Albert Camus, The Rebel: An Essay on Man in Revolt, terj. Anthony Bower (Harmondsworth, 1971), hlm. 28, sebagaimana dikutip dalam Martin Suhartono, “Camus: Dari Yang Absurd ke Pemberontakan”: hlm. 88.
Thomas L. Hanna, “Albert Camus and the Christian Faith” dalam The Journal of Religion, Vol. 36, No. 4 (Oct., 1956): hlm. 230.
Camus, The Myth of Sisyphus, sebagaimana dikutip dalam Ibid.
Adrianus Sunarko, “Teodisea, Antropodisea, Anti-Teodisea: Allah, Manusia, dan Penderitaan (Naskah yang disampaikan pada kuliah pembuka tahun akademik 2005 / 2006 di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta, 22 Agustus 2005), hlm. 11-13.
Gaudium et Spes, art. 39 a.
H. P. Owen, Christian Theism (Edinburgh, 1984), hlm. 90, sebagaimana dikutip dalam Leahy, Filsafat Ketuhanan Kontemporer, hlm. 277.
Loose, “The Christian as Camus’ Absurd Man”: hlm. 207. Terjemahan oleh penulis.
Albert Camus,Actuelles (Paris, 1950), hlm. 46, sebagaimana dikutip dalam Hanna, “Albert Camus and the Christian Faith”: hlm. 225.
Begitu misalnya, Kardinal Ratzinger (waktu itu) mengkritik pandangan mantan muridnya, Hansjürgen Verweyen, yang menyatakan bahwa “Yesus dapat dan sudah mengalahkan penderitaan pada saat masih di salib itu sendiri (bukan baru pada saat kebangkitan)”. Kritik Kardinal Ratzinger jelas: pandangan ini mengaburkan ciri skandal kematian Yesus dan makna penting kebangkitan (Sunarko, “Teodisea, Antropodisea, Anti-Teodisea”: hlm. 12-13).
Jill Graper Hernandez, Gabriel Marcel’s Ethics of Hope: Evil, God and Virtue (London: Continuum, 2011), hlm. 53.
Camus, Actuelles, hlm. 214-215, sebagaimana dikutip dalam Hanna, “Albert Camus and the Christian Faith”: hlm. 231.