Sayangnya yang berburu momen itu bukan saya doang. Akhirnya saya kudu antri panjang buat memasuki lokasi wisata dan sampe di spot tertinggi udah siang. Dapet awannya dikit bener jadinya. Memotret suasana pemandangan itu kudu pagi banget, kalo udah siang hasilnya bisa beda dan foto jadi nggak menarik. Kecuali yang mau kita potret adalah suasana keramaian di lokasi wisata, ya justru kudu nunggu siang biar ramenya dapet.
Sejatinya memang banyak aplikasi buat edit foto. Foto jelek jadi bagus. Tapi aplikasi edit foto hanya bisa digunakan buat membenahi urusan teknis. Misalnya cropping, menambah terang atau ketajaman objek.Â
Faktor komposisi dan momen nggak bisa dibenahi dengan aplikasi edit. Misal motret seseorang ternyata pas dicek hasil jepretan orang tersebut matanya lagi merem pas kena jepret. Mana ada aplikasi edit foto yang bikin mata orang di dalam foto jadi melek.
Ada 4 klasifikasi foto menurut pak Arbain Rambey yaitu foto bagus, foto indah, foto menarik dan foto berbicara. Foto bagus adalah foto yang sesuai dengan target pembuatannya. Misalnya foto sebuah makanan, kalau kita jadi ingin makan makanan tersebut artinya foto itu sudah memenuhi kaidah sebagai foto bagus Foto indah adalah foto yang menyenangkan.Â
Foto menarik adalah foto yang memancing untuk dilihat. Foto berbicara adalah foto yang bisa dimengerti oleh orang yang melihatnya.
Foto terdiri dari beberapa jenis, ada fotografi jalanan, fotografi jurnalistik dan lain-lain. Tapi semua jenis foto ini tetap kudu memenuhi 4 unsur penting di atas yaitu teknik, posisi, komposisi dan momen. Foto jurnalistik adalah foto tentang sebuah peristiwa yang mendukung sempurnanya sebuah tulisan berita. Mengejutkan pas pak Arbain Rambey bilang bahwa 99% foto jurnalistik diambil sebelum dipotret. Loh kok bisa?
Plan atau rencana alias rancangan, adalah faktor penting dalam sebuah foto jurnalistik. Sebelum pak Arbain Rambey memotret, ia sudah merencanakan foto seperti apa yang akan ia ambil.Â
Pak Arbain juga sering melakukan survey lokasi untuk mendukung rencananya. Jadi kayak kita mau bangun rumah gitu. Kita rancang bentuk rumah dalam gambar dan bangun rumah berdasar gambar itu. Begitu juga yang terjadi dalam foto jurnalistik.
Posisi dan angle penting banget dalam foto jurnalistik. Nggak dapet posisi yang bagus ya nggak bisa menghasilkan foto yang informatif. Tau nggak? Untuk menghasilkan foto yang jadi headline di harian Kompas, para photographernya kudu jungkir balik? Sementara berapa foto yang dipasang sebagai headline? Satu doang!