Akhir-akhir ini, terlalu banyak berita menggemparkan yang diberitakan media.
Berita tentang kasus penistaan agama yang sangat menggemparkan, hingga mengisi semua Headline berita baik media cetak maupun media elektronik. Berita tentang sang ulama besar dengan konten ‘pornografi’-nya dan banyak lagi. Terlalu banyak dera bagi bangsa kita akhir-akhir ini.
Namun, tak ada yang bisa mengalahkan kepopuleran berita saat ini, ‘1 Ramadhan tahun 1438 H’.
Sejak pagi, banyak ibu-ibu yang hilir mudik menuju ke pasar. Nampak sibuk dengan persiapan untuk menyambut bulan yang suci itu, Ramadhan Kareem.
27 Mei 2017, ditetapkan sebagai hari pertama Bulan Ramadhan untuk tahun ini.
Biasanya, dihari pertama bulan Ramadhan banyak menjadi alasan bagi sebagian orang untuk mengambil cuti. Tentu dengan beragam alasan. Karena ingin bersama keluarga, rindu kampung halaman, atau karena hari pertama di Bulan Ramadhan itu hal yang cukup ‘sakral’.
Tapi tidak bagi kami, mahasiswa(i) Universitas Halu Oleo yang sedang menjalani program KKN (Kuliah Kerja Nyata) semester ini di Kota Kendari. Jika kalian ingin bertanya mengapa KKN kali ini hanya mengambil Kota Kendari? Jawabannya sederhana, karena sebagian besar peserta KKN semester ini masih banyak yang mengambil mata kuliah lain, sehingga pihak birokrasi sepertinya tak ingin mengambil risiko mengirim kami keluar kota.
Hari itu, tepat pada tanggal 27 Mei 2017 hari pertama Bulan Ramadhan, kami menjalankan salah satu program yang telah kami canangkan. Tak ada agenda berlibur pulang ke kampung halaman atau untuk bertemu dengan sanak saudara atau berkumpul dengan keluarga besar.
Program yang kami laksanakan hari itu adalah pembersihan dan pembenahan salah satu rumah ibadah umat islam yang terletak di RW.03/RT. 007 Kelurahan Punggaloba Kecamatan Kendari Barat.
Awalnya kupikir ini hal yang cukup baik dan bermanfaat dalam menyambut bulan suci Ramadhan ini. Well, mungkin itu hanya pikiran sekenanya saja karena sehari sebelumnya aku tak ikut dalam kegiatan pengecekan lokasi sasaran.
Pagi itu dihari pertama bulan Ramadhan, pukul 10.00 kami berangkat dari posko KKN menuju mesjid sasaran kami itu hanya dengan berjalan kaki. Karena Koordinator Keluarahan kami mengatakan itu tempat yang dekat dan lebih mudah dijangkau dengan berjalan kaki.
Diperjalanan kami masih sempat bercanda ria, menceritakan bagaimana kami di 1 Ramadhan tahun sebelumnya, apa yang kami lakukan, atau bercanda tentang hal-hal menyenangkan lainnya.
Sebelum akhirnya kami mulai dihadapkan dengan jalan menanjak yang hampir mendekati 450. Jika saja pagi itu hari cukup bersahabat seperti biasanya, mungkin kami tak akan berjengit walaupun hanya sesaat ketika melihat jalan itu. Tetapi pagi itu diawali dengan hujan deras yang membuat jalan menanjak itu Nampak licin. Belum lagi dengan jalan yang berlumut.
Seperti semua orang yang awalnya berjalan di jalan yang menanjak, semangat dan seperti tak kenal lelah itu apa. Walaupun jalan licin dan berlumut.
Semenit ……………..
Dua menit …………...
Hati masih Nampak riang, melewati beberapa balok kayu untuk menyeberang ke seberang dengan jurang yang menganga dibawahnya.
Lima menit ………….
Tanjakan mulai Nampak tak bersahabat
Nafas tersengal,
Tujuh menit ……..….
Keringat bercucuran,
Sepuluh menit ……..….
Nyawa terasa tinggal sejengkal di kerongkongan ……….
Lima belas menit …………
Dan tempat sasaran belum juga nampak keberadaannya.
Beberapa orang dari kami mulai mengeluh mengapa kami belum sampai juga. Beberapa memutuskan untuk rehat sebentar dengan nafas yang masih tersengal di tengah tanjakan 45o itu. Beberapa juga memutuskan untuk terus melanjutkan perjalanan.
Dan, oh, ternyata mesjid itu sudah dekat. Hanya berbelok sedikit ke kiri dan nampaklah, tempat sasaran kami. Berdiri dengan megah dalam kesederhanaannya, tempat pengaduan semua ummat muslim di daerah itu. Rumah Allah Azza Wa Jalla yang Maha Agung dan Maha Perkasa.
Al-ikhlas, demikianlah ia dinamakan. Cat putih menutupi hampir keseluruhan dindingnya, dipadu dengan hijau terang di setiap kuseng pintu dan jendelanya. Warna klasik mesjid pada umumnya. Mesjid ini bisa dibilang cukup kecil untuk ukuran masyarakat disekitarnya. Karena tak Nampak mesjid lain selain mesjid ini dalam radius 70 meter disekitarnya.
Nampak bersih dan sedikit kusam, mungkin karena cukup jarang untuk dibersihkan. Mungkin masyarakat disekitar sini sedikit kurang berinisiatif untuk membersihkannya. Mungkin pula, sangat sedikit jamaah yang datang kemari untuk melaksanakan sholat 5 waktu dan anak-anak disekitar sini terlihat cukup nakal dan acuh tak acuh.
Demikianlah aku berpikir awalnya.
Proses pembersihan dan pembenahan pun dimulai. Kami mengelap jendela dan pintu, membersihkan halaman, mencabuti rumput, menyapu teras, mengecat ulang kuseng jendela, membersihkan kipas angin dan ruang operator masjid serta mengecek sound system di mesjid itu.
Waktu berlalu hingga tak kami sadari waktu dzuhur mulai menyapa. Seorang anak datang dengan tergesa-gesa setelah mengambil air wudhu dan masuk ke dalam masjid. Menyalakan sound system, menarik nafas dan mengumandangkan Adzan.
Subhanallah….
Begitu merdu suaranya mengumandangkan panggilan indah itu, hingga semua orang yang sedang melakukan bersih-bersih saat itu terhenti dari kegiatannya dan terenyuh dalam merdunya suara sang anak. Tak ada gerakan selama adzan berkumandang, mata tertutup tenggelam dalam panggilan Sang Khalik, jantung berdebar dengan kencang, dan tak lupa senyum pula terukir disetiap wajah orang yang mendengarnya.
Tak berselang lama, muncullah orang-orang dengan baju kokoh dan sorban serta peci menutupi kepalanya. Kami semua benar-benar tertegun melihatnya. Anak-anak muda yang tadinya Nampak acuh tak acuh dan hanya berlalu lalang sekenanya saja, muncul dalam balutan peci dan sarung bergarisnya. Dari yang tua hingga yang muda. Berjejer dengan rapi mengambil air wudhu dengan khusyuk.
Mereka tak hentinya datang dari berbagai penjuru. Mesjid penuh sesak dengan para jamaah yang khusyuk menjalankan ibadah sholat dzuhur. Begitu indah jika diseluruh tempat yang akan kukunjungi setelah ini memiliki suasana ini. Tak ada kata selain Subhanallah, Masya Allah, Allahu Akbar…. Benar-benar indah suasana ini.
Tak apa menempuh jalan sejauh apapun, seterjal apapun, selicin apapun, setinggi apapun, jika itu untuk memenuhi panggilan Sang Khaliq.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H