Mohon tunggu...
Yohanes Budi
Yohanes Budi Mohon Tunggu... Human Resources - Menulis kumpulan cerpen "Menua Bersama Senja" (2024), Meminati bidang humaniora dan pengembangan SDM

https://ebooks.gramedia.com/id/buku/menua-bersama-senja

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengulik Cerita Rakyat "Aji Saka"

10 Januari 2021   18:22 Diperbarui: 10 Januari 2021   18:27 2505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerita rakyat merupakan cara suatu kelompok mewariskan suatu nilai atau budaya dari generasi satu ke generasi berikutnya. Cerita rakyat atau folklor menurut KBBI adalah adat-istiadat tradisional dan cerita rakyat yang diwariskan secara turun-temurun, tetapi tidak dibukukan.

Hampir semua provinsi di Indonesia memiliki folklor, dalam berbagai varian bentuk, seperti mitos, legenda, dongeng, nyanyian rakyat, dan upacara. Salah satu cerita rakyat dari Jawa Tengah yang sangat populer adalah kisah Aji Saka. Aji Saka dikenal sebagai tokoh sakti mandraguna yang berhasil mengalahkan Prabu Dewata Cengkar. Aji Saka juga diyakini sebagai tokoh pencipta aksara Jawa: ha na ca ra ka.

Mendengar kelaliman Prabu Dewata Cengkar yang gemar makan daging manusia, jiwa ksatria Aji Saka tergugah untuk menyelamatkan rakyat. Dengan sorbannya yang sakti, Aji Saka berhasil melemparkan Dewata Cengkar ke Laut Selatan dan mengubahnya menjadi seekor buaya putih. Sejak itulah, Aji Saka yang berasal dari dusun Medang Kawit, desa Majethi, Jawa Tengah diangkat menjadi raja di Medang Kamulan, menggantikan Dewata Cengkar.

Sebelum pergi mengembara, Aji Saka berpesan kepada Sembada, abdinya, untuk menjaga keris pusakanya di Gunung Kendeng. Keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapun, selain kepada Aji Saka. Pergilah Aji Saka dan Dora, abdinya yang lain, berkelana, hingga sampai di Medang Kamulan.

Setelah menjadi raja, Aji Saka mengutus Dora untuk mengambil keris pusakanya di Gunung Kendeng. Maka, pergilah Dora menemui Sembada hendak melaksanakan titah Aji Saka. Sementara, Sembada tetap berpegang teguh pada pesan Aji Saka agar tidak menyerahkan keris kepada orang lain selain Aji Saka sendiri.

Dora dan Sembada pun bersitegang. Keduanya sama-sama teguh memegang prinsip dan tanggung jawab yang diberikan tuannya. Dalam pertarungan sengit, akhirnya keduanya pun tewas. 

Mendengar kematian kedua abdinya, Aji Saka bersedih. Maka untuk mengenangnya, Aji Saka membuat dhentawyanjana (denta: gigi, wiyanjana: tulisan) atau aksara Jawa berjumlah 20 huruf, diawali dengan huruf "ha" dan diakhiri dengan huruf "nga", yang biasa dikenal "Hanacaraka"

Secara harafiah, aksara Hanacaraka mengisahkan tentang adanya (dua) utusan yang sama-sama memegang prinsip, bertarung hingga mati. Tulisan Aji Saka kemudian dikenal dengan nama Carakan dan menjadi asal mula Aksara Jawa.

Ha-na-ca-ra-ka  = ada utusan

Da-ta-sa-wa-la  = saling berselisih 

Pa-da-ja-ya-nya = sama kuat / saktinya

Ma-ga-ba-tha-nga = ini mayatnya (mati bersama)

Kisah populer Aji Saka bisa jadi tidak seluruhnya nyata. Tradisi lisan memungkinkan terjadinya tambah kurang dari apa yang diwariskan. Maka munculnya berbagai versi tentang Aji Saka bisa dipahami dalam konteks keberagaman sumber cerita.

Mengurai Makna

Cerita rakyat Aji Saka memberikan banyak nasihat dan makna. Kematian Dewata Cengkar oleh Aji Saka menjadi gambaran bahwa pemimpin yang lalim dan sewenang-wenang (suatu saat) akan musnah dan kalah oleh kebenaran. Demikian sebaliknya, pemimpin yang adil dan bijaksana, maka kekuasaannya akan langgeng dan dicintai oleh rakyatnya seperti dicontohkan oleh Aji Saka. 

Tidak kalah penting adalah penokohan Sembada dan Dora, abdi setia Aji Saka. Keduanya sama-sama memegang teguh amanah yang diberikan oleh tuannya. Orang-orang dengan karakter teguh dalam prinsip biasanya akan disegani orang lain. Tentu, tidak mudah. Tidak jarang karena bertahan pada prinsip yang diyakini, (kita) justru dibenci banyak orang. 

Mungkin, kita perlu mendalami satu pepatah Latin: fortiter in re, suaviter in modo, di mana kita teguh dalam prinsip, tetapi lembut dalam cara. Bisa jadi, seandainya Sembada dan Dora, yang sama-sama teguh dalam prinsip, bisa menyelesaikan perkara dengan baik, bisa jadi mereka tidak akan mati sia-sia. 

Teriting Doa dalam duka mendalam, turut berduka cita bagi para korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, 9 Januari 2021. Semoga keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun