Sambutan hangat datang dari berbagai sisi, tapi ada saja orang yang kemudian salah menuduh orang lain yang bukan anggota KKK. Ternyata, ada bahaya lain terkait pengungkapan itu.
Dengan merampas hak kelompok rasis itu menyuarakan pendapat mereka, para peretas itu sebenarnya merusak kebebasan berpendapat bagi semua orang. Anonimitas memberikan kesempatan kepada kita semua untuk melontarkan kritik kepada pemerintah tanpa khawatir dihajar balik.
Tapi, bukan pengungkapan identitas itu yang paling berbahaya, melainkan cara kita memberikan tanggapan terhadap pengungkapan identitas tersebut.
Jika kita tenang-tenang saja menghadapi terkuaknya para pegiat yang lantang berpendapat, kita seakan sepakat bahwa ada segelintir orang yang tidak berhak berpendapat secara tidak dikenal (anonim).
Dengan demikian, orang bisa saja berhenti mengungkapkan isi hatinya karena khawatir identitas mereka disebarkan. Ketika orang takut mengungkapkan pendapat, habislah kebebasan berpendapat itu.
3. Peningkatan Kasus Penistaan
Kasus dugaan penistaan agama yang paling hangat adalah yang dialami mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Hakim memvonis Ahok dua tahun penjara dalam kasus itu.
Rupanya, kasus penistaan agama tak hanya terjadi di Indonesia. Sekitar seminggu lalu, Irlandia membatalkan kasus penistaan yang menyeret aktor dan komedian Stephen Fry dari Inggris. Irlandia memutuskan untuk tidak melanjutkan dakwaan terhadap Fry yang menyebut Tuhan itu "goblok."
Yang mencengangkan adalah adanya hukum tersebut. Tapi, contoh dari Irlandia itu hanyalah satu dari semakin banyaknya kasus penistaan yang mengancam kebebasan berpendapat di seluruh dunia. Di negara-negara berpenduduk Muslim, seseorang bisa dipenjara atau bahkan dihukum mati jika mencela Nabi.
Tapi bukan hanya di sana, karena, pada 2014 di Polandia, seorang penyanyi didakwa karena merobek Alkitab di atas panggung. Pihak berwenang Yunani pernah mendakwa seseorang yang mengunggah gambar biarawan Ortodoks dengan spageti yang direkayasa menempel di mukanya. Dua kasus itu rontok pada tahap banding.
Tapi, yang mencengangkan adalah kenyataan adanya proses pengadilan terhadap dua kasus itu. Hukum tentang penistaan itu sendiri tidak masuk akal, seakan Tuhan tidak cukup kuat berhadapan dengan foto spageti menempel di muka seorang biarawan.