Mohon tunggu...
Yayak Mahardika
Yayak Mahardika Mohon Tunggu... wiraswasta -

Penggemar gorengan sekalian penyruput kopi | pemerhati cewek |bukan cowok | Menulis curahan hati di |https://lukojoyosindikat.wordpress.com| yayak.mahardika@gmail.com |

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Artikel Utama

Taman Soerapati, Penjual Es Doger, dan Sufi Pinggiran

29 Oktober 2016   14:12 Diperbarui: 29 Oktober 2016   23:35 1102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penjual Es Doger, Foto: Yayak M

Seperti biasanya, cuaca Jakarta hari ini terik yang membuatku terpaksa berhenti di Taman Soerapati.

Taman yang terletak di depan kantor Bappenas Menteng, Jakarta Pusat. Taman Soerapati merupakan salah satu taman kesohor di wilayah Jakarta. Terhampar kerubungan puluhan pohon-pohon tua rindang yang membuat susananya terasa adem, tentrem kadyo siniram wayu sewindu lawaseKarenanya, Taman Soerapati selalu ramai didatangi para warga asal Jakarta maupun daerah, termasuk jomblo-jomblo ngenes yang sedang mencari mangsa.

Mereka mendatangi taman tersebut dengan berbagai motif. Mulai dari sekadar ingin melamun dengan khusyuk saja, menikmati secangkir kopi, bersosialisasi dan istirahat sejenak melepas penat dari rutinitas yang membelenggu, mencabik, mengasingkan atau apapun itu. Bukan lebay, maklum, di kota besar terutama Jakarta tempat demikian amat langka.

Entah karena apa, tak kusadari, kakiku bergerak sendiri berjalan menuju kedai Es Doger untuk melawan rasa hausku. Obrolan kami pun dimulai dari asal-susul Es Doger.

“Es Doger lahir di Kota Cirebon. Es Doger, dulu hanya dijual pikulan. Namanya cuma Es Serut. Tetapi karena sudah mulai memakai gerobak, makanya berubah nama menjadi Es Doger, singkatan dorong gerobak. Es doger tadinya cuma dijajakan untuk pelega tenggorokan saja karena zaman dulu susah mendapatkan minuman dingin, makanya dikreasikanlah es doger". Kata Paimat, penjual es doger, di kawasan Taman Soerapati, Jakarta.

Saya baru tahu kalau sejarah Es Doger itu demikian. Tak disangka-sangka Pak Paimat melanjutkan pembicaraannya yang membuatku `terpukul` dan merasa kecil serta ingusan ketimbang Pak Paimat yang sudah kenyang makan asam manis kehidupan.

"... disyukuri saja Le, yah". Pak Paimat membuka nasehatnya.

"Meski saya jualan Es Doger, tetapi tidak membuat saya berkecil hati atau `minder` dan menghalangi saya untuk gembira”. Lanjutnya.

“Kita harus `nrimo` dan percaya pada Gusti Allah bahwa Ya Fattah Ya Razzaq. Allah telah menjatah rizki kita dari atas langit dan dari dalam perut bumi, dijalan-jalan dan dari tempat yang tidak disangka-sangka. Rizki itu cukup bagi kami sekeluarga, satu isteri dan tiga anak”. Nasehat Pak Paimat.

“Untuk saat ini saya tak ingin apa-apa, saya hanya ingin menghilangkan rasa haus semua orang dengan Es Doger.  Ketimbang saya mengemis, Le. Bener, toh?". Tegasnya.

"Kalau dihitung rupiah hasil penjualan Es Doger berapa sih?, tetapi berapun itu kalau dibarengi dengan syukur yang kuat, meski sedikit akan terasa nikmat" Tutupnya.

Politik `nabok nyeleh tangan` atau memukul dengan menggunakan tangan orang lain. Ternyata metode ini masih suka dipakai oleh Gusti Allah untuk mengingatkan hambanya yang telah mbalelo supaya kembali pada-Nya. Dan rupanya Gusti Allah memukul saya melalui Pak Paimat.

Sosok sederhana yang tak berparas Kiai, Habib, Ustadz tetapi pengetahuannya luas bak samudera dalam memahami kehidupan. Saya yakin, Ustadz atau mungkin Habib yang berencana aksi pada 4 November di Jakarta pun belum tentu mempunyai pemahaman `Jero` seperti itu. Mereka bisanya hanya menebar kebencian dan keresahan di masyarakat.

Pak Paimat, bagi saya adalah contoh muslim yang dalam beragamanya didasari suatu kejujuran, tidak pernah mempolitisir ajaran agama apalagi menggunakan ayat suci Al-Quran untuk kepentingan politik. Entah berapa kali, berapa orang dan siapa saja yang telah diperciki hidayah oleh Allah melalui Pak Paimat. Padahal untuk menjadi aktor atau tangan Allah tidaklah sembarang orang.

Meminjam istilah Prof. Dr. Abdul Munir Mulkhan, barangkali ia (Pak Paimat, Si Penjual Es Doger) salah satu contoh dari Sufi Pinggiran.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun