jurnalisme Kenabian yang  sangat perlu dipopulerkan dan di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari dalam usaha mengkonter berita berita negatif  yang sering dilansir oleh media seperti televisi dan radio maupun media cetak, dan bahkan ‘media’ milik jurnalisme warga. Jadi betapa pentingnya orang orang media dapat menerapkan jurnalisme kenabian dalam konten pemberitaannya untuk  kepentingan seluruh manusia dalam rangka menciptakan ‘perdamaian dunia akerat’.

Konten penulisan berita tentu berdasarkan pada apa yang kita akui kebenarannya yang tertuang dalam kitab kitab suci agama apapun yang telah diajarkan pada umat manusia.  Sebagai contoh, seperti yang pernah dikatakan seorang pengamat media, Parni Hadi yang juga mantan direktur utama LPP RRI, bahwa para jurnalis muslim perlu mengaktualisasikan jurnalisme dengan mempraktekkan empat akhlak mulia yang diajarkan Nabi Muhammad SAW, yakni siddig (ungkapan kebenaran), tabligh (menyebarkan kebenaran melalui pendidikan), amanah (jujur/dapat dipercaya), dan fatonah (bijak). Dengan merefleksikan empat akhlak mulia  tersebut, para jurnalis dan penyedia berita (diharapkan termasuk dalam jurnalisme warga) akan memperlihatkan kemuliaan/martabat (dignity), devosi/kesetiaan, toleransi, saling pengertian, saling menghormati, tanpa (berita) kekerasan, dan kepedulian yang berdasarkan kasih ketika menulis laporan, features, maupun komentarnya.

Sementara itu, Robert Jensen, professor pada College of Communication's School of Journalism, mengatakan, jurnalis perlu meniadakan/menghindari keadaan matirasa (numbness) dan keputusasaan yang ada dalam masyarakat dengan menyebutkan apa yang telah/sedang terjadi. Jurnalis tidak memprediksi apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, tetapi bisa mengingatkan para pemimpin yang korup dan masalah masalah sosial lainnya. Jurnalis harus memiliki kejujuran dan adil atas dasar kebenaran  dalam hal memberitakan peristiwa dalam posisi bebas dan netral. Bersikap netral akan membawa jurnalis lepas dari ikatan kekuasaan. Sementara itu, mantan Direktur LKBN Antara Mohammad Sobari mengatakan, jika seorang wartawan mengkhianati kebenaran, maka intelektualitas wartawan tersebut akan gugur seketika. Namun, disisi lain seorang wartawan juga harus bersikap bijaksana  dalam memilih berita yang akan disajikan kepada masyarakat. Juga tidak baik menyajikan berita yang terlalu apa adanya dalam berita-berita tertentu, apalagi dimanipulasi.

Banyak keluhan tentang praktek  jurnalisme  saat ini yang dianggap tidak mendukung nation character building, bahkan memprovokasi publik menjadi individualitis, konsumtif dan agresif yang berakhir pada maraknya korupsi, hidup boros dan menyulut aksi tawuran dan konflik SARA. Praktek jurnalisme seperti itu tidak hanya dilakukan oleh wartawan dan media cetak dan elektronik, radio dan TV saja, tapi lebih oleh citizen journalists sebagai individual content providers melalui media sosial yang lebih cepat mencapai publik.

Praktik jurnalisme di era informasi dan teknologi harus tetap mengedepankan kejujuran dan obyektivitas. Hal ini penting dilakukan karena tidak jarang media massa tidak lagi jujur dalam menyampaikan informasi. Itu akibat kepentingan politik maupun ekonomi yang ada di belakangnya. Di sinilah pentingnya jurnalisme yang memegang prinsip-prinsip kenabian atau prophetic yang dapat dijadikan sebagai bingkai dalam praktek jurnalisme.

Jurnalis perlu memahami misi kenabian sebagai sikap hidup manusia yang oleh para jurnalis modern sering diabaikan, yakni memainkan peranan sebagai ‘pemberita’, ‘pewarta’, atau ‘pemanggil’ umat manusia agar senantiasa berjalan menuju pintu Tuhan. Hal yang utama dari misi kenabian ialah etika. Itu penting karena misi besar semua tujuan spiritual kenabian ialah membangun kehidupan di bumi sebagai tujuan menghasilkan adab, tamadun, peradaban. Dari sini, penting pula misi kenabian perlu bersandar pada bahasa kaum, bukan sekedar memahami cara kaum “berbahasa” melainkan juga memahami serta menghargai perbedaan “bahasa” di masing-masing kaum tersebut.

Ada pertanyaan yang menantang bagi para jurnalis: bisakah setiap jurnalis dimanapun mereka berada untuk mengembangkan jurnalisme kenabian (prophetic journalism)? yakni suatu bentuk jurnalisme yang tidak hanya menulis atau melaporkan berita dan peristiwa secara lengkap, akurat, jujur, dan bertanggung jawab semata, tetapi juga memberikan petunjuk kearah transformasi atau perubahan berdasarkan cita-cita etika kenabian. Ini berarti suatu jurnalisme yang secara sadar dan bertanggung jawab memuat kandungan nilai dari cita-cita etika sosial  yang didasarkan pada emansipasi, liberasi, dan transendensi. Melalui jurnalisme kenabian (profetik), kita berharap peradaban umat akan lebih tercerahkan.

-----------------------------------------------------------------------------------------------------

*y.bambang triyono, widyaiswara puslitbangdiklat rri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun