Outlet kami kena serbu juga. Jadilah saya dan teman saya sibuk melayani mereka. "Tambahin kuah mbak... tambahin sambel mbak... eh ayamnya yang gedean dong".. permintaan mereka bersautan satu sama lain. Kantin yang tadinya sepi jadi berubah ramai sekali. Riuh rendah suara orang-orang dan garpu sendok berdentingan dengan piring makan. Jam 1 siang sedikit demi sedikit orang-orang berkurang. Mereka kembali ke habitatnya eh pekerjaannya masing masing. Jam 2 siang kantin kembali benar-benar sepi dari para karyawan. Tapi suara sendok dan piring yang berdentingan masih ada. Ya iyalah... karena sekarang jatahnya para penjaga outlet yang makan.
Kejadian serupa terulang lagi pada jam 6 sore. Itu saat karyawan yang shift siang berdatangan untuk makan. Suasananya sama persis seperti siang hari. Riuh euy. Jam 8 malam kantin tutup. Tiba waktunya bagi kami membereskan administrasi hari itu. Lumayan juga hasil hari itu. Karyawan tante yang bertugas mengantarkan makanan pun sudah tiba untuk membawa sisa makanan dan perlengkapannya pulang. Saya menolak ajakan teman untuk makan dulu. Malas rasanya. Saya memang jarang makan malam. Makanya jangan heran bila tubuh saya kecil imut begini heheheh.
Saya bertahan kerja disitu selama 2 bulan. Bukannya tak betah, tapi karena saya diterima bekerja di tempat lain. Kali ini di kantoran bukan di kantin, sesuai keinginan ibu saya. Tapi setiap lewat mal Pasaraya di blok M itu, keinginan untuk menjadi penjaga outlet di kantin kadang terbersit juga. Entah kenapa... suka saja saya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H