Lebaran menjadi momen silaturahmi buat keluarga, tak terkecuali saya yang masih memiliki orang tua di kampung saya di Jogja. Setiap Lebaran, saya selalu menyempatkan diri buat pulang kampung alias mudik. Ongkos buat mudik itu nggak murah maka ketika saya mendapat kesempatan mudik gratis bersama Kemenhub gara-gara ikut blog competition di Kompasiana, saya tidak menyia-nyiakannya. Saya putuskan ikut mudik gratis tanggal 22 Juni 2017 dengan tujuan Jogjakarta.
Saya berangkat dengan 2 anak saya. Jam belum menunjuk ke pukul tujuh pagi tapi jalan menuju pantai Karnaval Ancol Jakarta sudah macet. Pantai Karnaval Ancol memang menjadi titik keberangkatan bagi para pemudik program Ayo Mudik dari Kemenhub. Saking macetnya sampai banyak pemudik yang turun dari mobil dan berjalan kaki menuju Pantai Karnaval. Saya masih bertahan di dalam mobil karena malas juga menenteng koper jalan kaki ke lokasi bis.
Memasuki gerbang Pantai Karnaval, saya dan dua anak saya berjalan menuju lokasi bis. Saya pernah datang ke Pantai Karnaval untuk menonton konser musik maka saya tahu bahwa lapangan luas tempat bis terparkir masih cukup jauh letaknya. Tiket kami diperiksa di pintu gerbang, hanya pemilik tiket yang boleh masuk. Banyak pemudik yang masih duduk-duduk di luar gerbang karena menunggu rombongannya yang lain.
Dituduh Memegang Tiket Palsu
Tertera di tiket saya, nomor bis 20 dan jumlah peserta mudik serta tujuan Jogjakarta. Segera saya cari nomor bis tersebut. Bis tujuan Jogja dan Semarang lokasinya jauh dari pintu gerbang, jadi lumayan jalan jauh sambil menenteng koper. Untung anak-anak saya sudah besar hingga bisa diminta bantuan menenteng koper. Banyak ibu-ibu yang menenteng barang bawaan sambil menggendong bayi, iba saya melihatnya.
Tiba di barisan bis tujuan Jogja saya segera mencari bis yang sesuai dengan nomor tiket saya. Ndilalah nomor bisnya ngacak, jadi saya kudu mengecek bis dari depan sampai ke belakang. Ndilalahnya lagi.. ternyata nomor bis 20 itu tidak ada, bis tujuan Jogja hanya berjumlah 19. Paniklah saya. Berusaha menelpon ke nomor kontak panitia yang diberikan oleh admin Kompasiana tapi empunya nomor tidak mengangkat telepon.
Beberapa penumpang bis bilang bahwa kita boleh naik di bis nomor berapapun asal tujuan bisnya sesuai dengan rute yang kita mau. Jadi cek saja mana bis yang masih ada kursi kosong dan naik, katanya. Kebayang nggak repotnya naik turun bis buat cek kursi kosong? Jangan bayangin deh... karena beneran ribet. Apalagi saat terlihat kursi di dalam bis kosong dan begitu saya cek di dalamnya ternyata setiap kursi sudah diberi tanda bahwa kursi itu sudah ada pemiliknya. Sebagian diberi tanda jaket namun banyak pula yang hanya ditaruh kantong plastik saja. Entah beneran ada penumpangnya atau tidak.
Saya sempat naik ke bis yang terdapat beberapa kursi kosong, ketika saya tanya ke penumpang di situ untuk memastikan bahwa kursi-kursi tersebut kosong, saya ditanya apakah berasal dari sebuah daerah di pinggiran Jakarta. Saya bilang bukan dannnnn si penumpang bilang bahwa bis itu khusus untuk orang dari daerah itu. Sungguh saya hampir membentak orang tersebut jika tak ingat saya sedang puasa. Sama-sama naik bis gratis kok main booking secara ekslusif. Aturan dari mana.
Akhirnya saya menemukan bis yang masih tersedia kursi kosong di barisan belakang. Bis nomor 5. Saya berbarengan masuk dengan seorang bapak yang mencari 4 kursi. Segera saya panggil anak saya untuk masuk dan Pak Sopir membantu memasukan 2 koper saya ke bagasi. Anak saya segera duduk di kursi bis bagian belakang... aman. Bapak yang mencari 4 kursi tadi dapat kursi di sebelah saya. Ia minta tolong saya menjaga kursi itu sementara ia menjemput keluarganya untuk naik. Tentu permintaan si bapak saya iya kan. Ternyata keluarga si bapak adalah 4 orang dewasa dan 2 bayi. Astagah.
Beberapa penumpang sudah ikut program mudik gratis lebih dari sekali dan beberapa yang lain baru mengikuti program ini pertama kali seperti saya. Dari tahun ke tahun Mudik Gratis memang seperti ini katanya, naik bis belum tentu sesuai dengan nomor di tiket dan mesti cari kursi kosong sendiri di bis. Panitia cukup membantu tapi karena jumlahnya tidak banyak maka para penumpang kesulitan buat bertanya.
Tak semua panitia bisa memberikan keterangan yang jelas. Saya sendiri mengalami, bertanya pada panitia yang duduk di tenda mengenai nomor bis saya malah saya ditanya macam-macam. Ditanya dari komunitas mana, paguyuban apa.. weleh weleh. Ngerti sih kalau mereka mungkin bingung menghadapi pemudik yang segitu banyak, tapi masa nggak ada briefing gitu.
Pak Sopir ikut ngobrol juga. Ia bilang Kemenhub membooking 40 bis dari poolnya. Bis ini bolak-balik dicek kelayakannya bahkan malam sebelum kami berangkat, pihak Dishub mengecek kelayakan bis sampai jam 3 pagi. Pihak Kemenhub pasti tak ingin bisnya kenapa-napa di jalan, yang bisa membuat wajah Kemenhub tercoreng. Pak Sopir sendiri sudah menginap di Pantai Karnaval sejak kemarin.