Menyambut tahun yang baru memang harus penuh optimisme, meski harus diselimuti kecemasan pada penghujung tahun sebab kebijakan pemerintah yang akan menaikkkan PPN menjadi 12 %.
Begitulah kira-kira kondisi yang sedang saya alami saat pergantian tahun. Pada pagi hari di tanggal 1 kemarin, saya membaca berita tentang perubahan kebijakan PPN 12 % ini.
Dengan rasa optimisme menyambut kehidupan di tahun yang baru, seakan berbuah manis tatkala mendapat berita tentang pernyataan Presiden Prabowo perihal PPN 12 % yang hanya berlaku untuk barang mewah.
Dengan perasaan senang, saya memberi tahu sang istri soal kabar ini dengan penuh kegembiraan. Kebijakan ini cukup berdampak kepada saya sebagai seorang pedagang kecil yang selalu berkaitan dengan barang kebutuhan rumah tangga seperti minyak, sabun, susu serta kebutuhan lain seperti mi intsan biskuit dan juga snack dan minuman kemasan.
Prabowo bak pahlawan yang memberi kelegahan di tengah kecemasan banyak warga dan dianggap sebagai kado tahun baru.
Saya kemudian berpikir sejenak dan mengingat kembali pidato Prabowo pada saat pelantikan sebagai Presiden pada Oktober lalu yang menyampaikan keberpihakannya kepada rakyat kecil dan para pedagang.
Kebijakannya untuk menaikkan PPN menjadi 12 % awalnya dinilai sebagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat dan pedagang. Tarik ulur soal kebijakan ini menuai kritik dari berbagai kalangan.
Oleh sebab itu, mungkin saja Presiden Prabowo kembali merenungi apa yang disampaikannya saat pelantikan sehingga memberlakukan PPN 12 % hanya pada barang mewah.
Kegembiraan saya ini pastinya juga dirasakan oleh seluruh masyarakat yang lainnya, terlebih dengan hadirnya beberapa kebijakan, seperti bantuan sosial dan potongan harga listrik selama bulan Januari-Februari.
Namun satu hal yang mengganjal kemudian saya rasakan pada pagi kemarin setelah mendapat pesan dari sales taking order di salah satu distirbutor yang menyampaikan informasi tentang perubahan harga produk dalam sebuah tabel yang menunjukkan terjadinya kenaikan.
Yah, kenaikan harga rupanya sudah dipersiapkan oleh beberapa distributor mengingat akan adanya kenaikan PPN pada tahun ini. Beberapa perusahaan pastinya sudah menetapkan harga baru untuk penjualan di tahun 2025 ini.
Memang PPN yang naik dari 11 % ke 12 % hanya berlaku untuk barang yang termasuk dalam kategori mewah, tetapi kebijakan ini diambil dalam waktu yang terlalu mepet yakni beberapa jam menjelang pergantian tahun. Â
Kenaikan harga ini dapat membuat kita semua kelimpungan karena tidak terdapat pelanggara terhadap kebijakan PPN. Sehingga yang terjadi adalah kenaikan hanya pada harga suatu produk tetapi PPN yang berlaku tetap 11 %.
Melihat kondisi demikian, saya kemudian menilai bahwa kebijakan pembatasan PPN 12 % khusus pada barang mewah menjadi kebijakan yang menggantung dan merupakan upaya pemerintah mencari posisi yang aman.
Meski yang berlaku adalah PPN 11 % untuk barang yang umum, tetapi persentase pendapatan pemerintah ikut meningkat melalui pertambahan harga produk.
Hal ini saya hitung dengan melihat contoh kenaikan salah satu produk makanan yang mencapai kenaikan hingga sepuluh ribu rupiah per dus, maka pemerintah bisa memperoleh tambahan pemasukan dari persentase 11 % sebesar  Rp. 1.100.
Di satu sisi, pemerintah dinilai berpihak kepada rakyat sekaligus menambah pendapatan negara, tetapi tarik ulur kebijakan ini yang menyebabkan beberapa perusahaan menaikkan harga produk seakan membuat pedagang merasa terjebak karena keuntungan yang menipis.
Semoga pemerintah tidak lagi melakukan tarik ulur kebijakan soal PPN 12% ini, tak bisa terbayangkan jika kiranya Presiden Prabowo secara tiba-tiba membuat keputusan baru yang memberlakukan PPN 12 % untuk semua barang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H