Dulu ketika Bogor belum banyak diserbu kue-kue kekinian, sebagai oleh-oleh saya selalu membeli talas dan manisan pala. Talas identik dengan Bogor. Kalau saya pulang menenteng talas, tetangga langsung menebak "dari Bogor ya?" Untuk manisan pala, saya memakannya sebagai cemilan. Buah pala warna hijau berbentuk bunga dengan baluran gula putih yang banyak sekali, cocok menemani saya minum teh.
Di rumah bu Oyok, saya memegang sebungkus manisan pala. Warnanya ada yang hijau, merah muda dan putih. Ketika memegangnya, ingatan saya kembali ke masa dulu ketika saya masih rajin membeli penganan ini. Banyaknya kue-kue kekinian yang dijual di Bogor, membuat saya melupakan manisan pala.
Usaha manisan pala ditekuni bu Oyok sejak tahun 1982. Ia belajar membuat pala dari orang tuanya yang juga berjualan manisan pala sejak tahun 1940 an. Hanya bu Oyok yang menjadi penerus usaha orang tuanya.Â
Ketika ditanya, siapa anak bu Oyok yang akan menjadi penerus usaha manisan pala selanjutnya, bu Oyok bilang tidak tahu karena anak-anaknya tak ada yang tertarik membuat manisan pala.
Ketika pertama kali menerjuni usaha ini, bu Oyok mengeluarkan dana 400 ribu rupiah sebagai modal. Kala itu, uang sejumlah ini bisa untuk membeli pala sebanyak 50 kilogram. Sekarang ia harus merogoh kocek sebanyak 15 juta rupiah untuk membeli 1 ton buah pala. Masa penjualan yang ramai adalah di saat liburan anak sekolah dan menjelang Lebaran. Jika Lebaran, bu Oyok harus siap dengan stok manisan pala sebanyak 2 ton dan stok itu selalu habis. Luar biasa ya.
Proses Membuat Manisan Pala
Setelah selesai bercerita, bu Oyok mengajak kami melihat proses pembuatan manisan pala. Ini yang sejak tadi saya tunggu. Di teras samping rumahnya, ada 2 tong besar berisi pala mentah. Pala yang masih mentah ini rendam air garam selama 3 hari. Setelah itu, pala dicuci bersih, dikupas, dipisahkan dengan bijinya lalu direndam dalam air biasa selama 2 hari. Â