Sore tadi, seorang ibu, kenalan baikku, resmi meminang sejumput rambutku.Â
Untuk apa, tanyaku.
"Mas, tenang saja. Jika percaya padaku, hidupmu akan tenang dan penuh berkat!" jawabnya.
Aku membatin. Sejak kapan aku percaya pada manusia. Aku hanya percaya kepada Tuhan. Lainnya tidak.
"Tenang, Mas. Bercanda. Maksudnya, ibu tak akan menyalahgunakan rambut ini untuk guna-guna(i) Mas."
Ibu tertawa. Rambut poninya bergerak-gerak mengikut irama tawanya.
Melihatnya tertawa, aku pun ikut tertawa.
"Itu syarat saja, Mas."
Syarat? Memangnya melamar pekerjaan, tanyaku beradu dengan rasa penasaran.
Kini, ia menatapku serius. "Kamu kenal dengan Pina, anakku kan?"
Aku mengangguk. Makin penasaran.
Apakah ia tahu hubungan rahasiaku dengan Pina.
Apakah ia tahu surat balas berbalasku dengan Pina.
Aduh. Makin tak karuan saja.
Bakal runyam urusannya,
jika ia tahu, waktu itu aku pernah menyolek bibir Pina, di malam Sincia tahun lalu.
"Jadi, (meng)gunting rambut itu berarti buang sial!" kata ibu lagi.
Aku diam. Semoga bukan aku yang dimaksud.
"Sudah. Tenang saja. Pokoknya, percaya sama ibu. Mas, ibu doakan sehat dan sukses!"
Aku mengatupkan tangan, tanpa bicara. Sambil melihatnya masuk ke gang, menuju Klenteng di belakang sebuah gereja.Â
Gong Xi Fa Cai
Depok, 1102 | 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H