Sebuah kapal yang membawa sekitar 400 pengungsi Rohingya tiba di provinsi Aceh, Indonesia pada Minggu (10 Desember).
Informasi ini dibenarkan oleh ketua masyarakat nelayan setempat.
Miftah Cut Ade, tokoh masyarakat nelayan Aceh, mengatakan dua perahu tiba di Aceh pada Minggu pagi, masing-masing satu di Kabupaten Pidie dan Aceh Besar.
“Setiap perahu membawa sekitar 200 warga Rohingya,” katanya, seperti dikutip Reuters.
Andi Susanto, seorang pejabat militer setempat, mengatakan sekitar 180 orang Rohingya mendarat di Pidie pada pukul 4 pagi dan petugas berkoordinasi di lapangan untuk mengumpulkan data.
Susanto membenarkan pihak militer mengetahui keberadaan kapal kedua tersebut namun tidak mengetahui di mana kapal tersebut berlabuh atau berapa jumlah penumpang di dalamnya.
Kedatangan para pengungsi ini menambah jumlah minoritas Muslim asal Myanmar yang tiba di Indonesia.
Berbagai aksi kekerasan yang dialami etnis Rohingya di Myanmar menyebabkan mereka mengungsi ke beberapa negara.
Indonesia, lebih tepatnya Aceh, menjadi tujuan utama pengungsian mereka.
Namun belakangan ini masyarakat Aceh semakin bertekad untuk menolak kedatangan mereka.
Kabar terkini, masyarakat telah membongkar tenda-tenda yang menampung pengungsi Rohingya.
Mungkin terlihat kurang manusiawi.
Namun bukan tanpa alasan penolakan pengungsi Rohingya di Aceh.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa masyarakat Rohingya berperilaku buruk sehingga membuat masyarakat Aceh resah.
Rasa iba terhadap pengungsi Rohingya di Aceh sudah hilang karena perilaku buruk mereka.
1. Buang Bantuan Warga ke Laut
Kedatangan pengungsi Rohingya di Aceh awalnya disambut baik oleh warga sekitar.
Mereka mendapat bantuan berupa air mineral dan beras kemasan.
Namun seolah tak tahu berterima kasih, mereka membuang bantuan warga sekitar ke laut.
Peristiwa ini terjadi saat rombongan imigran Rohingya berjumlah 249 orang tiba di desa Pulo Pineung Meunasah Dua, Bireuen, Aceh.
Masyarakat menolak mengizinkan pendatang rohingya masuk ke daratan.
Meski diminta keluar, warga Desa Pulo Pineung Meunasah Dua tetap memberikan bantuan.
Namun bantuan tersebut dibuang ke laut setelah imigran Rohingya dilarang turun.
“Sebelumnya mereka kami bantu dengan memberi beras, mie instan, air mineral, beras dan produk lainnya.
Awalnya mereka menolak apa yang kami berikan dan beras serta Indomie tersebut dibuang ke laut,” kata Kapolsek Ipda Novizal. saat dimintai konfirmasi, Kamis (16 November 2023).
2. Tidak Mau Mematuhi Norma dan Adat
Tidak ada asap tanpa api.
Bukan tanpa alasan masyarakat Aceh menolak kedatangan pengungsi Rohingya.
Alasan utama penolakan ini adalah sikap dan perilaku buruk para imigran Rohingya yang dulunya terdampar.
“Salah satu penyebab meningkatnya penolakan tersebut adalah karena para imigran Rohingya yang dulunya terdampar tersebut berperilaku buruk dan tidak memenuhi standar masyarakat setempat,” kata Kabid Humas Polda Aceh, Kompol Joko Krisdiyanto, mengatakan pernyataan kepada wartawan.
Kapolres Lhokseumawe AKBP Henki Ismanto juga mengatakan pengungsi Rohingya tidak menghormati adat istiadat Islam dan hukum syariah yang diberlakukan di Aceh.
“Para pengungsi yang mengungsi tidak menjaga kebersihan dan tidak menghormati hukum dan adat istiadat Islam di masyarakat,” jelas Henki.
3. Melakukan Pemerkosaan Terhadap Anak dibawah Umur
Perilaku buruk pengungsi Rohingya tidak hanya sebatas melarikan diri dari kamp pengungsi dan membuang bantuan kemanusiaan.
Seorang warga Rohingya ditangkap polisi setelah dituduh memperkosa anak di bawah umur.
Pelaku berinisial RU melakukan aksi kejinya di shelter Padang Tiji, Pidie, Aceh.
Dia ditangkap setelah orang tua korban melaporkannya ke pihak keamanan.
“Pelaku memperkosa korban tepat di kamar tempat tinggal korban.
“Pelaku mengancam korban dengan pisau agar korban tetap diam,” kata Kepala Satuan Reserse Kriminal Polres Pidie Iptu Rangga Setyadi saat dimintai konfirmasi, Senin (4/7).
Sementara itu, korban sempat dibawa ke RSUD Tgk Chik Ditiro Sigli untuk diperiksa.
“Saat pemeriksaan awal, dengan didampingi penerjemah yang ditunjuk UNHCR, pelaku mengaku melakukan pelecehan seksual terhadap korban,” jelas Rangga.
4. Kabur Dari Tempat Pengungsian
Beberapa imigran etnis Rohingya diketahui berusaha melarikan diri dari kamp pengungsi.
Berdasarkan informasi polisi, aksi mereka kerap dilakukan dengan bantuan pihak penyewa mobil, pengemudi, dan pihak yang dituju.
Berdasarkan pemberitaan dari media massa, sebanyak 12 imigran Rohingya berusaha kabur dari shelter di Ladong, Aceh Besar, Aceh.
Mereka ditangkap saat hendak menaiki mobil menuju Medan, Sumatera Utara.
Sebelum kejadian di Aceh Besar, 28 warga pendatang Rohingya yang berada di UPTD Dinas Sosial di Ladong, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, juga melarikan diri.
Para imigran melarikan diri dengan memanjat pohon dan tembok.
"Benar ada 28 pengungsi Rohingya yang melarikan diri".
Mereka melarikan diri dengan cara memanjat pohon dan tembok.
Saat ini kami dibantu oleh warga yang masih mencari pertolongan," kata Kabid Humas Polda Aceh Kompol Joko Krisdiyanto. dikirim ke pers pada Senin (13 Maret).
Faktanya, sebagian besar imigran Rohingya ke Aceh sebenarnya adalah orang-orang yang melarikan diri dari kamp pengungsian di Bangladesh.
Hasil penyelidikan polisi menunjukkan para pengungsi tersebut sengaja membayar biaya kapal Bangladesh untuk berangkat ke Indonesia.
“Ini hasil penyelidikan kami".
Mereka membiayai pembebasan kapal yang awak kapalnya warga Bangladesh, masuk ke Indonesia tanpa prosedur resmi, sehingga kemungkinan dianggap perdagangan manusia,” jelas Irjen Pol Achmad Kartiko kepada wartawan di Mabes Polda Aceh, (30 November).
Selama tragedi Rohingya, Aceh merupakan harapan dan pusat solidaritas kemanusiaan.
Meski mendapat penolakan dari banyak pihak, masyarakat Aceh menyambut hangat kelompok pengungsi rohingya sebagai bagian dari keluarga mereka.
Namun itu dulu, sebelum simpati mereka luntur karena kelakuan buruk orang orang Rohingya.
Perubahan tersebut tercermin dari sikap sebagian warga terhadap masuknya pengungsi Rohingya dua pekan lalu.
Yang tidak biasa adalah masyarakat setempat melarang kapal berlabuh di Serambi Makkah.
Hal ini disebabkan ketidaknyamanan mereka terhadap perilaku mantan pengungsi yang dituduh mengabaikan norma-norma adat dan hukum Islam.
Pengungsi Rohingya dicap negatif karena sering menimbulkan masalah dan tidak mau menjaga kebersihan.
Mereka dikenal nekat dan terkadang tak segan-segan bertindak di luar aturan, misalnya kabur dari pengungsian.
Selain faktor perilaku, penolakan ini juga dipengaruhi oleh terbatasnya kapasitas aparatur daerah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H