Tambahan lagi banyak penumpang yang akhirnya membeli tempat duduk dari para calo ini. Jangan menyalahkan penumpang seperti ini ya. Misal ia berangkat sekeluarga dengan anak kecil segala, tegakah orang tuanya membiarkan si kecil tidur di lantai gerbong? Semahal apapun kursi pasti dibeli, meski hati ngedumel sudah pasti. Duit bisa dicari, kenyamanan si buah hatilah yang utama kini. Atas nama kenyamanan itu pula saya memberi uang lebih ke pelayan restoran tadi, anggap saja memberi ia ongkos pulang. Jadi pelayan tadi calo juga bukan?
Saya pesimis bahwa calo tiket kereta api atau calo transportasi lainnya akan dapat di basmi. Seperti rantai makanan dalam ilmu biologi, rantai antara calo, pembeli tiket dan penjual tiket itu tak bisa di putus. Anda bisa menyebut bahwa saya terlalu berpikiran negatif mengenai hal ini. Okelah kalau Anda bilang ada sarana tranportasi yang terbebas dari calo dan membuat penumpangnya nyaman, tapi berapa persennya dari keseluruhan transportasi yang kita punya?
Maka sepanjang perjalanan saya membiasakan diri mendengar perbincangan sesama penumpang tentang harga tiket yang mereka beli. Ada yang beli seharga 50 ribu, 40 ribu bahkan 60 ribu rupiah. Tanpa tempat duduk lho. Saya bersyukur membeli tiket dengan harga normal di loket resmi, 35 ribu rupiah saja. Hmm... banyak yang memperoleh pendapatan bagus hari ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H