Kebebasan berbicara atau berpendapat dalam bahasa Inggris adalah freedom of speech, yang artinya kebebasan yang mengacu pada sebuah hak untuk berbicara secara bebas tanpa adanya tindakan sensor atau pembatasan akan tetapi dalam hal ini tidak termasuk dalam hal untuk menyebarkan kebencian. Kebebasan untuk berpendapat diatur dalam UUD 1945 pasal 28E ayat (3) yang menyatakan "Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat" dan juga dalam UU No.9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.Â
Kebebasan mengemukakan pendapat merupakan sebagian dari hak asasi manusia, namun di negara kita Indonesia masih banyak terjadi pelanggaran dan penyalahgunaan terhadap kebebasan ini.Â
Khususnya akhir-akhir ini, banyak orang yang menyalahgunakan kebebasan berpendapat di media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan rumor-rumor atau hoax. Hal ini dapat menjadi suatu kasus yang bahkan diambil tindak oleh pengadilan karena termasuk salah satu pelanggaran HAM.
Beberapa contoh pelanggaran hak berpendapat adalah sebagai berikut:
1. Perang Komentar di Dunia Maya
Waspada, internet adalah dunia yang ganas. Coba tulis sesuatu yang agak nyeleneh di twitter dan tak lama kemudian para netizen ganas datang bertubi-tubi. Sudah ada kesadaran bahwa lingkungan daring memang beracun dan ada upaya-upaya untuk meredamnya.
Sekarang ini, perusahaan-perusahaan besar internet memilih meredam secara tanpa pandang bulu. Misalnya sensor kebebasan berpendapat melalui penghapusan konten yang dianggap "beracun."
Dalam tataran praktis, itu berarti ada suatu algoritma yang menghapus komentar-komentar pembaca dari beberapa situs tanpa menunggu masukan dari moderator atau editor situs tersebut, seakan melangkahi mereka yang berwenang di situs yang terdampak.
Tapi, bukan algoritma itu yang menghapus hal-hal yang dianggap tidak pantas. Semua bermula dari diri kita. Jika kita benar-benar meyakini kebebasan berpendapat, maka pandangan yang paling busuk sekalipun sebenarnya memiliki hak untuk tampil.
2. Serangan pada Anonimitas
Pada 2014, kelompok Anonymous menguak rahasia sejumlah anggota kelompok rasis KKK dan mengunggah sejumlah identitas secara daring.