Sepuluh menit ……..….
Nyawa terasa tinggal sejengkal di kerongkongan ……….
Lima belas menit …………
Dan tempat sasaran belum juga nampak keberadaannya.
Beberapa orang dari kami mulai mengeluh mengapa kami belum sampai juga. Beberapa memutuskan untuk rehat sebentar dengan nafas yang masih tersengal di tengah tanjakan 45o itu. Beberapa juga memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Dan, oh, ternyata mesjid itu sudah dekat. Hanya berbelok sedikit ke kiri dan nampaklah, tempat sasaran kami. Berdiri dengan megah dalam kesederhanaannya, tempat pengaduan semua ummat muslim di daerah itu. Rumah Allah Azza Wa Jalla yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Al-ikhlas, demikianlah ia dinamakan. Cat putih menutupi hampir keseluruhan dindingnya, dipadu dengan hijau terang di setiap kuseng pintu dan jendelanya. Warna klasik mesjid pada umumnya. Mesjid ini bisa dibilang cukup kecil untuk ukuran masyarakat disekitarnya. Karena tak Nampak mesjid lain selain mesjid ini dalam radius 70 meter disekitarnya.
Nampak bersih dan sedikit kusam, mungkin karena cukup jarang untuk dibersihkan. Mungkin masyarakat disekitar sini sedikit kurang berinisiatif untuk membersihkannya. Mungkin pula, sangat sedikit jamaah yang datang kemari untuk melaksanakan sholat 5 waktu dan anak-anak disekitar sini terlihat cukup nakal dan acuh tak acuh.
Demikianlah aku berpikir awalnya.
Proses pembersihan dan pembenahan pun dimulai. Kami mengelap jendela dan pintu, membersihkan halaman, mencabuti rumput, menyapu teras, mengecat ulang kuseng jendela, membersihkan kipas angin dan ruang operator masjid serta mengecek sound system di mesjid itu.
Waktu berlalu hingga tak kami sadari waktu dzuhur mulai menyapa. Seorang anak datang dengan tergesa-gesa setelah mengambil air wudhu dan masuk ke dalam masjid. Menyalakan sound system, menarik nafas dan mengumandangkan Adzan.