Mager  sudah menjadi istilah yang populer dikalangan anak muda untuk menggambarkan kondisi yang sedang malas untuk bergerak atau beraktivitas. Sikap mager seringkali dipandang sebagai suatu kondisi yang kurang produktif, sebab mager akan membuat seseorang melewatkan banyak waktu dengan percuma, banyak pekerjaan ataupun tugas yang semestinya diselesaikan tetapi lebih memilih untuk tidak beraktivitas sama sekali.Â
Begitu pula dari segi kesehatan, kebiasaan mager dinilia  dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatan. Sikap mager kemudian mendapat stigma negatif bagi kebanyakan orang, baik dari segi sosial akan dinilai sebagai orang yang kurang berkontribusi, sementara dari segi ekonomi akan dinilai sebagai beban keluarga, atau beban masyarakat bahkan beban negara.Â
Lalu, apakah mager kemudian tidak memiliki sisi  positif sama sekali?, meski banyak mendapat pandangan buruk, ternyata bagi sebagian orang, mager mungkin menjadi pilihan untuk menenangkan diri atau sekedar mencari kondisi rileks atas aktivitas yang membuatnya kelelahan.Â
Oleh karena itu, mager tidak bisa juga digeneralisir sebagai sesuatu yang selalu kurang produktif, sebab setiap orang akan mebutuhkan waktu rehat dari kesibukan. Selain itu, jika kita bisa melihat dari perspektif yang lebih berbeda, mager adalah sesuatu yang memicu terciptanya inonvasi dan usaha baru serta terbukanya lowongan pekerjaan dan menggerakkan perekonomian.Â
Bagi orang yang memiliki kemampuan untuk melihat peluang, mager tentunya akan dikategorikan sebagai suatu peluang untuk membuka atau mecipta usaha dan inovasi baru. Lalu,seperti apa peluang yang bisa dilihat dari kemageran?
Baiklah kita akan membahas bagaimana kemalasan menjadi suatu peluang. Orang-orang dahulu mungkin akan melihat peluang dari suatu kesusahan, misalnya orang yang menciptakan lampu karena kesusahan melihat ketika malam hari, atau orang menciptakan telepon karena susahnya komunikasi dari jarak jauh. Lambat laun orang-orang kemudian melihat peluang secara lebih luas, seperti berdasarkan kebutuhan, gaya hidup, hobi ataupun pekerjaan. Tetapi apa jadinya jika kita  misalnya melihat peluang dari kemalasan seseorang ?
Memang agak sulit membedakan apakah suatu inovasi atau usaha dapat dikategorikan sebagai peluang yang dilihat dari sisi kebutuhan atau kemalasan. Misalnya ketika kita melihat inovasi kendaraan seperti sepeda, apakah muncul karena faktor kebutuhan akan transportasi ataukah kemalasan untuk berjalan kaki.Â
Sama seperti dengan usaha lowndry pakaian, kita akan melihat peluangnya dari segi kesibukan dan bisa juga  karena kemalasan. Dari sini, kita sudah bisa melihat benang merah bagaimana kemudian kemalasan atau mager dijadikan peluang untuk membuka suatu jenis usaha baru ataupun inovasi baru.Â
Di era yang lebih inovatif seperti saat ini, kita bisa mendapati begitu banyak kemageran yang kemudian dijadikan peluang atas terbukanya usaha dan inovasi baru. Ketika memasuki bulan Ramadhan misalnya, akan banyak didapati para penjual minuman dan makanan yang beragam untuk memenuhi kebutuhan orang-orang yang lagi malas memasak untuk persiapan berbuka puasa. Begitu pula dengan banyaknya penjual makanan siap saji seperti sayur jadi dan lauk pauk, yang sering menjadi pilihan emak-emak yang sedang malas memasak di dapur.Â
Selain itu, kemageran bukan hanya menjadi peluang bagi terbukanya usaha dalam skala kecil seperti contoh tadi, melainkan mampu meciptakan peluang yang jauh lebih besar. Contohnya dapat kita lihat dengan kehadiran platform belanja online seperti Buka Lapak, Tokopedia, Shope dan sejenisnya untuk melayani kemalasan ke pasar atau mall berbelanja, begitu juga dengan kehadiran Platform seperti Gofood, Grabfood, Maximfood, Shopefood dan sejenisnya memanjakan orang yang mager tapi harus mengisi perut.Â
Sama halnya dengan Netflix, Video, Wetv, hadir mengakomodir orang yang suka nonton tapi malas ke bioskop. Begitulah gambaran bagaimana orang-orang inovatif memanfaatkan peluang lalu hadir memanjakan orang-orang mager.
Selain itu, kita juga bisa melihat bagaimana orang-orang bekerja dari jarak jauh, tidak harus ke kantor dan betemu langsung dengan rekan kerja. Inovasi ini tentunya sangat membantu orang yang kebanyakan mager dan akan dianggap menghemat  waktu.  Kemampuan mengembangkan usaha skala yang lebih besar memang tidak terlepas dengan perkembangan informasi yang semakin cepat dan inovasi di bidang teknologi yang kian maju sebagai bagian dari era disrupsi.
Dengan begitu, dapat dipahami bagaimana inovasi-inovasi itu dapat membuka banyak peluang pekerjaan baru. Mungkin saja banyak kalangan yang menilai bahwa kehadiran inovasi seperti Shope, Tokopedia dan lain-lain adalah fenomena disrupsi, tetapi pengaruh kemageran tidak bisa dilepas begitu saja pengaruhnya. Sebab orang-orang yang berinovasi pastinya akan melihat peluang terlebih dahulu.Â
Oleh karena itu, kemalasan atau mager adalah satu fenomena yang berpengaruh besar terhadap terbukanya lowongan pekerjaan yang tentu saja akan berdampak pada perekonomian. Lihat saja perusahaan seperti Gojek, Grab, atau Maxim yang memberi pekerjaan bagi mitra yang siap mengantarkan makanan hingga ke depan pintu, bahkan bisa jadi banyak mitra yang menjadikannya sebagai tambahan penghasilan sampingan.
Boleh dibayangkan seberapa besar pengaruh semua itu  kepada kelayakan hidup para  karyawan maupun mitranya dan tentu saja terhadap perekonomian negara. Bagi kaum mager, jangan berkecil hati, sebab kalian adalah bagian yang memberi sumbagsih. Maka dari itu, berhenti menilai mager sebagai suatu beban negara, mager adalah bagian yang jiga menopang perekenomian.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H