Note: Membaca buku adalah cara "membunuh waktu" yang paling efektif. Maka, selamat membunuh waktu dengan buku!
Segala-galanya hanya bagi kemuliaan Tuhan, Soli Deo Gloria, adalah semboyan hidup dan karya Ursulin. Ursulin adalah nama Ordo Santa Ursula yang berasal dari satu perkumpulan kecil yang didirikan oleh Santa Angela Merici di Kota Brescia, Italia, pada tanggal 25 November 1535. Di Indonesia, karya-karya Ursulin tersebar di 36 komunitas dengan bidang karya pendidikan dan sosial.
Connie Lianto, penulis buku "Jejak Cinta, Perjalanan Ursulin Merintis Pendidikan Putri di Jawa Abad ke-19" ini menelusuri jejak-jejak karya para misionaris Ursulin pertama yang mendarat di Batavia (sekarang Jakarta), pada awal abad ke-19. Dikisahkan bahwa awal kedatangan biarawati Ursulin adalah atas permintaan Monseigneur (Mgr) Vrancken, pemimpin tertinggi gereja katolik di Hindia Belanda.
Mgr. Vrancken sendiri ditugaskan sebagai Koadjutor Vikaris Apostolik di Hindia Belanda, tanggal 13 Februari 1848. Kehadirannya disambut dengan pujian Te Deum Laudamus, yang berarti Engkau Allah yang kami puji, sebagai penanda dimulainya tugas beratnya sebagai gembala.
Perhatian pada mestizo, anak-anak campuran Belanda dan Jawa, yang terlantar dan tidak sekolah mengusik jiwanya. Oleh karenanya, Mgr. Vrancken meminta biarawati Ursulin di Sittard-Belanda untuk memberikan pelayanan pendidikan di Hindia Belanda.
Akhirnya, pada tanggal 23 September 1855, rombongan biarawati Ursulin berlayar dengan kapal Herman berangkat dari Rotterdam melalui Hellevoetsluis. Rombongan tujuh (7) Ursulin dan tiga (3) pastor itu pun tiba di Batavia tanggal 7 Februari 1856.
Waktu tempuh 140 hari sangatlah lama dan panjang. Perjuangan menghadapi badai dan hantaman gelombang laut di Teluk Biscay dikisahkan sangat epik di Bab Satu, seperti dituliskan dalam catatan Moeder Ursulin. Teluk Biscay terletak di timur laut Samudra Atlantik, di antara pantai barat Prancis dan pantai utara Spanyol.
Badai Teluk Biscay menghantam kapal mereka selama hampir 90 hari. Pengalaman perjalanan di laut inilah yang ditakutkan sejak awal oleh para pimpinan biara Ursulin. Cuaca buruk Teluk Biscay bahkan terjadi ketika baru sepuluh hari perjalanan. Angin kencang menyerang secara bertubi-tubi tanpa jeda sedikit pun, seakan tak peduli bila kapal Herman sedang melakukan pelayaran perdana. (hal. 41). Para penumpang bukan sekadar mual dan muntah, tetapi juga tak dapat bertahan dalam posisinya bahkan untuk sedetik saja.
Padahal, menurut ukurannya, Herman tergolong kapal layar yang relatif besar dan kuat pada eranya. Kapal dengan dua geladak (deck)Â berkapasitas kargo 338 last (sekitar 660 ton).
Membaca buku ini, kita akan dibawa berkelana ke dunia lampau dengan penuh kejutan. Sebagai buku genre sejarah, detail data, locus tempus (tempat terjadinya) sebuah peristiwa dipotret dengan sangat baik. Penulis sendiri mengaku membutuhkan waktu khusus untuk riset, menelusuri sumber-sumber primer, dan bahkan napak tilas asal muasal biarawati Ursulin berasal.
Uniknya, penulis berhasil memainkan plot cerita dengan sangat baik. Penceritaan tokoh-tokoh religius, peletak dasar berkembangnya gereja katolik di Batavia, para pastor dan suster, disajikan secara lebih humanis. Sisi spiritualitas mereka dipadupadankan dengan sisi kemanusiawian pelayan Tuhan yang memiliki kelugasan emosional, terkadang keras kepala, sembrono, dan menjengkelkan.
Buku ini bukan sekadar (bermaksud) merawat nostalgia penulis dengan almamaternya. Di bagian "Catatan Penulis", ia menuliskan ketersentuhannya saat memulai perjalanan "menembus batas waktu".Â
Ia menulis: "Hati saya bergetar membayangkan para pionir Ursulin-sekaligus misionaris perempuan pertama di Hindia Belanda-tersebut menjejakkan kaki di Batavia awal abad ke-19. Sekelompok perempuan-perempuan pemberani yang tidak gentar mengarungi lautan luas dengan badainya nan ganas, rela meninggalkan keluarga dan tanah airnya serta menderita bahkan bertaruh nyawa sepanjang pelayaran demi mencerdaskan insan belia di tanah misi Batavia (kini Jakarta)."
Kehadiran biarawati Ursulin, patut disyukuri, turut meletakkan fondasi pendidikan perempuan, terutama di Batavia hingga sekarang di Indonesia pada umumnya. Semoga motto Soli Deo Gloria juga menjadi semangat berkarya bagi kita semua, terkhusus alumni yang tersebar di penjuru negeri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H