Dulu ketika Bogor belum banyak diserbu kue-kue kekinian, sebagai oleh-oleh saya selalu membeli talas dan manisan pala. Talas identik dengan Bogor. Kalau saya pulang menenteng talas, tetangga langsung menebak "dari Bogor ya?" Untuk manisan pala, saya memakannya sebagai cemilan. Buah pala warna hijau berbentuk bunga dengan baluran gula putih yang banyak sekali, cocok menemani saya minum teh.
Di rumah bu Oyok, saya memegang sebungkus manisan pala. Warnanya ada yang hijau, merah muda dan putih. Ketika memegangnya, ingatan saya kembali ke masa dulu ketika saya masih rajin membeli penganan ini. Banyaknya kue-kue kekinian yang dijual di Bogor, membuat saya melupakan manisan pala.
Bu Oyok, adalah salah seorang pembuat manisan pala di kota Bogor. Jauh-jauh saya dan teman-teman KPK (Kompasianer Penggila
Kuliner) menyambangi rumahnya pada Minggu, 17 November 2019 lalu. Rumah bu Oyok ada di kawasan pasar Dramaga. Rumah ini kerap didatangi para pembeli yang membeli manisan pala bu Oyok untuk dijual lagi.
Usaha manisan pala ditekuni bu Oyok sejak tahun 1982. Ia belajar membuat pala dari orang tuanya yang juga berjualan manisan pala sejak tahun 1940 an. Hanya bu Oyok yang menjadi penerus usaha orang tuanya.Â
Ketika ditanya, siapa anak bu Oyok yang akan menjadi penerus usaha manisan pala selanjutnya, bu Oyok bilang tidak tahu karena anak-anaknya tak ada yang tertarik membuat manisan pala.
membungakan buah pala (dok.yayat)
Regenerasi memang masih menjadi halangan untuk sebuah UMKM berkembang. Meneruskan usaha orang tua, sejatinya bukan soal pekerjaan namun juga butuh passion untuk menjalani usaha tersebut. Bu Oyok setia membuat manisan pala dengan segala suka dukanya karena ia menikmati proses pembuatan manisan pala. Ia mencintai usaha manisan pala yang ia punya. Hal inilah yang belum dimiliki oleh anak-anaknya.
Ketika pertama kali menerjuni usaha ini, bu Oyok mengeluarkan dana 400 ribu rupiah sebagai modal. Kala itu, uang sejumlah ini bisa untuk membeli pala sebanyak 50 kilogram. Sekarang ia harus merogoh kocek sebanyak 15 juta rupiah untuk membeli 1 ton buah pala. Masa penjualan yang ramai adalah di saat liburan anak sekolah dan menjelang Lebaran. Jika Lebaran, bu Oyok harus siap dengan stok manisan pala sebanyak 2 ton dan stok itu selalu habis. Luar biasa ya.
palanya jadi bunga (dok.yayat)
Dari hasil berjualan manisan pala selama puluhan tahun, bu Oyok bisa membeli rumah dan lahan berisi pohon pala. Ada 100 pohon pala yang sekarang ia miliki, 50 pohon diantaranya sudah menghasilkan panen sebanyak 3 kwintal. Untuk menutupi permintaan pasar, bu Oyok masih membeli buah pala dari petani sekitar. Saat ini pasar sedang sepi. Stok manisan pala banyak tersedia di rumahnya. Aman saja karena manisan pala yang basah bisa 2 bulan sementara manisan pala yang kering malah bisa bertahan selama setahun.
Proses Membuat Manisan Pala
Setelah selesai bercerita, bu Oyok mengajak kami melihat proses pembuatan manisan pala. Ini yang sejak tadi saya tunggu. Di teras samping rumahnya, ada 2 tong besar berisi pala mentah. Pala yang masih mentah ini rendam air garam selama 3 hari. Setelah itu, pala dicuci bersih, dikupas, dipisahkan dengan bijinya lalu direndam dalam air biasa selama 2 hari. Â
proses pelapisan gula (dok.yayat)
Buah pala kemudian diiris berbentuk bunga, jika ia akan dijual sebagai manisan pala kering. Manisan pala kering adalah manisan pala yang dibalur gula pasir. Sementara jika ia dijual sebagai manisan pala basah, sebiji buah pala hanya dibagi 2 dengan bentuk sederhana. Bu Oyok mempraktekkan cara mengiris buah pala menjadi bentuk bunga. Cepat sekali, nggak sampai 3 menit. Iyalah... wong sudah ahli. Setelah buah pala dibentuk bunga satu persatu, pala ini siap untuk proses pewarnaan.
Bu Oyok menggunakan pewarna makanan, jadi tenang saja ya manisan palanya aman. Kemudian buah pala dibalur gula pasir lalu dijemur. Saat air buah pala sudah kering, buah pala kembali dibalur gula pasir. Makanya gula pasir di manisan palanya cukup tebal karena dibalur berkali-kali. Setelah itu, buah pala dimasukkan ke oven khusus untuk dilakukan proses pengeringan. Oven ini dibuat secara mandiri oleh keluarga bu Oyok.
Ovennya berupa kotak seng seukuran lemari dan berisi rak-rak untuk menaruh manisan pala yang sudah dibalur gula pasir. Di bagian bawah ada gas yang menjadi bahan bakar oven ini. Manisan pala dikeringkan di dalam oven selama 2 malam. Setelah itu, manisan pala dibungkus dalam kemasan plastik dan siap untuk dijual. Total pengerjaan manisan pala bisa sampai 7 hari. Proses lama untuk sebuah penganan sederhana.
Membuat manisan pala basah, prosesnya lebih sederhana. Setelah dibelah, buah pala direndam dalam air gula tanpa pewarna. Karena buat manisan pala basah, warnanya adalah warna asli buah pala yang agak kuning itu. Buat Anda yang tak ingin makan manisan pala kering yang gula pasirnya tebal, Anda bisa makan manisan pala basah. Manisan pala basah malah rasa palanya lebih terasa ketimbang yang kering.
pala sedang dikeringkan (dok.yayat)
Manisan pala dikemas dalam plastik dengan ukuran 250 gram dan dijual 10 ribu rupiah per bungkus dan 35 ribu rupiah per kilogram untuk manisan pala kering. Untuk manisan pala basah harganya adalah 30 ribu rupiah per kilogram. Ini harga distributor ya, kalau harga eceran di pasar pastinya akan lebih mahal karena sudah melalui reseller. Reseller ini yang akan menaruh label atau merk di manisan palanya. Merknya bisa macam-macam tergantung resellernya, tapi produknya ya satu dari bu Oyok itu.
manisan pala basah (dok.yayat)
Saya pulang dengan membawa sebungkus manisan pala basah. Di rumah, saya makan sebagai peneman minum teh. Sore ini hujan. Manisan pala membuat tenggorokan jadi hangat. Semoga laris manis yaaaa bu Oyok.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Foodie Selengkapnya