Di tengah hidup yang semakin konsumtif dan begerak serba cepat, perkembangan perkotaan yang kian padat dan kurang terkendali, mucul sebuah konsep hidup yang lebih enjoy, tanpa tergesa-gesa yang dikenal dengan istilah slow living.
Yah, slow living atau gaya hidup yang lebih santai dan sederhana menjadi perbincangan banyak orang di medsos. Sebuah pilihan hidup untuk menjalani aktivitas tanpa banyak tekanan dan memberikan lebih banyak waktu untuk menikmati hidup.
Slow living cukup identik dengan kehidupan yang ada di pedesaan, dengan kondisi yang sejuk dan view alam yang memanjakan bisa membuat hidup terasa lebih santai dan tidak terburu-buru.
Sementara kehidupan di kota besar menunjukkan gaya hidup yang lebih cepat dan tergesa-gesa, penuh dengan tekanan dan beban hidup yang lebih kompleks dibanding di desa.
Maka tak jarang kita mendapati orang-orang yang ingin beralih untuk mejalani slow living akan berpindah tempat  dari suatu kota besar ke desa atau wilayah yang lebih sederhana.
Tetapi bukan berarti gaya hidup slow living tidak dapat diterapkan oleh orang yang hidup dan beraktivitas di kota. Menurut saya, slow living adalah pillihan hidup yang bisa dijalankan oleh siapa saja dan di mana saja.
Slow Living di Desa dan di Kota
Seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, slow living tidak mesti dilakukan di desa apalagi harus rela-rela mengorbankan segalanya untuk berpindah tempat guna menjalaninya. Baik di kota maupun di desa, konsep slow living adalah pilihan hidup yang bisa dijalani.
Praktik slow living sebenarnya sudah banyak bisa kita temui pada kehidupan di desa. Hidup sederhana dan bekerja secukupnya untuk kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat desa menunjukkan kehidupan yang lebih santai dengan beban dan tekanan hidup yang wajar.
Banyak orang aka merasa jika saat pulang ke kampung halaman ia akan merasakan sensasi hidup yang lebih baik dan nyaman. Berbeda dengan suasana yang dirasakan saat di kota yang penuh dengan aktivitas yang cukup padat.
Seperti itulah kira-kira gambaran yang bisa dirasakan jika kita menjalani konsep slow living. Hidup dengan sederhana dan melewati waktu bersama keluarga menjadikan hidup terasa lebih berkualitas.
Jika slow living dapat dengan mudah kita temui di tempat yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, bukan berarti slow living tidak bisa dijalani di kota. Â Meski demikian, pastinya tantangan untuk menjalani slow living di kota jauh lebih besar.
Jika hidup di pedesaan kita masih bisa lebih santai dengan ngobrol ringan di teras rumah sembari menikmati teh hangat dan panganan lokal di pagi hari, kehidpan di kota terkadang membuat kita tak punya banyak aktu untuk kegiatan yang seperti itu.
Menjalani slow living di kota besar dan padat, kita mesti menyiapkan perencanaan yang matang dan konsisten. Mengatur jadwal berangkat kerja agar tidak terburu-buru, mengatur porsi pekerjaan saat berada di rumah serta membuat jadwal untuk kegiatan yang lebih santai di akhir pekan.
Beban dan tekanan hidup di kota besar memang membuat kita terlalu sibuk dan kurang menikmati waktu untuk menenangkan diri. Oleh sebeb itu, mengurangi beban kerja dan beban ekonomi seperti pinjaman atau kredit barang yang agak sulit dijangkau adalah langkah yang harus ditempuh.
Selain beban pekerjaan, beban ekonomi cukup berperan besar terhadap aktivitas keseharian yang terasa berjalan semakin cepat. Hal ini tidak hanya bisa terjadi di kota, orang yang tinggal jauh dari kota dan memiliki beban ekonomi yang cukup besar pun akan sulit menjalani kehidupan yang lebih santai.
Slow Living adalah Kebutuhan akan Kualitas Hidup yang Penting Diperhatikan
Baik di kota besar atau di desa, kebutuhan akan kualitas hidup menjadi hal yang sepatutnya menjadi perhatian semua pihak. Arah pembangnan kedepannya mesti memperhatikan dengan baik bagaimana menciptakan kualitas hidup yang positif di tengah masyarakat.
Pembangunan kota yang kurang memperhatikan dampak psikologi justru akan membuat masyarakat semakin terjebak pada keruwetan yang berkepanjangan.
Tak bisa dipungkiri jika semua kesumpetan warga yang tinggal di kota-kota besar merupakan dampak dari mindset pembangunan yang terlalu materialistis dan budaya konsumtif yang tumbuh kian pesat.
Kondisi yang seperti ini membuat kebanyakan dari kita akan bergerak bagai robot yang tak kenal waktu capek, membuat kualitas hidup yang semakin berkurang dan kehidupan terasa bergerak begitu cepat.
Pemerintah harus merumuskan pembangunan yang ramah dan mnegedepankan kualitas hidup yang baik kedepannya. Bukan tidak mungkin jika pemerintah gagal menciptakan kehidupan yang lebih santai dan sederhana maka masyarakat akan lebih banyak mengalami stress karna hidup yang melelahkan.
Kondisi ekonomi, kesehatan, pendidikan, keamanan dan transportasi yang memadai menjadi perhatian yang cukup penting untuk mencapai kualitas hidup yang baik dan menjalani yang namanya slow living.
Memang tidak mudah untuk mencapai semua itu di tengah kompleksitas permasalahan di kota yang terjadi saat ini. Oleh sebab itu, untuk beberapa kota yang masih berada dalam konsidi yang meungkinkan untuk hidup yang slow living untuk bisa menjaga dan mengelola pembangunannya dengan baik.
Sebab, bukan tidak mungkin kota yang sebelumnya memiliki kualitas kehidupan yang baik akan ikut terjebak dalam pembangunan yang tidak terkontrol dan menyebabkannya terejerumus kedalam kota yang super sibuk.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H