Nama : YEBRINA EKAWATI
Kelas : HES 5C
NIM: 202111111
1. Analisis Efektivitas Hukum dalam Masyarakat dan apa saja syarat-syaratnya
Sebelum membahas efektivitas aturan , kita wajib  memahami apa yg dimaksud efektivitas dan  arti yg terkandung dalam pada istilah efektivitas.istilah efektivitas  diambil berasal bahasa inggris adalah effective ayng artinya dalam bahasa Indonesia adalah berhasil. serta jika diuraikan bisa berarti Kamus ilmilah populer yg mendefinisikan efektivitas menjadi penggunaan akibat guna atau tujuan.
Efektivitas  sendiri asal berasal kata efektif  yg memiliki makna yaitu  mencapai keberhasilan buat mengapai suatu tujuan yg sudah ditetapkan. Efektivitas selalu ada kaitannya menggunakan korelasi antara pencapaian yg telah berhasil dengan pencapaian yg  hasilnya dari sesungguhnya  yg sudah di capai.Jadi efektivitas artinya kemampuan utuk bisa melakukan  tugas , fungsi (suatu aktivitas atau acara ), daripada  suatu organisasi atau sejenisnya yg tidak adanya tekanan pada pelaksanaannya . Jadi pengertian efektivitas hukum berdasarkan beberapa pengertian diatas merupakan bahwa efektivitas hukum dapat pada capai jika tercapainya suatu target atau tujuan yg telah ditententukan terlebih dahulu yang artinya sebuah pengukuran dimana suatu target telah mencapai apa yang telah direncanakan . Adapun tujuan hukum merupakan untuk mencapai kedamaian menggunakan mewujudkan kepastian serta keadilan aturan pada warga . Kepastian aturan harus menghendaki ihwal perumusan kaidah-kaidah aturan yg berlaku awam serta khusus , yangg berarti juga  kaidah-kaidah tersebut wajib  ditegakkan dan  bisa di laksankan menggunakan tegas .
Bisa disimpulkan bahwa efektivitas hukum ialah suatu tindakan yang memilki pengertian mengenai tujuan terjadinya akibat atau efek yang pada inginkan dan  menuju pada pengaruh yang dinginkan serta menuju di dampak atau yang akan terjadi dalam mencapai sebuah tujuan di suatu wilayah. Sedangkan menurut Zainuddin Ali, efektivitas hukum itu berarti menyelidiki kaidah hukum serta wajib  memenuhi syarat secara yuridis , berlaku secara sosiologi dan  berlaku secara filosofil.tentang efektivitas  suatu peraturan prundang-undangan pada dasarnya membandingkan realita aturan dengan ideal aturan. Walapun Undang-undang berlaku fiktif pada artian rakyat dianggap tahu mengenai hukum sehingga pada terjadinya suatu pelanggaran seseorang tak boleh berdalilh menggunakan alasan tidak memahami.
Efektivitas hukum  menurut Hans Kelsan yaitu mengenai validitas aturan yang artinya bahwa adat-adat hukum yg memiliki  sifat mengikat , dan  rakyat wajib  berperilkau sesuai pada norma-norma hukum yang berlaku di warga  . Efektivitas aturan dapat pada artikan bahwa orang-orang  wajib  berperilaku sinkron menggunakan norma-adat di hukum sebagaimana mereka wajib  bertindak, norma-adat yg berlaku dimasyarakat wajib  pada patuhi dan  diimplementasikan.Dimana terdapat masyarakat di situ ada hukum, maka hukum poly mempunyai dampak terhadap kehidupan masyarakat.sebab pada dasarnya hal tersebut wajib  didukung dengan fakta yg terdapat dimasyarakat bahwa masing-masing anggota rakyat memiliki korelasi kepentingan dan  majemuk,kepentingan menggunakan anggota masyarakat lain juga kepentingan dengan negara atau pemerintah.Disinilah hukum memiliki kiprah yg sangat penting supaya warga  dapat hidup aman, tentram, tenang, adil, dan  makmur dan  tanpa adanya hukum di warga  akan bisa mengakibatkan kericuhan antar rakyat dan  tidak saling toleran.
- Undang-undang didesain dengan baik ,dapat memberi kepastian, simpel dipahami serta kaidahnya sangat kentara.
- Undang-undang bersifat larangan (prohibitur) dan  bukan memperbolehkan (mandatur).
- hukuman harus kentara dengan tujuan yang kentara juga .
- Beratnya hukuman dilarang hiperbola(sebanding menggunakan bobot pelanggarannya).
- Pelaksana hukum wajib  menjalankan tugas yg diberikan dengan baik , menyebarluaskan wacana Undang-undang ,serta penafsiran yang seragam serta tetap atau konsisten.
- Mengatur terhadap perbuatan yg mudah dicermati .
- Mengandung larangan yang sesuai menggunakan moral dalam kehidupan.
2. Contoh Pendekatan Sosiologi hukum dalam studi Hukum Ekonomi Syariah
Pendekatan Sosiologi Hukum terhadap Bank Syariah
Pada waktu sebelum adanya bank syariah masyarakat masih menggunakan bank konvensional untuk melakukan transaksi ekonomi salah satunya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.Pada awal berdirinya Bank syariah ingin mengajak masyarakat untuk  merasakan bagaimana cara bertransaksi berlandaskan hukum islam namun masyarakat menolaknya karena bagi mereka bank syariah cukup asing di telinga mereka . Sehingga masyarakat pun masih ragu  untuk memilih bank syariah daripada bank konvesioanl hal tersebut sangat wajar dikarenakan bank syariah masih beradaptasi dengan masyarakat. Seiring berkembangnya waktu bank syariah mulai banyak diminati masyarakat dan bisa bersaingi dengan bank konvesional walapun bank syariah peminatnya  masih sedikit dibanding dengan bank konvensional.
Dalam Islam di perbolehkan untuk melakukan transaksi ekonomi dengan syarat harus sesuai dengan aturan yang sudah ditentukan dalam  syariat Islam. Adapun yang membedakan antara bank syariah dengan bank konvesional salah satu yaitu mengenai bunga , dalam bank syariah tidak menerapkan bunga sedangkan bank konvesional masih menerapkan tentang bunga hal tersebut membuat sebagian masyarakat ingin berpindah dari bank konvesional ke bank syariah di karenakan pada bank konvesional menerapkan bunga lebih tinggi dari pada pada bank syariah. Masyarakat merasa sangat kecewa dengan bank konvesional di karenkan bank konvesional menaikkan bunga bank tanpa sepengetahuan mereka bagi bank konvesional menaikkan bunga bank ini akan bisa menaikkan pendapatan mereka padahal malah mengecawakan masyarakat. Sehingga masyarakat mulai membiasakan dirinya untuk melakukan transaksi ekonnomi dengan menggunakan bank syariah karena dirasa lebih aman,nyaman dan lebih fleksibel dari pada bank konvesional . Pada agama Islam melarang adanya riba dalam dunia perbankan  syariah hal tersebut sudah termuat dalam fatwa DSN-MUI mengenai riba maka dari itu banyak perbankan syariah yang tidak menerapkan bunga bank .
3. Dalam Hukum pasti mengenal dengan istilah Hukum tumpul ke atas dan tajam kebawah yang artinya bahwa hukum hanya memihak pada orang-orang yang memiliki jabatan tinggi dan berkuasa sedangkan pada masyarakat kecil tidak mempunyai kekuasaan .Maka dari itu muncullah progressiv law ini berkaitan dengan manusia dimana hukum progresif atau dapat disebut juga dengan hukum yang "pro rakyat"dan " pro keadilan". Kalau  kita berbicara tentang  hukum maka yang mestinya adanya hukum pasti mempunyai tujuan untuk kebahagiaan manusia.Pada dasarnya Hukum di bentuk untuk manusia yaitu sebuah bentuk "Humanisme yuridis" atau sebuah hukum progresif ,yang mempunyai maksud untuk memberikan penghargaan kepada  manusia secara radikal , non-ultilitarisme dan tidak mengenal adanya penindahan kepada masyarakat.
Salah satu faktor yang yang menyebabkan munculnya progressiv law yaitu adanya faktor perilaku di atas peraturan yang dimana hukum progresif yang menempatkan bahwa perilaku masyarakat sebagi faktor yang penting dalam berhukum daripada peraturan-peraturan yang yang tidak lain adalah aturan tertulis . Aturan Tertulis tidak sepenuhnya dapat di percaya sebagai representasi kehidupan hukum yang otentik. Yang lebih penting adalah perilaku dimana sebuah entitas dimana hukum itu berada dan tanpa adanya perilaku manusia maka hukum tidak akan berjalan dan hidup . Maka dari itu perilaku manusia menjadi salah satu faktor yang sangat penting dalam hukum , sehingga adanya perilaku manusia hukum menjadi berjalan dan hidup . Pada dasarnya bahwa hukum modern mengalami kegagalan serius hal tersebut karena hukum mesti dikembalikan secara "progresif" kepada perilaku ,meskipun perilaku berda diatas peraturan peraturan-peraturan tidak berarti bahwa peraturan hukum positif tidak berlaku sama sekali tetapi yang  berlaku adalah norma hukum posistif. Ada gagasan yang menjelaskan secara logis dan releven menjelaskan tentang pemahaman mengenai hukum untuk manusia, sebabnya perilaku manusia pada umunya dalam masyarakat dan lebih khususnya untuk para pelaku penegak hukum.
4. Law and social control ialah dimana hukum menjadi alat kontrol sosial insan  dalam menyampaikan arti bahwa sesuatu yg yang dapat menetapkan sikap manusia . Perilaku insan dapat didefinisikan bahwa sesuatu yg menyimpang terhadap aturan aturan dan  akibatnya hukum bisa memberikan saksi atau tindakan terhadap siapapun yang melanggar. Sebab hukum pun memutuskan sanski yang wajib  pada terima sang pelaku. dan  sedangkan kontrol sosial adalah aspek normatif pada kehidupan sosial. misalnya terdapat seorang perempuan  yang g  melakukan zina pada sebuah hotel atau pada tempat lainnya yang bukan ialah korelasi suami/istri dan  menyebabkan perempuan  tersebut hamil pada luar nikah maka ke 2  pasangan tersebut kan menerima  saksi istiadat yang berlaku pada suatu daerah tertentu.
Sosial legal adalah menjwab serta menjelaskan banyak sekali problem aturan , dengan pendekatan teoretik serta metodologis yang interdisiplin, utamanya berkelindan menggunakan ilmu sosial-humaniora. Socio-legal sebagai payung bagi ilmu seperti sosiologi hukum, antropologi hukum, politik aturan, gender dan  hukum, psikologi hukum. Socio-sah sangat memperkaya perkembangan ilmu aturan baik pada ranah teoretikal juga praktikal. Misal : Pandangan rakyat tentang penegak aturan yg keliru satu asal anggota penegak hukum melakukan kesalahan sehingga menghasilkan nama baik berasal penegak hukum menjadi jelek . warga  pun kecewa terhadap aparat penegak hukum yang seharusnya aparat penegak hukum bertugas buat mengayomi masyarat bukan malah memperburuk gambaran menjadi aparat penegak aturan.Â
Legal pluralis adalah sebagai keragaman hukum. dari John Griffiths, pluralisme aturan merupakan hadirnya lebih berasal satu hukum aturan pada sebuah lingkungan sosial. Meskipun terdapat kaidah-kaidah hukum lain, sentralisme aturan menempatkan aturan negara berada pada atas kaidah hukum lainnya, mirip hukum adat, aturan kepercayaan , maupun kebiasan-kebiasaan. Kaidah-kaidah aturan lain tersebut dianggap memiliki daya ikat yang lebih lemah serta wajib  tunduk di hukum negara. Indonesia menganut 3 sistem aturan yakni sistem aturan istiadat, sistem aturan Islam serta hukum Barat, ketiga aturan tadi saling berkesinambungan antara satu menggunakan yang lain mereka saling beriringan menggapai tujuan yg sama, namun pada dalam perjalananya mereka mengikuti hukum yang ada dipada hukum tersebut. misalnya : Maraknya pembentukan perda syariah pada wilayah, qanun pada Aceh, dan  pembentukan lembaga-forum norma yg diakui menjadi media penyelesaian sengketa istiadat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H