Mohon tunggu...
Ya Yat
Ya Yat Mohon Tunggu... Penulis - Blogger

Penyuka MotoGP, fans berat Valentino Rossi, sedang belajar menulis tentang banyak hal, Kompasianer of The Year 2016, bisa colek saya di twitter @daffana, IG @da_ffana, steller @daffana, FB Ya Yat, fanpage di @daffanafanpage atau email yatya46@gmail.com, blog saya yang lain di www.daffana.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Pegang Kendali Instagram, Soto Kuning Bogor dan Martabak yang Melegenda

10 Maret 2017   19:47 Diperbarui: 10 Maret 2017   19:59 669
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk meng-upload foto di IG, jangan sembarang upload tapi perhatikan nilai estetik foto tersebut. Selain itu perhatikan caption foto. Caption foto itu penting, harus memberikan informasi mengenai foto yang kita apload. Lalu jangan lupa jalin interaksi. Kalau ada yang komen ya balas komennya dan balas like juga. Masa pengen dapet like banyak tapi pelit memberi like.

kakek penjual martabak (dok.yayat)
kakek penjual martabak (dok.yayat)
Penggunaan hashtag juga penting. Salah satu cara menjaring like adalah dengan menggunakan hashtag populer, tapi hashtag juga kudu berhubungan dengan foto yang kita upload. Kan nggak mungkin pasang foto cilok tapi hashtagnya #valentinorossi. Secara Valentino Rossi belum pernah saya traktir makan cilok. Hashtag juga berguna buat mengelompokkan content.

Waktu pengunggahan foto juga kudu diperhatikan. Sebaiknya unggah foto di prime time, di mana orang-orang sedang aktif berselancar di IG. Buat cek kapan prime time kita, kita bisa lihat di statistik akun IG kita. Kalau saya sih prime time nya jam 11 siang sampai jam 9 malam. Maka saya akan upload foto di jam-jam tersebut. Selama ini like nya lumayan sih.

Untuk tampilan foto, mbak Ayu Diah berpesan agar kita menggunakan cahaya natural. Cahaya natural yang paling bagus adalah dengan menggunakan cahaya matahari. Bisa kita gunakan elemen pendukung seperti perlengkapan makan, meja atau kursi tapi tata agar penampilannya tidak berlebihan. Kalau mau edit foto juga jangan ekstrim, foto harus tetap terlihat natural meski diedit. Hindari upload makanan dengan warna hitam putih karena daya tarik makanan adalah di warnanya.

lumpia khas bogor (dok.yayat)
lumpia khas bogor (dok.yayat)
Keberhasilan foto makanan adalah jika orang tertarik untuk mencoba makanan tersebut. Maka penting untuk mengenali jenis dan tipe makanan sebelum memotret. Boleh kok memotret beberapa kali sampai kita menemukan angle yang tepat, yang membuat foto yang kita upload terlihat bagus. Boleh juga memberi watermark di foto yang kita upload untuk menghindari pencurian foto.

Setelah puas dapet ilmu dan makan siang, kami langsung meluncur ke jalan Suryakencana. Deretan pedagang di sepanjang jalan Suryakencana membuat mulut nggak sabar untuk mencoba. Pertama, kami mendatangi warung Soto Kuning pak M. Yusuf. Pak Yusuf berjualan soto kuning sejak tahun 1979. Soto Kuning ini termasuk kuliner yang melegenda. Seharinya pak Yusuf menghabiskan 60-70 kilo daging sapi.

Seporsi soto kuning dihargai 35 ribu rupiah. Saya membelinya sebungkus untuk dibawa pulang. Terlihat kuah soto yang kental karena bumbu dan santan. Daging sapi dan kikil ditambahkan ke dalam soto. Kuah soto selalu dalam keadaan mendidih, makanya rasa kuahnya segar karena santannya tidak pecah. Saat saya buka soto ini di rumah, rasanya juga masih hangat.

aneka cemilan (dok.yayat)
aneka cemilan (dok.yayat)
Selanjutnya kami mencoba kuliner lain. Ada wedang ronde, asinan jagung bakar, cincau hijau, laksa, aneka pepes, bir kotjok ala Bogor dan banyak kuliner lainnya. Sediakan perut kosong jika kita ke jalan Suryakencana. Rentang harga kuliner di sini juga murah kok. Antara 10 ribu hingga 60 ribu rupiah. Cukup aman untuk kocek dan rasanya sungguh tak mengecewakan.

Kakek penjual martabak menjadi penutup kuliner saya di jalan suryakencana. Kakek ini sudah tua, berjualan martabak sejak puluhan tahun yang lalu dan selalu di tempat yang sama. Meski sudah tua tapi ia sigap melayani dan membuat martabak. Martabak dipanggang di atas arang. Inilah yang membuatnya berbeda, karena biasanya martabak dipanggang di atas kompor gas.

Kakek penjual martabak ini adalah orang yang memegang kendali atas usahanya. Ia tak pindah ke restoran meski banyak pelanggan. Tak mau mengganti arang dengan kompor gas. Tak mau menyuruh orang lain untuk membuat martabak. Dan.. ia hanya menjual 50 porsi martabak setiap harinya. Tidak lebih. Karena yang ia jual adalah kualitas dan bukan kuantitas.

martabak itu (dok.kevin)
martabak itu (dok.kevin)
daging soto kuning (dok.kevin)
daging soto kuning (dok.kevin)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun