Contoh keberuntungan besar yang tidak akan pernah dilupakan pencinta sepak bola dunia adalah ketika Italia tampil di Piala Dunia (PD) 1982 di Spanyol. Dari 24 peserta, Italia berada di Grup 1 bersama Polandia yang sedang bagus-bagusnya, Peru dan 'tim kemarin sore' Kamerun.
Saat itu, sepak bola nasional Italia belum pulih setelah diguncang skandal pengaturan skor di Serie A dan Serie B musim 1980 yang mengakibatkan tujuh klub terkena sanksi berat dan 19 pemain dihukum larangan bermain, termasuk Paolo Rossi, bintang Juventus paling bersinar di PD 1982.
Sejak skandal itu, kepercayaan dan antusiasme publik terhadap kompetisi sepak bola nasional Italia melemah, buntutnya, dukungan terhadap timnas pun menurun. Ditambah sinisme pemberitaan pers Italia terhadap timnas PD 1982 semakin menambah derita pelatih Enzo Bearzot dan 22 pemain pilihannya. Dua pemain paling disorot adalah Paolo Rossi, yang terlibat skandal pengaturan skor, dan kiper Dino Zoff, 40 tahun, yang dianggap sudah terlalu tua.
Pandangan minor publik dan pers Italia semakin diperparah dengan hasil buruk tiga pertandingan awal penyisihan grup. Ketika memulai pertandingan, Italia hanya bermain imbang 0-0 dengan Polandia. Kritikan publik dan pers nasional semakin tajam ketika Italia bermain imbang 1-1 melawan Peru yang bisa dibilang sebagai tim kelas dua di dunia sepak bola internasional.
Puncaknya, hasil imbang 1-1 melawan Kamerun dianggap sebagai penampilan terburuk Italia. Bagaimana mungkin tim peraih trofi Piala Dunia dan dua trofi Eropa tidak berkutik melawan timnas Kamerun yang baru muncul dan debut di Piala Dunia?
Namun Italia tetap saja Italia. Keberuntungan sepertinya tidak ingin menjauh dari Si Biru Langit Gli Azzurri. Meski hanya meraih tiga angka dari tiga kali seri, Italia lolos ke fase kedua babak penyisihan grup mendampingi Polandia berkat unggul satu gol memasukkan dibanding Kamerun. Skor gol Italia adalah 2-2, sedangkan Kamerun 1-1.
Tetapi di babak penyisihan grup kedua (format kejuaraan saat itu), Italia bergabung di Grup C, grup maut dengan dua raksasa sepak bola Amerika Latin, Argentina dan Brazil! Tentu saja, dua rintangan itu amat berat, apalagi di babak penyisihan Italia tampil mengecewakan.
Catenaccio dan Sweeper
Ketika menghadapi Argentina, Enzo Bearzot menerapkan taktik yang amat terkenal, taktik Catenaccio atau gerendel. Seluruh pemain Italia, terutama para gelandang dan pemain belakang, diperintahkan untuk "mengunci" dan mematikan gerakan pemain lawan, dengan berbagai cara.
Bearzot memasang kiper kawakan Dino Zoff, dengan satu sweeper, dua bek tengah, dua full-back, dan dua gelandang bertahan. Artinya, tujuh pemain bertahan Italia dipasang untuk tidak boleh kebobolan. Bagi Bearzot, tidak mencetak gol bukan masalah, yang paling utama adalah gawang Dino Zoff tidak kebobolan!
Tujuh pemain belakang Italia adalah Gaetano Scirea (sweeper), Fulvio Collovati (bek-tengah), Claudio Gentile (bek-kanan merangkap bek-tengah), Antonio Cabrini (bek-kiri), Bruno Conti (right wing-back), dan dua defensive midfielder (double-pivot) Gabriel Oriali dan Marco Tardelli.